All Chapters of Obsesi Buta Aktor Ternama: Chapter 11 - Chapter 20
62 Chapters
part 11 ancaman
Seutas tangkai Mawar berduri mengarah lurus kepada Vivian. Ketika bola matanya menangkap siapa di balik tangkai Mawar itu.Deg!Dada ini seketika tersentak. Vivian tunduk sambil merasakan pelan sebuah getaran yang mengalir dari ujung kakinya. Ya, rasa takut ini seketika mengalir bersama aliran darah. Getaran yang keluar bahkan terlalu jelas untuk di lihat, hingga Sophie yang sedari tadi berada di belakang Vivian mengerutkan alis dengan reaksi yang di timbulkan dari tubuh menantunya.Max kembali menodongkan tangkai itu sembari menaikkan sebelah alis, seakan menanti istrinya berwajah seri menerima pemberiannya. Namun Vivian tak kunjung mengambil Mawar tersebut, pandangan matanya masih tertunduk, menghindar sebisa mungkin kontak mata yang mungkin akan terjadi diantara mereka.Senyum ringan tiba-tiba terukir di wajah tampan Max. Dia menekuk lutut, memandang Vivian dengan wajah ramah dan tenang."Kamu tidak menyukainya?" tanya Max lembut.Tak bisa di pungkiri semakin Max bersikap manis, ge
Read more
part 12 orang ketiga
Vivian memandang teduh batu kerikil di sekitarnya."Apa yang Vivian inginkan?" tanya Sophie."Itu..." Vivian meremas jari-jarinya, manik indahnya tak sanggup melihat pandangan tulus sang ibu mertua."Mah... Aku ingin terus bersama suamiku," ucap Vivian tertunduk, tak sanggup melihat Sophie yang terus bersikap tulus."Apa maksudmu? Apakah Mama mengganggu kalian?" tanya Sophie spontan."Gak, Mama gak ganggu," tukas Vivian dengan cepat, jari jemarinya tak bisa menutupi rasa gelisah."Maksudku... Mama gak perlu..." "Coba bicara yang jelas, jangan takut," ucap Sophie sambil menekuk sebelah lututnya menatap wajah Vivian dengan pandangan tulus.Vivian benar-benar tak bisa mengungkapkan kebohongan lagi. Bagai dosa besar, dia tak ingin merasakan rasa bersalah kepada orang yang telah menyembuhkan sedikit luka dalam batinnya, dan di situasi ini, tiba-tiba bola mata Sophie langsung tertuju pada putra satu-satunya."Max, kau melakukan sesuatu lagi ya?" tanya Sophie curiga."Coba tanyakan pada ist
Read more
part 13 panggilan asing
PAGI HARITring ...Alarm berbunyi merdu, membangunkan Vivian yang sedang terlelap dalam selimut tipisnya di sebuah kamar di lantai bawah. Dengan perlahan, wanita itu menggosok matanya, kemudian membuka mata dengan pelan."Nona sudah bangun?" tanya seseorang pelayan."Emm...iya," jawab Vivian dengan suara serak.Malam hari telah berlalu dengan damai, setelah Max menunjuk Moa untuk berbagi kamar dengannya, ketenangan malam, kini dapat Vivian rasakan kembali."Moa aku masih mengantuk." Vivian menarik kembali selimut, mengerut dalam hangatnya balutan selimut."Maaf Nona tapi tuan telah menunggu anda untuk sarapan bersama," ucap Moa.Lantas Vivian berdecak dan langsung membuka selimut, dia mengangkat tubuh sambil menarik nafas pelan."Moa duluan saja, nanti aku menyusul," ucap Vivian dengan posisi membelakangi."Baik Nona," jawab Moa, membungkuk hormat dan langsung meninggalkan Vivian.Bulu kuduk wanita itu tiba-tiba berdiri mendengar Max menunggu kehadirannya, apakah pagi ini mentari ter
Read more
part 14 sayatan
