Malam yang panas antara dia dan seorang pria membuat Rhea mengandung. Semua menjadi runyam ketika Ayah dan Ibu tirinya mengetahui hal itu. Rhea diusir dari rumah tanpa mendengarkan penjelasannya. Dia pergi tanpa tau harus kemana. Disisi lain pria yang menghabiskan malam dengannya terus mencari keberadaannya. Hingga Pada akhirnya dia memilih ikut bersama dengan pria itu hanya untuk malam itu. Namun, pria itu tak berniat melepaskannya.
view moreRhea harus lembur lagi malam ini. Ia baru saja hendak pulang namun, langit sudah tampak mendung dengan angin malam menderu, dinginnya begitu menusuk.
Rhea hendak bersiap untuk menerobos hujan, dia mengeluarkan payung dalam tasnya. Namun, saat sedang membuka payungnya dia melihat seorang pria duduk di sebuah pohon yang tak jauh darinya. Pria itu tampak waspada dan gemetaran.Ketika hujan mulai deras, pria itu tidak juga beranjak. Rhea pun melangkah, dan berhenti tepat di sebelah pria itu.“Hei, Tuan, kena—Oh, ya ampun!” Rhea kemudian menutup mulutnya terkejut kala melihat tubuh pria itu yang penuh darah. Rhea, lantas memayungi pria itu."Aku akan segera mencari bantuan.” Rhea menjadi panik.Sebelum pergi mencari bantuan tangan Rhea merogoh tasnya dan mengeluarkan tisu yang selalu dia bawa. “Aku hanya punya ini. Jadi ambillah,”Rhea memberikan beberapa lembar tisu pada pria itu.“Aku tak butuh,” jawab pria itu, sembari menarik tali tudung jaketnya hingga hampir menutupi wajahnya. Meski pria itu tengah terluka, suaranya terdengar berat namun terkesan tegas.Rhea sadar pria itu kesal padanya, tapi Rhea tak akan meninggalkan pria yang sedang terluka di tengah malam dengan hujan lebat.Akhirnya, Rhea berinisiatif mengusap darah di bagian tubuh pria itu. Namun, pria itu menepis tangannya, rasanya dia tak suka disentuh sembarang.Tapi Rhea sangat keras kepala. “Diamlah!”Rhea tetap membersihkan luka pria itu, sekalipun pria itu tampak tak nyaman. “Bagaimana kau bisa terluka separah ini?” gumam Rhea.Pria itu tidak menjawab, dan malah sibuk memperhatikan wajahnya.Drap! Drap! Drap!Rhea melihat sekitar lima orang tiba-tiba saja berkerumun tak jauh dari mereka. Ia merasa lega dan hendak meminta bantuan pada mereka.Hanya saja. pria itu tiba-tiba menarik lengannya hingga dia terjatuh ke dalam pelukan pria itu.“Tuan, jangan bertindak cabul pada orang yang ingin membantu!” suara Rhea terdengar menahan marah. Dia tak menduga pria yang dia bantu akan bersikap kurang ajar.“Dengarkan dulu, mereka adalah penyebab dari lukaku. Jadi diamlah, jika kau tak ingin mati bersamaku,” bisik pria itu pelan.Rhea terdiam, mencerna kalimat itu. Jadi, apakah orang-orang itu penjahatnya?“Hey, apa kau lihat dua orang di sana?” pria penjahat itu menunjuk ke arah mereka.Sontak Rhea memeluk pria itu erat, dia takut akan ketahuan. Pria itu pula memeluknya erat, bak berusaha menyakinkan bahwa mereka benar kekasih.Pria itu tiba-tiba saja mencubit lengannya keras.“Auu! Sakit, kau gila!” rintih Rhea dengan sedikit berteriak.“Ya, mereka berbuat mesum di kondisi hujan. Terlebih di bawah pohon dengan hanya ditutupi payung,” timpal pria berpakaian hitam yang lainnya.Tak lama kemudian, Rhea mendengar langkah mereka mulai menjauh. Pada saat itulah Rhea mengangkat kepala dan melihat sekilas wajah pria itu. Hidung mancung dengan bibir seksi.Rhea pun tersadar, wajahnya merona. Ia segera mendorong pria itu kasar, lantas berdiri cepat.“Kau menggunakanku, dasar picik!!”