Semua Bab Pendekar Tanpa Wajah: Bab 21 - Bab 30
202 Bab
21 - Boneka Kultivator
“Yong, sudahlah.” Senior yang membantu Yao Chen pun menggelengkan kepala karena dia paham temperamen buruk dari Yong. Ketika Hu Meng hendak mengucapkan sesuatu, tangan Hu Gao sudah membekap mulut si adik terlebih dahulu. Dia menggeleng ke Hu Meng. Untung saja gerombolan Yong pergi dan tak ambil peduli lagi pada mereka. Karena “bantuan” dari seniornya, Yao Chen memberikan salam hormat soja ke Murid Luar senior tadi. “Aku Zhao Han. Kalian pasti murid baru tahun ini, bukan? Kalian bisa melihat token kalian untuk mengetahui apa saja peraturan di Sekte Bilah Langit.” Dia memperkenalkan diri. “Salam, Kak Zhao!” Hu Meng bersoja diikuti Hu Gao di sebelahnya. “Aku Hu Meng, ini kakak kandungku, Hu Gao, dan dia Kakak Yao Chen. Kak Yao agak kurang senang bicara, jadi mohon maklumi.” “Oh, tak mengapa!” Zhao Han menjawab ramah. “Semua orang memiliki sikapnya masing-masing.” Setelah itu, dia mohon diri. Setelahnya, ketiga pemuda memutuskan untuk melanjutkan acara jalan-jalan mereka. Namun, bar
Baca selengkapnya
22 - Berbagai Kelas Pelataran Luar
‘Mana mungkin aku membeli boneka saat ini?’ Yao Chen membatin. Dengan cepat, dia menangkupkan kepalan tangannya melakukan salam soja sembari menunduk ke Bao Gu. Kepalanya digelengkan pelan sebagai isyarat bahwa dia tak ingin membeli boneka. “Oh, tak mau beli?” Bao Gu sekedar ingin mengonformasi. Yao Chen mengangguk tanpa suara. “Apakah kau tak bisa bicara, Nak? Kau orang bisu?” Dia mengamati Yao Chen dari atas sampai bawah. Meski terdengar kasar dan frontal, tapi Yao Chen tidak tersinggung dengan perkataan Bao Gu, itulah kenapa dia mengangguk tanpa beban. “Ah, baiklah.” Bao Gu mengerti kondisi Yao Chen, meski sedikit bingung karena topeng yang dipakai Yao Chen terbuat dari emas murni kelas tinggi. Sebagai pedagang, tentu dia mengetahui itu sekali lihat. ‘Bocah ini terlihat kaya dengan topeng emasnya, apakah dia anak bangsawan yang dibuang keluarganya karena bisu? Memakai topeng untuk menyembunyikan jati diri agar tidak ketahuan dari keluarga kaya mana?’ Hanya dugaan liar itu sa
Baca selengkapnya
23 - Memutuskan Tinggal di Hutan
‘Lebih baik aku tidur di luar daripada mendapat penghinaan macam ini!’ Yao Chen sudah memutuskan. Dia tidak bisa terus ditindas dan diam. Karena tak mungkin memukul satu persatu orang di baraknya, maka dia mengalah dan pergi dari sana. “Hei, kau! Mau ke mana kau?!” hardik Deng Wu sebagai ketua barak seraya melompat di depan Yao Chen. Langkah Yao Chen terhenti paksa. Dia menatap tajam ke ketua baraknya. ‘Hanya di Tingkat 3? Aku bisa saja membuatnya babak belur, tapi bagaimana kalau sampai terjadi keributan dan diketahui Guru Pengawas?’ Yao Chen membatin. Deng Wu belum ingin beralih dari tempatnya berdiri menghalangi Yao Chen. “Tak ada yang boleh berkeliaran tak jelas di malam hari!” Deng Wu menengadahkan wajahnya, dia tak mau dikalahkan bocah Tingkat 2 begitu saja. “Minum!” Yao Chen terpaksa berkata demikian. Dia memilih kosakata yang tidak memberatkan lidahnya dalam melafalkannya dalam bahasa mereka. “Ketua, biarkan saja dia! Peraturan sekte tidak membolehkan perkelahian di g
Baca selengkapnya
24 - Bertemu Penindas dan Pertarungan Hidup Mati
