“Apa-apaan ini.” Masih di ruang rapat, Alpha melempar berkas yang sempat diedarkan Bagas tepat di hadapan Hera. Akan tetapi, Alpha melakukannya ketika rapat alot yang mereka lakukan sudah selesai. Di ruangan tersebut, hanya menyisakan Agnes, Hera, Bagas, juga Rafa. “Kalian … Hera!” Alpha menunjuk sang adik yang menatapnya datar. “Selama ini, kamu cuma pura-pura sakit, pura-pura depresi untuk cari simpati, biar mama ngasih semuanya ke kamu.”“Al—”Hera menyentuh tangan sang mama, untuk memutus ucapan yang akan dilontarkan Agnes. Kali ini, Hera tidak ingin berdiam diri seperti dahulu kala. Hera merasa punya tanggung jawab lebih untuk memajukan perusahaan, mengingat karena dirinyalah sang papa akhirnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Rasa bersalah itu masih saja terkurung di hati Hera sampai detik ini, sehingga ia tidak akan membiarkan Glory jatuh sepeninggalnya Rafa nanti.“Memangnya kamu tahu apa, Mas?” balas Hera. “Coba hitung, berapa kali kamu jenguk aku di rumah mama? Apa
Read more