“Aw! Kau mendorong tepat di lukaku, Nona!” rintih pria itu menahan sakit.“Aku tak peduli,” gerutunya.Pria itu tiba-tiba terlihat melemah, membuat Rhea panik “Jangan mati dan tetap diam aku akan mencari bantuan!”Rhea berlari ke jalanan, mungkin saja seseorang akan melintas. Namun, jalanan tampak sepi satupun tak ada kendaraan yang berlalu lalang. Tak menemukan siapapun untuk membantu pria itu, dia memilih kembali sebelum pria itu kehilangan kesadarannya.Ketika Rhea kembali pria itu sudah tidak ada. Pria itu menghilang sebelum dia tahu nama dan wajahnya.Pada akhirnya Rhea pulang ke kediamannya. Jam sudah menunjukkan dini hari. Gara-gara pria mesum itu, Rhea jadi pulang semakin larut. Ia hanya berharap seluruh orang di rumah sudah tidur.Sebelum masuk Rhea memastikan bahwa tak ada orang rumah yang terbangun. Dengan hati-hati dia melangkah masuk. Namun…"Ah, siapa ini?"Rhea tersentak kaget. Dia mendongak melihat Ibu tirinya-Vareli Dominic berdiri di atas anak tangga sembari menatapnya dengan menyelidik.Rhea mengepal kuat jemarinya. Vareli Dominic Wanita yang merebut posisi Ibunya dan selalu saja berusaha mengganggunya. Semuanya semata agar Rhea tersingkir dan adik tirinya bisa mewarisi semua kekayaan keluarga Dominic.Tak semua Ibu tiri jahat, namun ibu tiri Rhea adalah wanita iblis yang merebut kebahagiaan orang lain. Dan bagi Vareli, Rhea hanya batu sandungan untuk putri tercintanya."Kenapa kau baru pulang?" tanyanya yang tampak sangat penasaran."Tentu saja lembur kerja."Memberitahu bahwa dia membantu seorang pria tak berdaya tak mungkin akan di percaya."Kau cukup berantakan jika hanya lembur kerja.""Huh! Aku tak meminta kau percaya!” Rhea mengangkat bahunya acuh."Rhea!" suara menggelegar yang menakutkan, sorot mata tajam terarah padanya.Rhea menoleh kearah sumber suara. Ayahnya tampak murka."Dari mana saja kau, huh?! Kau seorang putri Dominic jangan membuat skandal memalukan! Sudah cukup memalukan hanya menjadi karyawan biasa!" teriak lantang Ayahnya."Aku lembur.”"Ha! lembur yang tak berguna. Berhenti dari pekerjaan itu. Kau tak akan menjadi apapun dengan tetap menjadi karyawan biasa. Lihat adikmu, dia akan mulai bermain peran dengan aktor terkenal. Namanya sebentar lagi melejit. Harusnya, kau tak membangkang dan mendengarkan kata Ayahmu, bukan tetap sok keras." cibir Ayahnya dengan tawa meledek.Hendra De Dominic, Ayah Rhea, adalah pria yang tegas dan mementingkan citranya. Hendra adalah seorang sutradara film yang terkenal ikonik. Harapan Ayahnya agar Rhea menjadi seorang pemeran dalam perfilman.Rhea yang cantik, tinggi nan langsing, kulit kuning langsat dengan mata hitam legam yang indah, tentunya menjadi keuntungan tak bisa terelakkan. Namun, Rhea selalu menolak dan berkata dia tidak tertarik di bidang yang digarap Ayahnya. Dia ingin bebas mengekspresikan hal yang dia sukai.Rhea menolak bukan tanpa sebab, semua bermula dari kekecewaan Rhea pada Ayahnya saat Ibunya masih hidup. Ayahnya selalu beralasan sibuk dan tak memiliki waktu untuk keluarga.Namun, suatu hari sang Ayah membawa selingkuhannya ke rumah di saat Ibunya tengah sakit dan itu mengakibatkan Ibunya meninggal. Ya, istri Ayahnya sekarang adalah pemain film garapan sang Ayah sendiri, dia berselingkuh lama dengannya kala itu.“Ya! katakan apapun sesuka Ayah,” Rhea tak peduli dengan cercaan Ayahnya. Kemudian dia pergi begitu saja ke kamarnya.