‘Eh? Apa itu yang bersinar keemasan?’ Yao Chen menyipitkan matanya ke sebuah titik kecil di bagian atas langit-langit gua.Seperti ada batu keemasan yang cahayanya temaram, tertanam di langit-langit gua.Ketika mata Yao Chen terus menatap ke batu yang tertanam itu, mendadak saja batu keemasan tersebut lepas dari langit-langit dan melesat masuk ke tengah dahi Yao Chen.“Argh!” Yao Chen terkejut bukan main dan memejamkan mata sebagai gerakan refleks ketika ada benda menerjang cepat ke wajahnya.Saat membuka mata, dia tidak menemukan apa pun.‘Ke mana batu emas tadi?’ Dia sampai meraba-raba dahinya. ‘Sepertinya tadi menerjang ke dahiku. Kupikir aku tamat karena tertembak batu di dahi.’Tak menemukan batu tadi, maka Yao Chen memutuskan meneruskan kembali meditasinya. Dia harus rajin berkultivasi agar tingkatnya naik dan tak lagi menjadi bulan-bulanan murid sekte.“Hm.” Yao Chen menyelesaikan kultivasi tenangnya dan membuka mata. ‘Sepertinya sudah berganti hari.’Dia pun keluar gua dan mem
Baca selengkapnya
25 - Tasbih di Ruang Dimensi Jiwa
‘Apakah benda aneh itu masuk ke tubuhku?’ Yao Chen heran, karena dia mengira batu keemasan menghilang ketika hendak menabrak dahinya, apalagi saat itu dia memejamkan mata saking refleksnya.Kini, tubuhnya seperti terbakar, auranya membumbung tinggi.“Argh!” Yao Chen menggeram keras ketika dia meninju ujung pedang yang terarah padanya.Trang!Pedang lawan patah menjadi dua!“Hah?” Empunya pedang sampai melongo tak percaya.Sementara, pedang selanjutnya maju ke Yao Chen.Krakk!Kembali, ada pedang yang patah seiring tinju Yao Chen bertabrakan dengan pedang tersebut.“Uwaaagh!” Empunya pedang terpental karena energi tinju Yao Chen memukul dadanya, membuat dia terbang belasan meter jauhnya.Saat ini, Yao Chen seakan dikuasai energi aneh, matanya memerah dengan darah nyaris mendidih menggelegak.“Jangan takut! Cincang dia sampai bagian terkecil!” Pengikut Yong terus meneriakkan kalimat penyemangat. “Hekkhh!”Baru saja pengikut Yong menyelesaikan ucapannya, tangan Yao Chen sudah mencekal le
Baca selengkapnya
26 - Tantangan Duel Hidup dan Mati
‘Aku sudah naik tingkat! Yes! Naik tingkat!’ Yao Chen gembira bukan main. Tangannya terkepal di udara ketika menyerukan kegembiraannya meski di dalam hati. Gembira dengan naiknya tingkat basis kultivasinya, Yao Chen bangkit dari duduknya dan berniat kembali ke sekte. Namun, dia tiba-tiba tersadar akan sesuatu. ‘Tunggu dulu! Lidahku … sepertinya lidahku ….’ Yao Chen antara yakin dan tak yakin. Dia segera menggerakkan lidahnya. ‘Sudah tumbuh?’ Tak ingin tertipu pikirannya, dia membuka topeng dan meraba di dalam mulutnya. “Lidahku! Lidahku sudah tumbuh penuh! Tumbuh penuh dan normal! Ha ha ha!” Yao Chen tertawa keras sampai matanya berair saking bahagianya. “Apakah ini berkat tasbih tadi? Hm, mungkin saja! Bukankah benda ajaib begitu memang memiliki banyak manfaat? Ha ha! Untung saja aku datang ke hutan dan menemukan gua ini!” Yao Chen merasakan buncahan kegembiraan di hatinya. Kemudian, dia berlari kembali ke sekte ketika sinar mentari sedang menukik tajam ke alam. “Kak Yao!” Su
Baca selengkapnya
27 - Dimulainya Pertarungan Sengit
“Mana si pecundang itu? Apa dia terlalu pengecut untuk meladeniku?” tutur Yong sambil disambut murid-murid lainnya di Pelataran Luar. Di arena berbentuk lingkaran seluas lapangan bola, Yong sudah berdiri gagah dengan dagu terangkat tinggi dan dua lengan terlipat di depan dada. Sedangkan di bawah arena, sudah berkumpul puluhan ribu orang, siap menyaksikan hiburan. “Mana dia? Bocah itu! Jangan-jangan dia sedang meringkuk di kamar mandi dan tak berani keluar!” “Apakah tak ada yang bisa memanggil dia keluar? Aku sudah bosan menunggu lama di sini!” “Hei, jangan bilang dia sudah melarikan diri dari sekte!” Begitu banyak seruan merendahkan Yao Chen di bawah panggung arena. “Eh! Eh! Itu dia! Dia ternyata datang!” seru seseorang dari arah belakang. Segera saja semua orang menoleh ke arah yang ditunjuk, di sana memang ada Yao Chen didampingi Hu Meng dan Hu Gao di kanan dan kirinya. “Apa lihat-lihat?” Hu Meng berseru galak ke orang yang menatap dirinya. “Dasar gendut, kubuat kau jadi ba