DI RUANG BAWAH TANAH ..."Huh..."Kepulan asap panas terlihat mengepul indah membentuk gumpalan hitam yang menyesakkan. Botol minyak dan korek api senantiasa berada dalam genggaman pria yang baru saja hilang kendali akan dirinya.Max, pria itu menatap lurus api yang kini tengah berkobar membakar benda yang dia bawa untuk dilenyapkan.PlukMax melepas korek dan botol minyak hingga terjatuh di lantai. Dia melangkah menjauh pergi membiarkan api itu menyala dengan sendirinya.Di sisi lain, Vivian menyantap makanan yang masih tersisa. Situasi apa pun yang terjadi saat ini, Vivian tetap bersikap seakan tidak peduli.Cklek...Pintu terbuka menampakkan sang tuan yang berantakan, melangkah maju dengan tenang."SEMUANYA KELUAR!" seru Max.Seketika seluruh pelayan yang ada berlarian keluar. Begitu pun Vivian, dengan cepat dia menyimpan piring, sambil mengusap ujung bibirnya yang meninggalkan sebutir nasi. Dia berlari mengikuti para pelayan sebagaimana yang di perintahkan Max.Ketika Vivian berpa
Read more
part 15 rumah sakit
Di ruang kamar yang sunyi, Max menatap nanar jari jemari yang terkena noda merah akibat percikan darah. Tatapan mata kosong terlihat menerawang sambil mengingat kembali tindakannya beberapa menit lalu. Goresan luka serta darah yang mengalir begitu deras membuat Max berpikir, apakah luka yang dia buat sedalam itu hingga cairan merah itu tak henti-hentinya keluar terus menerus? Tok... Tok... "Tuan, saya membawa air hangat untuk membersihkan tangan anda," ucap Lin. "Masuk," jawab Max. Cklek... Ketika pintu terbuka, keheningan begitu terasa. Suasana hati Max juga ikut mempengaruhi atmosfer yang ada. "Sudah di temukan?" tanya Max tiba-tiba dengan pandangan tetap. "Belum tuan, tapi melihat jejak darah yang nona tinggalkan, sepertinya nona tidak akan pergi terlalu jauh, kami akan mencarinya secepat mungkin," jawab Lin. Max menoleh melihat Lin yang tengah membawa mangkuk kaca berisi air hangat, berdiri tegap di dekat pintu. "Simpan di sana," titah Max, lantas Lin langsung menyimpan m
Read more
part 16 kembali ke Vila
Sepuluh hari kemudian...Kini kondisi Vivian hampir pulih sepenuhnya. Perih akibat luka juga mulai tak terasa. Pengobatan yang di berikan dengan sungguh-sungguh membuat pemulihan berjalan cepat, hanya penyembuhan bekas luka yang akan menjadi tugas bagi Vivian di hari-hari selanjutnya. Selama di rawat, Vivian merasakan sakit yang teramat dalam, jantung yang sering berdebar kencang serta luka sayatan akibat aksi berontaknya, menjadi derita baru yang mesti Vivian hadapi. Akan tetapi di samping kemalangan itu, Moa dan dua pelayan yang senantiasa berada di sampingnya, membuat derita Vivian sedikit teratasi."Nona, apakah anda sudah baikan?""Nona, apa ada yang anda inginkan lagi?""Nona bagaimana jika saya menyanyikan lagu tidur untuk anda?"Walaupun pada saat di vila ketiga pelayan tersebut memalingkan wajah akan sikap tuan mereka yang telah melanggar hak asasi manusia, namun setelah melihat sorot mata jernih dan senyuman tipis di pipi mereka membuat Vivian yakin, para pelayan ini masih
Read more
part 17 lembaran kertas
Silau cahaya mentari menembus celah tirai di salah satu kamar di lantai bawah. Seorang wanita cantik menggeliat terbangun sambil perlahan membuka mata. Tampak ruangan yang dingin tak bernyawa, tembok putih polos dengan noda hitam tak beraturan inilah tempat dirinya saat ini."Ini sungguh nyaman," ucap Vivian sambil menggeliat.Setelah pertemuan dengan Max 3 hari lalu, bagai di telan bumi, pria itu sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya kembali. Tak pernah sekalipun terdengar suara deru mobil ataupun suara kendaraan lain sebagai tanda kedatangan Max. Kehidupan di Vila juga berjalan seperti biasa tanpa ada sedikit pun kendala, dan hal ini membuat Vivian berpikir, kenyataan ini benar-benar tak mudah untuk di percaya.Tring...Dilihatnya jam dinding menunjukan pukul 07.00 waktu yang tepat untuk memulai aktivitas, namun Vivian masih terbaring tak mau bergerak dari atas ranjang.Bak!"Nona, sudah siapkan? Ayo!" Dengan semangat membara Moa melempar pintu kamar, telah siap memakai pakai