__Beberapa minggu berlalu dan Rhea menjalani harinya seperti biasa.Tapi, tidak di rumah, tidak di kantor, Rhea selalu saja mendapat perlakuan tidak adil. Padahal dia selalu yang mendapat jatah lembur, tapi dirinya juga yang harus dipecat dari pekerjaan ini. Hanya karena manager ingin memasukan keponakannya di perusahaan itu.Dia masih kesal. "Sial! Sialan!" gerutunya sembari sibuk menekan-nekan keyboard ponselnya.Dia tengah sibuk mencerca manager di sosial medianya. Dia tak terima atas pemecatan tiba-tiba tanpa alasan jelas. Sesekali matanya teralih ke arah jalanan yang ramai lalu lalang kendaraan. Ya, kota metropolitan masih ramai di jam ini.Rhea lantas berhenti di pemberhentian taksi. Beberapa menit dengan posisi yang masih sama akhirnya sebuah mobil hitam terhenti tepat di depannya.Tanpa pikir panjang, dia bergegas masuk ke dalam mobil, tanpa memastikan lebih dulu dia duduk di kursi belakang."Jalan Nusa Indah," ucap Rhea sembari mengatur posisi duduk di kursi. Perhatiannya terfokus pada ponselnya.Pengemudi lantas menginjak pedal gas, mobil melaju dengan pelan menyusuri jalanan.“Nona baru pulang kerja?" tanya pengemudi itu."Ah, iya benar," jawab Rhea tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponselnya."Bukankah sebagai wanita pulang larut malam bukan hal yang baik?"Sekejap, Rhea menghentikan jemarinya yang sibuk menekan keyboard ponsel. Dia melirik pengemudi itu. Kemudian dia kembali menyibukkan diri dengan ponselnya. Dia tak berniat menjawab.Perhatian Rhea teralih ke luar jendela, dia terperanjat menyadari pengemudi taksi ini tak melewati arah jalan seharusnya.Kemudian, dia tersadar mobil yang dia naiki tak seperti taksi biasanya, mobil dengan interior mewah terlebih tampak fitur-fitur teknologi canggih.Ya, mobil yang dia naiki adalah Rolls-Royce Cullinan. Dan pria pengemudi itu anehnya tampak seperti seorang gangster dengan pakaian blazer yang chic. Seketika Rhea menjadi takut."Turunkan aku sekarang!" bentak Rhea."Tujuanmu masih jauh, Nona.”"Aku bilang, turunkan aku sekarang!" pekik Rhea lantang, berisi kecemasan di dalamnya.Rhea berusaha membuka pintu, namun terkunci. Sekuat tenaga dia berusaha tetap saja gagal.Rhea kembali membuka ponselnya. Ya, dia akan menghubungi seseorang yang akan membantunya. Namun....Seseorang meraih ponselnya dengan cepat, sebelum dirinya berhasil menghubungi seseorang. Rhea menoleh ke belakang, rupanya di bangku belakang terdapat seorang lagi.Ia membelalak, sedari tadi dia bukan berdua tetapi bertiga.Kemudian pria di belakang membekap hidung Rhea dengan sesuatu. Seketika ia kehilangan kesadarannya.Rhea tak tahu apa yang terjadi setelah itu, hanya saja ketika kesadarannya kembali, kepalanya terasa berdenyut.Rhea terperanjat kala menyadari sekelilingnya yang asing. Ruangan gelap tanpa pencahayaan, terlebih dia tak tahu apa yang menantinya di sini.Bergegas dia bangkit dari kasur, menuju pintu. Beberapa kali berusaha membukanya, menggedor, dan berharap seseorang akan menyelamatkannya.Namun, tiba-tiba seorang pria berada tepat di belakang tubuhnya.Pria yang tinggi dengan bahu lebar, samar-samar tampak wajah dengan rahang tegasnya. Rambut pria itu menutupi sebagian matanya.Tanpa aba pria itu langsung meraih tangannya, menyeretnya menuju kasur, lalu melemparnya sedikit kasar ke kasur. Pria itu mencengkeram kuat kedua tangan Rhea, memblokir geraknya agar tak berontak.Jemari yang besar kemudian menyentuh dagu lancip Rhea, memaksa agar ia tak memalingkan wajahnya, napas pria itu terdengar menderu-deru. Kala mata Rhea dan pria itu