All Chapters of Pesan WA Paman Membawaku Menjadi Wanita Sukses: Chapter 11 - Chapter 20
50 Chapters
Pertemuan tak terduga
Aku sempat tak percaya dan meminta mengirimi fotonya dan ibu. Tak lama notifikasi masuk terlihat tiga foto dikirim, foto pertama saat ibu dan adiknya masa kecil. Foto kedua saat keduanya belum terpisah dan terakhir foto sekarang. "Bu ...!" panggilku shock. "Ayu, kenapa Nak?" sahut ibu heran melihatku bengong menatap ponsel. Aku menyerahkan ponsel pada ibu agar melihat kiriman foto dari seseorang yang mengaku Paman. Mata ibu membulat sempurna memandangi foto di ponsel. Berulangkali mengucek matanya agar tidak salah. "Bukankah ini Seno!" seru Ibu terperanjat. Ibu mengalihkan pandangannya ke arahku. "Ayu, darimana kamu dapatkan foto ini? Katakan, Nak!" desak Ibu. "Barusan ada yang mengirim, Bu! Dia mengaku sebagai Paman Ayu. Apa benar Ibu punya adik kandung?" tanyaku setengah tak percaya. Ibu menghembuskan napas pelan, lalu mengangguk. Tapi sejurus kemudian menatap kembali foto itu dan mengelusnya seraya bergumam sendiri. "Seno, di mana kamu sekarang? Mbak kangen sama kamu." Waj
Read more
Kedatangan adik kandung ibu
"Saya membutuhkan asisten untuk membantu tugas saya di kantor maupun di rumah. Apakah kamu mau jadi asisten saya?" tanyanya dengan senyum mengembang. "Apa, asisten Pak?" tanyaku kaget. "Iya, gimana? Mau kan jadi asisten saya?" Sekali lagi Pak Adit bertanya dengan serius. "Tapi, Pak! Saya nggak pantas, saya hanya ingin jadi karyawan aja. Lagian, saya udah bukan gadis lagi," ucapku menunduk malu. "Jadi, kamu udah menikah?" Aku mengangguk dan terlihat Pak Adit mendelik tak percaya. Ya, walaupun aku sudah menikah orang pasti tak percaya karena penampilanku masih seperti gadis. Setelah menikah aku tak banyak bersolek jadi tetap seperti gadis kampung. Terdengar Pak Adit menghela napas. "Kalo gitu, kamu minta ijin dulu sama suami kamu kalo mau menjadi asisten saya." "Nggak perlu ijin, Pak! Saya udah cerai dengan suami saya," jawabku jujur. Kembali Pak Adit menatapku tak percaya, kemudian mengangguk dan tersenyum. Aku heran kenapa Pak Adit malah ingin menjadikanku asisten. Bukankah di
Read more
Ada apa dengan Om Seno?
"Sudah, kamu kerja aja di perusahaan Om. Perusahaan itu akan Om alihkan untukmu," kata Om Seno serius. Uhuuk !! Balik aku yang tersedak. Terkejut mendengar Om Seno mengatakan yang mimpi pun aku tak berani. Ibu juga tak kalah kaget, lalu menoleh Om Seno. "Seno, jangan becanda kamu!" ucap Ibu heran. "Aku serius, Mbak! Rencana perusahaan memang ingin aku beri sama Ayu untuk diurus. Aku sudah tua nggak selamanya berkutat di sana terus, aku ingin lebih cepat pensiun," jawab Om Seno dengan nada lelah. "Tapi, Om kan punya Widya! Kenapa nggak Om suruh aja dia, secara dia lebih berhak karena anak Om," kataku menolak halus. Terdengar berat napas yang dikeluarkan Om Seno, ekspresi wajahnya sulit dimengerti. Om Seno menghentikan makan dan melamun. Ibu dan aku bingung kenapa Om Seno jadi sedih. Ibu lalu menepuk pundak Om Seno. "Seno, ada apa? Sepertinya kamu menyimpan beban, apa mau cerita sama Mbak?" "Mbak, kalo aku cerita kalian nggak akan percaya. Kalian bisa lihat sendiri nanti, aku ha