Read more
part 18 kontrak perjanjian
Justin menatap lurus wanita di hadapannya sambil mulai menjelaskan isi kertas tersebut. "Secara garis besar isi kertas ini hanya mencakup tugas-tugas Nona sebagai seorang istri, mungkin anda juga melihat ada beberapa poin yang mungkin kurang penting, seperti memakai cincin ataupun interaksi fisik sebagaimana pasangan suami istri, semua itu harus Nona lakukan tanpa penolakan, walaupun menurut Nona hal itu akan tidak nyaman," jelas Justin. "Dan lagi, dalam kertas tersebut belum semua tugas-tugas Nona tercantum, jadi saya akan menemui Nona lagi besok untuk melanjutkan kesepakatan ini," lanjut Justin. Vivian terlihat mengeluh berat dalam hati, dia mengambil kertas tersebut sembari melihat sekilas makna tulisan di dalamnya. "Bukankah ini semacam kontrak?" tanya Vivian. "Hampir mirip, namun tugas dalam kertas ini tidak memiliki jangka waktu tertentu, semuanya tergantung pada keputusan tuan kapan akan mengakhirinya," jawab Justin. Mendengar tutur Justin, jelas kesepakatan ini akan sang
Read more
part 19 pertemuan kedua
Laura mengerutkan kening, mendengar ucapan sang kekasih.“Janji?” tanya Laura spontan.“Heem, lupa?” tanya Max kembali.Laura memutar otak berusaha mengingat kembali momen ketika Max mengucap janji. Ketika Laura terdiam mencoba mengingat memori tersebut, keheningan seketika menjalar di tengah perbincangan mereka, aura menusuk seakan terus menghantam membuat suasana semakin beku tanpa suara.“Akh... Aku tidak bisa mengingat apa pun,” pekik Laura kesal, tangan kanannya beberapa kali memukul kepala sebab tak mampu mengingat memori sederhana itu.“Di Vila, aku membuat janji itu di sana,” ucap Max sendu.Seketika bagai kilat, pecahan memori yang kian hilang dalam otak, langsung tersambung merangkai sebuah ingatan di mana sang kekasih telah berucap memberikan janjinya.“Oh iya, aku sudah menanti-nanti kamu akan menepati janji itu sayang.”“Sayang... Nanti malam bolehkah aku minum bersamamu? Sudah lama aku tidak bersenang-senang,” pinta Laura memelas.“Nanti malam?” Max menjauhkan ponselnya
Read more
part 20 syarat yang diajukan
Justin menghela nafas dan segera menjawab pertanyaan tersebut. “Singkatnya memang seperti itu, namun Nona tetap tidak bisa seenaknya mengakhiri pernikahan tanpa adanya kesepakatan tuan, dan jika anda sudah memikirkan ingin mengajukan perceraian dalam waktu dekat, sepertinya anda tidak perlu khawatir Tuan akan mencegah Nona, jika anda membicarakannya dengan sopan,” jelas Justin. Penjelasan yang dia dengar, ternyata tak begitu membawa kabar gembira, padahal Justin mengatakan Vivianlah kunci utama, namun ternyata tetap saja, kalimat persetujuan tuan selalu beriringan dalam setiap kalimatnya. Waktu berjalan semakin cepat, tanpa menghabiskan waktu, Vivian mengucapkan pertanyaan kedua. “Ada satu pertanyaan lagi.” “Kau pernah bilang Max susah mematuhi orang apalagi yang mengancam hidupnya, apakah yang di maksud itu aku?” Justin menunjukkan anggukan kecil sebagai jawaban pertanyaan tersebut. “Mengapa aku bisa mengancam kehidupannya? Bukannya seharusnya dia yang mengancam kehidupanku?”
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status