bersitatap, dia bergidik. Pancaran mata hitam legam pria itu menakutinya.Ketakutan kian mencekiknya. "Tidak!"Pria itu lantas menutup mata Rhea dengan jemari besarnya. Rhea berusaha terus berontak, kemudian sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Rasanya, tercium bau kuat dari pria itu. Alkohol?! dan anehnya, ia merasa seolah ikut terbuai. Namun, logikanya terus memaksa untuk menghentikannya. Dia tak mungkin melakukannya dengan pria asing.Rhea berusaha melepaskan tangan yang menutup matanya. Namun dia tersentak, kala bibir lembut itu menjalar disekitar leher dan perlahan menjamah tubuh lainnya dengan tangan pria itu yang ikut bermain-main ditubuhnya.Rhea tak mampu melawan, air matanya meniti. Dia mengigit bibirnya kuat, dengan harapan bahwa ini khayalannya. Tapi, perasaan dan sentuhan ini terasa begitu nyata.Di balik kain penutup wajahnya, Rhea hanya bisa mendengar suara langkah, desahan napas berat, dan keheningan yang terasa seperti ancaman tak kasat mata.Mobil berguncang sesekali. Jalanan yang dilalui tampak bukan jalan utama—mungkin sengaja dipilih untuk menghindari perhatian.Dalam kegelapan, Rhea mencoba menghitung waktu, menebak arah berdasarkan belokan, durasi, dan kecepatan. Ia mengandalkan naluri yang telah terasah oleh berbagai ancaman sejak terlibat dengan Benjamin.Dia berusaha berani di tengah ketakutan. Jantungnya berdetak kencang, jemarinya bergetar, dan keringat membasahi dahinya. Ia hanya bisa mengepal jemarinya, menahan ketakutannya, sembari berharap Benjamin segera datang.Saat-saat seperti ini, satu hal yang diyakininya—suaminya akan datang lebih cepat."Ben... segeralah datang," gumam Rhea dalam hati.Tiba-tiba, suara Lili terdengar dari bangku depan. "Kau tahu, aku membenci wajahmu sejak dulu. Terlalu sempurna. Semua orang memujimu. Sialan!!"Rhea terdiam, tak ingi
Saat tiba di halaman depan, Ray sudah menunggunya di samping mobil yang akan membawanya pergi. "Silahkan masuk nyonya," Ray tersenyum tipis. Ia kemudian membukakan pintu mobil untuk Rhea. Begitu Rhea naik, beberapa pelayan-Ina dan Caca juga bersiap di tempat mereka masing-masing, kali ini pelayan Marie tidak ikut. Rhea menghela napas, menyandarkan tubuhnya di kursi. Akhirnya, ia akan bertemu dengan neneknya lagi....Begitu memasuki Equator cafe, aroma kopi yang khas langsung menyambutnya, bercampur dengan wangi vanilla dan sedikit kayu manis. Kafe itu memiliki suasana hangat dan elegan, dengan pencahayaan temaram dari lampu gantung berdesain vintage yang menggantung rendah di atas meja-meja kayu mahoni.Dindingnya dihiasi dengan rak buku berisi novel-novel klasik, beberapa lukisan bernuansa tropis, serta jendela besar dengan tirai berwarna krem yang membiarkan cahaya matahari sore masuk dengan lembut. Di sudut ruangan, ada grand piano yang di mainkan dengan melodi jazz ringan, men
Benjamin menyibak kasar rambutnya, tampak berpikir keras. Dia masih ragu memberi izin Rhea untuk keluar sekalipun di temani Ray atau pelayan lain. Rhea melihat suaminya bimbang segera menyentuh ujung bajunya, "Kau harus menepati janji mu." katanya dengan mata membulat penuh harap. "Ugh! itu curang." dengus Benjamin. Dia benar-benar lemah terhadap istrinya. Namun, senyum kecil akhirnya terukir di bibirnya. "Aku memintamu mencium pipi, bukan bibir. Artinya, kesepakatan kita tidak sah."Rhea menyipitkan mata, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri dengan lembut. "Sayang sekali, padahal aku masih ingin mengecup bibirmu. Baiklah, aku berubah pikiran. Aku akan mengecup pipimu saja."Sedikit berjinjit, Rhea melingkarkan tangannya di leher suaminya, lalu mengecup pipi Benjamin tanpa aba-aba.Benjamin mematung. Istrinya tidak biasa bersikap agresif seperti ini. Biasanya, Rhea hanya akan bersikap manja atau menyentuhnya lebih dulu jika menginginkan sesuatu darinya. Mengingat hal itu, Benjamin