Baca selengkapnya
28 - Hukuman Keji untuk Penindas
“Bocah sialan! Aku cincang kau!” Yong membuang tombak patahnya dan mengambil goloknya. Dia berganti senjata. Karena Yao Chen sudah mulai kehabisan energi Qi, dia terpaksa mengeluarkan pedangnya. “Hah! Akhirnya kau membutuhkan senjatamu juga! Apakah kau sudah kewalahan setelah mematahkan tombakku?” Yong mengejek. Ejekan Yong memang tepat, dan Yao Chen sadar dia harus lekas menyudahi pertarungan atau dirinya bisa celaka. Maka, tak membuang waktu, menggunakan sisa-sisa tenaganya, Yao Chen menyerbu ke Yong. Pedang di tangannya mulai mengeluarkan cahaya samar. Golok Yong juga demikian, tapi cahayanya lebih terang. Dia meraung ke Yao Chen, “Kau akan kucincang kecil-kecil dan kuberikan ke anjing jalanan!” Hembusan angin energi dari golok dan pedang saling menyebar ketika kedua senjata beradu mengeluarkan suara nyaring. Yong dengan aura penindasan memberikan pukulan-pukulan kuatnya menggunakan goloknya, ingin mendominasi pertarungan. Tapi Yao Chen yang dilatih Ouyang Hetian, tentu tak
Baca selengkapnya
29 - Teknik Kultivasi Hukum Semesta
Kekalahan Yong menjadi peringatan ke banyak Murid Luar untuk tidak mudah memprovokasi Yao Chen apabila tidak lebih kuat dari Yong. “Sepertinya hanya Murid Luar di peringkat 10 teratas yang bisa menangani bocah topeng itu.” Ada yang berpikir demikian. Banyak dari mereka yang mengangguk setuju mengenai itu. “Benar, apalagi Yong hanya di peringkat 14. Dia ternyata belum cukup tangguh untuk menghadapi si bocah aneh itu.” Yang lainnya memikirkan ini. Ketika banyak orang di Pelataran Luar berdiskusi mengenai Yao Chen dan kemenangannya di arena, Yao Chen justru menjalani hari dengan lebih damai beberapa hari ini. “Aku permisi dulu.” Yao Chen berujar sembari bersoja ke Hu Bersaudara ketika sore sudah mulai di ujung. Sebentar lagi langit akan berganti warna, Yao Chen ingin lekas kembali ke guanya di hutan. Tiba di gua, Yao Chen mengambil sikap bermeditasi untuk kultivasi. Dia menaruh sebagian kecil kesadarannya di luar sedangkan sisa besanya masuk ke dimensi jiwa. “Hm.” Yao Chen sudah b
Baca selengkapnya
30 - Memegang Dada Zhuge Ling
“Hyakh! Ugh!” Zhuge Ling bertarung melawan ular besar bertanduk.Di dekatnya, Yao Chen masih bersembunyi di balik rimbunnya vegetasi. Dia tak mau serta-merta keluar dan ikut campur. Siapa tau Zhuge Ling tak ingin dibantu, karena gadis itu memiliki temperamen aneh.‘Hm, itu hewan roh level 1 tahap akhir. Mungkin setara dengan kultivator manusia tingkat 4 atau tingkat 5.’ Ini adalah dugaan Yao Chen. ‘Sepertinya Zhuge Ling sedikit kewalahan.’Sesuai penilaian Yao Chen, gadis yang bertarung di depan sana memang agak kewalahan menghadapi ular piton besar yang terus menyerangnya secara ganas.Bahkan, di kepala ular tersebut ada tanduk yang bisa menyemburkan cairan racun.Tsss ….Racun yang baru disemburkan melalui tanduk tadi, berhasil dihalau pedang Zhuge Ling.“Humph!” Zhuge Ling yang sudah mulai kelelahan masih menolak menyerah dan terus mengibaskan pedang ke ular roh.Dhuak!Ekor ular besar itu menyapu dan menghantam punggung Zhuge Ling ketika gadis itu lengah akibat lelah.‘Kenapa dia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
21
DMCA.com Protection Status