Semua Bab Ifat: Bab 81 - Bab 90
165 Bab
Bab 81: Menghidupkan Bayang-Bayang
Bab 81: Menghidupkan Bayang-Bayang**Live! Live ! Live ! Siaran langsung!Lampu-lampu masih belum dinyalakan. Panggung, tribun, dan seluruh ruangan studio menghitam dengan kegelapan. Ribuan penonton yang memadati ruang studio di gedung ini menunggu sebuah momen.Pun demikian dengan ketiga juri Audisi Bintang Indonesia yang duduk di depan panggung. Juga demikian dengan personil grup band pengiring yang ada di balik layar.Pula demikian dengan kru televisi yang ke-semuanya siaga di depan kamera, tombol-tombol di ruang kontrol, monitor-monitor dan kabel-kabel.Jutaan televisi yang menyala di hampir seluruh Indonesia masih menampilkan iklan sebuah makanan dari olahan daging, disusul kemudian dengan iklan minuman energi.Di penghujung iklan yang terakhir itu, seseorang yang berada di dalam studio mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Tangan kirinya mendekatkan speaker radio yang menyatu dengan hea
Baca selengkapnya
Bab 82: Tata
Bab 82: Tata**“Emm, anu,” suara Johan terdengar mengambang. “Saya memaksudkan ini sebagai tribute kepada..,  almarhum Gesang yang belum lama berpulang. Juga, karena.., saya ingin mengenang.”“Mengenang? Mengenang apa?”“Mengenang pertemuan.”“Pertemuan dengan siapa? Dengan seseorang yang istimewa ya?”Johan tersenyum, bersamaan dengan itu ia berbisik dalam hati.“Dengan Muhammad,,” ******** “Fatih!”“The..!!”“Poooooooohh!!”BYAAAAARR!!!Pintu di depanku terbuka. Bunga api menyembur. Lampu-lampu sorot menembak laksana batang-batang cahaya.Musik instrumental keroncong Bengawan Solo pun menghentak seirama langkah kakiku yang pertama. Gaungnya membahana di telingaku dan gemanya menggelora di jiwaku.Aku melangkah dalam iringan sorak
Baca selengkapnya
Bab 83: Cengkerama Cinta
Bab 83: Cengkerama Cinta**Tata, wanita yang anggun bagi siapa pun lelaki yang punya mata, yang cantik bestari dalam semua definisi, yang kulitnya putih sedikit langsat tanpa sebercak pun noktah cacat.Yang hidungnya bangir tanpa satu pun pemahat bisa mengukir, yang bola matanya kebiruan bersinar seri di mana ia mendapatkan itu dari kakek ibunya yang berdarah Turki.., dan, lalu, semua pesona itu tak sedikit pun mampu membuat Ifat goyah dan tergoda??Tata sampai merasa takjub sendiri ketika dia membuat sebuah permisalan;Berdirilah dia di tengah alun-alun kota sambil membuka busana supaya seluruh dunia melihatnya. Namun, jika ada lelaki yang menundukkan kepala dan mengalihkan pandangan matanya, maka dia itu Ifat-lah orangnya!Dia bukan laki-laki oportunis! Apa pun itu, dia punya prinsip hidup yang magis!Di dalam kekhilafannya Tata bahkan sudah menyerahkan seluruh apa pun yang ia punya pada lelaki yang postur tubuhnya tidak bisa dikat
Baca selengkapnya
Bab 84: Konichi