"Mau sampai kapan memelukku seperti ini?" Rhea menatap Benjamin dengan malas. Mentari mulai meninggi, sinarnya menembus tirai jendela, namun Benjamin tampaknya tak berniat beranjak dari kasur. Sebaliknya, pelukannya justru semakin erat, seolah enggan melepaskannya. "Sebentar lagi," gumamnya manja. "Kau tahu, pertikaian kemarin membuatku lelah. Aku butuh pelukanmu untuk mengisi tenaga."Rhea mendengus pelan. "Kau begitu berlebihan," ujarnya, berusaha melepaskan diri. Dia meraih ponsel di atas meja, alisnya sedikit berkerut saat layar terus bergetar. "Ini berisik sekali. Tampaknya orang-orangmu mencari. Mungkin masalah pekerjaan."Dia menyodorkan ponsel itu pada Benjamin, tapi alih-alih menerimanya, pria itu justru bangkit dari posisi tidurnya dan menyandarkan dagunya di bahu Rhea, kembali memeluknya dari belakang. "Biarkan saja, itu tidak penting," ujarnya santai, lalu meletakkan ponsel sembarangan di atas ranjang. Rhea menghela napas, tapi sebelum sempat berkata apa-apa, ses
Hendra mencengkeram kuat pundak Lili, jemarinya menekan hingga terasa nyeri. Matanya menusuk tajam, menatap putrinya tanpa belas kasihan. "Mengapa tak ada hasil, huh?! Banyak bulan terlewati, tapi kau tak mampu membujuk kakak mu!!" Suaranya menggelegar, memenuhi ruangan dengan amarah yang tak tertahan."Aku merugi! Reputasi hancur, dan film-film ku gagal!!" teriak lantang Hendra. Kemarahannya semakin meledak-ledak. Lili tersentak, bahunya bergetar, matanya berkaca-kaca. Ketakukan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia tak berani menatap mata Ayahnya, hanya bisa menunduk dalam ketakutan. Hidupnya tak tenang. Hari-harinya di penuhi amarah Ayahnya, dan dia masih menyalahkan Rhea atas situasinya sekarang.Jemari Lili mengepal erat, menahan gejolak emosinya. "Karena Rhea hari ku berubah seperti neraka." benaknya di penuhi kekesalan membara."Kegagalan yang paling ku takutkan, semuanya terjadi karena putri bodoh!!" Hendra semakin mencengkeram pundak Lili, genggamannya kian kuat. Tatapannya ber
Rhea termenung di atas kasur nya. Sampai pagi menyapa, Benjamin benar-benar tak menemuinya. Ya! ketenangan yang dia inginkan sejak kemarin. "Namun, mengapa aku sedikit kecewa?" Entah mengapa hatinya terasa resah sejak semalam. Keseharian yang tak biasa Rhea lewati tanpa adanya kehadiran Benjamin. Rhea ingat bahwa setidaknya setiap Benjamin pergi untuk mengurus pekerjaannya. Dia tak pernah pergi tanpa menemuinya lebih dulu. Dia akan datang dengan kata manis yang di rangkai indah, lalu bersikap manja padanya. Marah sekalipun pada akhirnya Benjamin akan menemuinya bak tak terjadi hal apapun, dan hari-hari akan berjalan seperti biasa. "Untuk apa aku memikirkannya." Rhea tak akan ambil pusing tentang Benjamin lagi. Lagipula pria yang membawa wanita yang katanya di cintai namun tak berniat menjadikannya rumah. Rasanya sia-sia. Rhea menghabiskan waktu nya seperti biasa. Dia sibuk dengan kegiatan barunya merajut baju. Hingga malam tiba, Benjamin benar-benar tak terlihat.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments