All Chapters of Tanda Cinta Tuan Benjamin: Chapter 11 - Chapter 20
48 Chapters
Lengang
Setelah kejadian mendebarkan itu mereka kembali kekediamanya.Tepatnya dikamar Benjamin.Seorang pelayan datang membawakan kotak obat. “Letakkan dimeja.” suruh Benjamin dengan penuh penekanan.“Baik.” jawab sopan pelayan itu seraya bergegas keluar.Rhea tengah sibuk menggulung lengan baju Benjamin, kemudian dia membantu membersihkan darah dan mengaplikasikan obat padanya.Rhea pikir peluru menancap dilengan Benjamin, rupanya hanya tergores. Entah mengapa Rhea menjadi lega. “Mungkin karena aku mengandung anaknya, perasaan menghawatirkannya muncul begitu saja.” benak Rhea.“Orang yang terluka harus dibantu, terlepas dengan masalah antar kita.” ucap Rhea memecah keheningan.“Dan jangan berpikir aku akan menerima semua perlakuan sebelum mu.” Rhea menekan sedikit kuat luka Benjamin.Benjamin yang sudah terbiasa dengan pengalaman luka tak terlalu merasakan sakit akibat penekanan luka dari Rhea. Namun, melihat wajah Rhea yang marah dia menjadi ingin menggodanya.“Ah! Au… pelan-pelan.” ucap
Read more
Tamu?
Tiga hari berlalu setelah hari itu.Rhea hampir tak bertemu dengan Benjamin. Katanya dia tengah sibuk dengan urusannya dan lebih sering pulang ketika malam larut. Tentu saja saat itu Rhea sudah tertidur dan tak ada alasan untuk menunggu Benjamin.Rhea tahu bahwa Benjamin tengah sibuk mengurus masalah penyerangan tempo hari. Hanya saja hatinya terasa sakit Benjamin pergi tanpa memberi penjelasan.“Aku berpikir keras, namun tetap tak mendapat jawaban.” Rhea tampak lesu.Semangatnya kian memudar, dirumah besar yang asing bersama dengan orang-orang yang bertingkah profeksionis, ini menganggunya.Harusnya Rhea merasa lega tak bertemu dengan pria yang berbicara tajam itu. Tapi ditempat ini dia rupanya membutuhkan keberadaan pria itu.Rhea pikir memiliki lebih banyak waktu sendiri akan menenangkan, nyatanya dia lebih gusar, dan membuatnya lebih hanyut dalam kesedihan. Rasanya dia telah berhasil di jerat pria sialan itu. Dia merasa sekarang membutuhkan sosok pria yang satu-satunya dia kenal d
Read more
Omong kosong!
Rhea bangkit dari duduknya. Belum selesai dengan masalahnya sekarang dia dihadapkan dengan pria yang sangat berisik. Rasanya dia lelah menghadapi kenalan-kenalan Benjamin yang bersikap tak biasa. “Harusnya aku tak heran lagi Benjamin saja sulit ditebak tentu saja orang-orang dan lingkungannya akan begitu.” benak Rhea. “Kau tunggu saja temanmu pulang, aku tak memiliki hal sampai harus duduk dengan mu.” ucap Rhea hendak berlalu. Rhea merasa tak memiliki urusan dan tak berkewajiban menjamu nya, dia pula merasa tak nyaman dengan keberadaan pria bernama Daniel ini. Lagipula pelayan akan mengurus pria ini sampai tuan mereka datang. “Tidakkah kau penasaran mengenai siapa suamimu?! Aku bisa menceritakannya.” ucap Daniel merayu. Rhea menoleh cepat, dia tertarik dengan kalimat yang baru diucapkan Daniel itu. Daniel bak tahu bahwa jelas Rhea ingin mendengarnya lebih lanjut. “Ha! tebakanku benar.” Daniel mengedipkan matanya. Pada akhirnya Rhea menjamu pria itu. Dia tak percaya dengan diriny
Read more
Toxic friendship.
“Jawaban jujur bukan elakkan!” tekan Benjamin menatap tajam Daniel. Benjamin sampai buru-buru pulang saat mendengar bahwa Daniel memaksa berkunjung. Daniel orang yang banyak bicara. Bicaranya sembrono membuat Benjamin waspada, bisa saja dia mengatakan hal-hal aneh. Benjamin menghawatirkan istrinya. “Aku serius. Tak ada pembicaraan aneh, kurasa!” Daniel mengangkat kedua tangannya, namun jawabannya seakan meragukan. Lalu tangan Benjamin menjalar keleher Daniel, dia mencengkeramnya erat. Dia menatap temannya tanpa belas kasih. “it-u ja-wa-ban ju-jur.” Jawab Daniel terbata, napasnya terasa sesak. Benjamin menyelidik, kemudian setelah yakin bahwa Daniel tak berbicara sembarang pada Rhea dia melepaskan cengkeramannya. Daniel menarik napas panjang. “Kau memang gila, tak memiliki timbang rasa pada temanmu ini. Huhu… hatiku pedih.” Daniel menyentuh dadanya, dia mulai berakting. Aktingnya sangat buruk. Dia tak pandai dalam hal itu. Daniel melirik Benjamin yang bahkan tak bergeming. B
Read more
Oh, Shit!
Rhea menggeliat, lalu matanya perlahan terbuka. Dia merasa tubuhnya sangat nyaman diranjang yang empuk, seingatnya dia tertidur diatas meja. “Apa aku berjalan saat tidur?” pikirnya. Rhea lalu menoleh kesebelah kananya. Dia terdiam sejenak kala melihat dihadapannya dada bidang yang kekar. Terlebih dia baru menyadari tidur diatas lengan seseorang. Rhea membelalak kemudian mendonggak, memastikan siapa pria disebelahnya, rupanya itu Benjamin yang sedari tadi sudah memperhatikannya. Rhea terperanjat, lantas bergegas bangun sedikit menjauh dari Benjamin. Rhea pikir Benjamin akan terus sibuk, pulang larut, dan di pagi hari dia menghilang dengan beralasan tengah mengurus masalah penting. “Ka-u kenapa disini?” tanya Rhea gelagapan. Senyum kecil terukir dibibir Benjamin. Dia bangkit dari posisinya, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya kearah Rhea. Tangannya menyelipkan rambut Rhea kebelakang telinganya. “Mengapa terkejut?! Kau harus mulai terbiasa dengan pemandangan ini.” Benjamin me
Read more
Ah! Tuan
Terbangun Rhea sudah ada dirumah sakit, dia melihat Benjamin yang tertunduk dengan terus mengengam tangannya. Tubuhnya masih terasa lemas namun mulai terasa lebih baik. Entah mengapa sekarang dia yakin dengan apa yang dikatakan oleh Daniel. “Benjamin tampak lemah.” “Setidaknya selama aku disini perlakuannya cukup baik padaku, meski bicaranya tajam.” gumam Rhea. Rhea bangun dari posisi tidurnya, tangannya menyentuh wajah Benjamin. Dia ingin menunjukan bahwa dia baik-baik saja, dan meminta Benjamin untuk berhenti khawatir dengan wajah pilu yang tak cocok dengannya itu. Ya! Rhea tergerak begitu saja. Mungkinkah dia iba pada pria ini, atau tersentuh dengan perlakuannya selama ini? Benjamin yang tampak kacau lantas terkejut. Kala sadar, Rhea sudah terbangun, dia bangkit dari duduk dan langsung memeluk Rhea. “Ah!” rintih Rhea, menoleh kearah Benjamin. Benjamin memeluknya erat, namun bibirnya sibuk mencumbu lehernya. Kali ini Rhea tak berniat mendorong Benjamin atau memberikan pemba
Read more
Ben, Ya! Ben…
“Jangan panggil Tuan. Ben, panggil aku dengan nama itu.” suruh Benjamin.Rhea menutup wajahnya, entah mengapa dia merasa sangat malu sekarang. Mengapa dia melakukan ini dengan pria sialan ini?“Mh!! Hh!!”Desis Rhea.“Panggil aku dengan nama.” suruhnya lagi. “Jangan menutupi wajahmu dan lihat aku.” Benjamin menyentuh wajah Rhea melarangnya memalingkan wajah.“Ben, Ya! Ben…”“Aku tak bisa berpikir jernih.” benak Rhea, dia melingkarkan tangan dibelakang leher Benjamin, mengikuti permainannya.“Benar seperti itu.” Benjamin kembali mencumbu bibir manis Rhea.Lantas Benjamin perlahan merebahkan tubuh Rhea kekasur, sembari terus menjamahnya.Serangkaian adegan-adegan panas terjadi antar keduanya.Selesai bercengkerama dengan gelora gairah. Benjamin memandangi wanitanya yang tertidur kelelahan.“Aku tak menyangka akan melakukannya lagi denganmu dan kau tak menolak ku. Matamu yang indah tak lagi terlihat menatapku dengan keji.” terbesit senyum puas dibibir Benjamin, dia mencium kening istriny
Read more
Blam...
Rhea mengenakan kembali piyamanya dan terus memastikan bahwa Benjamin tak mengintip.Setelah selesai, Rhea merasa tubuhnya lengket, dan perlu membersihkannya. Dia ingin bangun dan menuju kamar mandi. Namun, dia bahkan tak bisa bangun dari ranjangnya.Hari ini Benjamin melakukannya dengan lembut, namun mengapa dia sampai kesulitan seperti ini?Rhea menatap Benjamin kesal, mengapa hanya dia yang terlihat biasa saja.Setelah yakin Rhea selesai mengenakan bajunya, Benjamin menatap Rhea kembali. “Kau tampak kesulitan.” ucapnya.“Ini karena ulahmu.” jawabnya ketus.Benjamin tertawa kecil sembari menatap Rhea dengan intens. “Aku terlalu bersemangat.”Benjamin menyentuh lembut punggung tangan Rhea. “Jika kau merasa tak nyaman maka katakan saja.”Rhea menghela napas pelan.“Baiklah!” Rhea menatap Benjamin yang bahkan tak berniat beranjak dari kamar. “Kau masih disini? Tidakkah kau pergi untuk urusan kerja?”“Ku rasa kau membutuhkanku disini.” jawab Benjamin.“Kau tak perlu menungguku, kau bis
Read more
Kekejaman Tuan Benjamin
Setelah Benjamin pergi entah mengapa Rhea merasa kosong dan kesepian. Meski ada pelayan Marie dan juga Ina yang menemaninya bak teman. Namun, kebosanan terus menyerang. “Hei, Ina. Aku ingin keluar. Bisakah tolong katakana pada Ray untuk memberi tahu pada Benjamin agar memberiku izin.” pinta Rhea. Ya! Dia ingin mencoba apakah Benjamin akan memberinya keleluasaan untuk keluar? Rhea tau situasinya dan Benjamin telah membaik maka tak ada alasan menahannya terus didalam kamar yang menyesakkan. “Berdiam dikamar tentu membosankan. Aku akan meminta Ray menghubungi Tuan dan meminta izin.” Ina bergegas berlari keluar menemui Ray. Ray rupanya pelayan kepercayaan Benjamin. Dan memiliki otoritas dalam bertindak selama Benjamin tak ada dikediamannya. Dan dia pria yang bersenjata yang selalu disembunyikan dibagian tak tertebak. Rhea juga pelayan-pelayan wanita tak pernah menyadari itu, yang mereka tau Ray pria yang tak banyak bicara, namun sangat cepat dalam bertindak. “Anda berniat pergi kema
Read more
Ups!
Rhea memang ingin pergi keluar dan menghirup udara segar namun dia tak memiliki tujuan. Pada akhirnya dia mengikuti saran Marie pergi ke Mall. Lalu hal yang lebih mengesalkan bagi Rhea adalah dia ditemani oleh empat pelayan sekaligus, Ina, Marie, Caca, dan bahkan Ray. Mereka keluar dengan pakaian biasa bukan pakaian pelayan yang mencolok, mereka pandai menempatkan diri agar tak tersorot. Ray berkata dengan sangat sopan. “Meski anda merasa tak nyaman, namun Tuan hanya memperbolehkan anda keluar jika saya juga ikut mendampingi.” Jelasnya, bak tahu nyonyanya merasa kurang nyaman karena kehadirannya. “Benarkah begitu atau kau takut aku melarikan diri! dan kau berakhir dimarahi oleh tuan mu?!” tebak Rhea. “Saya yakin anda tak akan melakukan tindakkan itu.” jawab Ray dengan sopan. “Cih! Yakin sekali.” cerca Rhea. Seperti kebanyakan perempuan, Ina, Marie, dan Caca sibuk melihat-lihat berbagai macam produk. Bahkan Rhea pun tak luput, dia ikut bergabung dengan kesenangan sesaat itu. "Nyo
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status