Bab 84: Konichi** “Konyol kamu, ih! Bagaimana Kakak bisa tahu, kamu saja bicaranya ngumpet di dalam kamar. Seandainya bicara di samping Kakak sini juga tidak bakalan Kakak nguping.”Ika menggelengkan kepalanya beberapa kali. Bersamaan dengan tangannya menekan dada ia menghembuskan nafas dengan bentuk bibir yang membulat seakan baru saja selesai lari sprint 100 meter.“Jadi begini, aku mulai dari awal saja ya. Mudah-mudahan Kakak tidak kena serangan jantung. Siap?”“Sudah, cepat cerita ah!”“Jihan.., naksir Bang Ifat!”Riska mendadak terperangah, mulutnya terbuka setengah.“Dia tergila-gila setengah mati pada Bang Ifat, Kak!”Riska tetap terperangah, matanya berkedip-kedip dengan pandangan kosong.“Tapi, Jihan ditolak oleh Bang Ifat. Nah, terus, Bang Ifat masih memberi peluang pada Jihan, dengan cara mengajukan syarat yang har
Baca selengkapnya
Bab 85: Lemari Dua Pintu
Bab 85: Lemari Dua Pintu**“Please welcome..,”“Konichi..,”“Takegawaaaaa..!!!”Sumo, sebatas yang aku tahu, adalah olahraga tradisional Jepang yang berkaitan dengan ritual keagamaan. Inti dari pertandingan sumo ini adalah mendorong lawan untuk keluar dari garis lingkaran, atau menjatuhkan si lawan ke lantai yang umumnya terbuat dari pasir.Hal itu bisa dengan cara membanting, mendorong dan atau menampar.Hahh?? Menampar, atau memukul??Aku baru tahu itu! Dan, dan, Konichi Takegawa itu pernah beberapa kali memenangi pertandingan dengan cara menampar itu. KO! Knock Out!Si lawan jatuh dan tak bisa bangun! Edan, cepat sekali gerakan tangannya. Waktu menontonnya, aku sampai beberapa kali me-rewind tayangan video untuk melihat momen itu.Teringat itu aku langsung jantungan. Konichi Takegawa yang tinggi besar, gemuk dan buntal itu, mempunyai gerakan tangan yang nya
Baca selengkapnya
Bab 86: Hadiah Dari Malaikat
Bab 86: Hadiah Dari Malaikat**Keesokan paginya..,Aku bangun pukul tujuh. Sedikit menyelesaikan urusan di kamar mandi, kemudian aku berjalan menuju ruang fitness untuk melakukan jogging. Aku memakai celana training selutut dan kaos tak berlengan berwarna hitam. Tidak lupa, aku juga memakai sepatu khusus lari untuk meminimalisir resiko cedera.Reynold, Bondan, Wisnu dan dua orang tim pendukungku pasti bangun siang. Tadi malam mereka mabuk di aula gedung arena bersama geng dan konco-konconya.Mereka merayakan kemenanganku atas Konichi, juga kemenangan taruhan mereka atas lawan yang entah siapa-siapa saja, baik lokal maupun manca negara.Ada pun Josep, kulihat tadi malam ia bersama Robert Tidar dalam satu mobil, menuju rumah utama Big Boss yang juga merupakan kantor pusat, yang sampai sekarang pun aku tidak tahu di mana tepatnya.  Hadi Wijaya, alias Big Boss itu, meraih untung besar dalam kapasitasnya sebagai
Baca selengkapnya
Bab 87: Cindy
Bab 87: Cindy**Sekuat tenaga dan sekuat pikiranku, aku berusaha menghibur Idah. Aku mengajaknya bermain di taman belakang rumah Menteng.Aku mendorongkan ayunan untuknya. Aku juga mengajari dia merangkai karet gelang, sambung menyambung tak terputus hingga panjangnya mencapai sekitar lima meter.Ujung yang satu aku tambat pada sebuah pohon dan ujung lainnya aku pegang. Aku memutar-mutar tali karet, dan mengajak Idah bermain lompat tali, memutar dan melompat bergantian.Dia tertawa, dan aku bahagia. Setidaknya untuk saat ini saja, dia bisa menikmati masa kecilnya, dan setidaknya untuk saat ini saja aku bisa menikmati kenangan masa kecilku bersama Ainun.Lelah bermain lompat tali, kami masuk ke dalam dan menonton film kartun di televisi. Sambil mengudap kuaci, kami bertukar cerita tentang itu dan ini.Sebagian ceritaku pada Idah adalah bohong, tentu saja. Sebaliknya, semua cerita Idah padaku adalah benar dan jujur adanya.Terma
Baca selengkapnya
Bab 88: Menara Berkubah Cinta
Bab 88:  Menara Berkubah Cinta**Lima menit, kurang lebih, untuk waktu yang sangat sebentar itu. Hanya seratus meter, untuk jarak yang tidak jauh itu. Jihan merasakan sesuatu yang membuatnya merasa sangat nyaman.Ia merasa dilindungi dan terlindungi, merasa diayomi dan terayomi. Apa lagi? Dihormati dan terhormati!Jihan merasa mendapat perlakuan terlayak dan sebenar-benarnya sebagai perempuan, serupa putri kerajaan ketika Ifat membimbingnya berjalan sepanjang pelataran mall SKA dan terus mengawal dan menjaganya dari kemungkinan bahaya dari sekitarnya.Jihan merasakan ketentraman dari tangan Ifat yang menempel di pundaknya sembari terus berpindah posisi kanan dan kiri, seakan-akan Ifat sedang membangun tameng untuk semua anak panah yang sedang membidiknya.Bahkan, ketika Jihan sudah duduk di dalam taksi, Ifat masih berdiri beberapa saat untuk memastikan tidak ada marabahaya, apa pun itu yang mengejarnya.Benar, Ifat memberikan da
Baca selengkapnya
Bab 89: Utang Moral
Bab 89: Utang Moral**Di sepanjang permainanku bersama Idah tadi siang, aku juga mencari-cari peluang, atau celah untuk bisa membawa Idah kabur. Tidak bisa hari ini, mungkin besok, atau lusa. Demikian pikirku.Tapi aku tidak menemukan celah itu. Penjagaan di rumah Menteng jauh lebih ketat dari yang aku bayangkan sebelumnya.Berbeda dengan rumah Pluit yang setiap hari hanya dijaga seorang sekuriti—Bondan, Wisnu, dan Reynold tidak masuk hitungan.Rumah Menteng dijaga khusus oleh empat anak buah Big Boss, yang dalam sehari-hari mereka berpenampilan seperti tukang kebun, tukang taman, atau sopir, kecuali siapa pun dia yang berpangkat Danru—komandan regu, semacam itu.Dalam perjalanan pulang ke Pluit, aku terus melamun. Aku mereka-reka ulang apa yang aku lakukan sepanjang hari tadi di rumah Menteng.Bondan yang mengemudi hanya berdiam diri di belakang lingkar setir. Aku pun tak ingin ngobrol dengannya. Sepanjang kisahku dari B
Baca selengkapnya
Bab 90: Kurap
Bab 90: Kurap**Sungguh, aku ingin berterima kasih kepada Kassandra. Akan tetapi, tiba-tiba sekarang semuanya menjadi aneh.Aku tinggal di rumah yang sama dengan Kassandra, namun aku sulit menemukannya.“Ya sudahlah..,” pikirku.“Aku akan menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan dia.”Selanjutnya, aku sibuk berlatih. Pagi, siang, sore, malam. Tiada hari tanpa latihan. Pada sasana mini yang terletak di bagian belakang rumah Pluit ini, ada banyak sarana yang bisa aku manfaatkan.Samsak, punchbag, alat-alat kebugaran, boneka lenting, termasuk tiang besar dengan batang-batang kayu di sekelilingnya seperti yang biasa kulihat di film Mandarin.Termasuk juga para lawan latih tanding yang secara pura-pura tak sengaja sering aku pukul, tendang, atau membanting mereka dengan sungguh-sungguh.Bondan, iya, Bondan, hidungnya pernah aku pukul sampai mimisan.“Hihihi..,&rd
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status