Read more
Hari pertama menjadi asisten
Di pasar, aku membeli berbagai kebutuhan dapur. Mulai dari sayur, ikan, daging, bumbu dapur dan rempah-rempah. Terakhir mampir ke supermarket membeli gula, minyak, susu, teh, dan lainnya. Semua total belanjaan aku tulis di kertas, agar jika Pak Adit tanya aku bisa menunjukkan buktinya. Sisa tinggal seratus ribu untuk ongkos pulang balik. Sampai di rumah, dibantu satpam aku membawa barang belanjaan ke dapur. "Pak, terima kasih udah bantu saya!" "Sama-sama, Neng!" jawabnya tersenyum. "Pak, saya mau tanya! Kok rumah ini sepi sekali, kemana orang tua dan pembantu Pak Adit?" tanyaku ingin tau. Satpam tertawa. "Pak Adit memang tinggal sendiri, Neng! Orang tuanya di luar negeri, jarang datang kemari kalo nggak ada urusan." "Oh, begitu ya, Pak! Lalu untuk urusan makan dan rumah siapa yang mengerjakan kalo nggak ada pembantu?" tanyaku lagi, ini lebih aneh bagaimana Pak Adit bisa hidup sendiri. "Ehm, sebenarnya Pak Adit nggak suka pake pembantu. Dulu ada kejadian pembantu suka diam-diam m
Read more
Cerita Pak Adit
"Ayu, Yu ...!" Bahu yang terguncang membuatku tersentak bangun. Aku pun membuka mata lalu terkejut, saat Pak Adit sudah berdiri di depanku. Tapi, yang membuat lebih kaget aku sudah berada di atas kasur. Loh, bukankah aku tidur di atas sajadah kok bisa berpindah di kasur. Di tengah kebingungan, suara Pak Adit menyadarkan. "Ayu, apa kamu sudah sadar!" sindir Pak Adit. Seketika aku menatap Pak Adit, malu. Ya seharusnya aku segera menyahut panggilannya tadi, ini malah bingung sendiri. Kemudian aku menurunkan kaki dan duduk di tepi kasur. "Maaf, Pak! Saya ketiduran, apa ada yang perlu saya lakukan?" tanyaku sigap. "Sudah sore, kita pulang aja!" kata Pak Adit kecewa. Astaga! Sudah sore, berarti aku kelamaan tidur tapi kenapa Pak Adit tidak membangunkan aku? Melihat ekspresi Pak Adit yang masih cemberut membuatku ingin tertawa tapi mencoba tahan. "Maaf, Pak! Lain kali saya nggak tidur lagi, jujur saya capek karena baru hari pertama kerja. Mohon Pak Adit maklumi," ujarku menyatukan tan
Read more
Bertemu klien
Usai mendengarkan cerita Pak Adit, aku melirik pergelangan tepatnya di jam tangan. Sudah malam gimana aku pulangnya, angkot pasti sudah sepi. "Pak, udah malam! Saya pulang dulu ya," kataku sambil beranjak bangun. "Tunggu, biar diantar Pak Budi!" ujar Pak Adit mencegah. "Nggak usah, Pak! Lagian Pak Budi juga udah pulang, biar saya naik angkot aja," jawabku menolak. "Angkot nggak ada lagi yang lewat, sudah sepi kalo terjadi apa-apa gimana? Saya nggak mau disalahkan, sudah biar saya aja yang antar," ucap Pak Adit sambil masuk mengambil jaket dan kunci mobil. Aku pun menurut lalu bersiap mengganti baju dan membawa daster untuk dicuci di rumah baru dikembalikan. Terdengar suara mobil sudah di depan rumah, gegas aku keluar dan masuk ke mobil. Pak Adit melongo melihatku. "Kenapa bajunya ditukar lagi? Kan itu sudah kotor, kenapa nggak pake daster?" "Pak, saya malu pulang kerja pake daster kalo dilihat orang nggak enak. Jadi, saya tukar lagi, nggak apa-apa kan? Nanti setelah dasternya d
Read more
Satu persatu terkuak
Sesaat setelah memasuki restoran, Pak Adit menunjuk seorang pria sedang duduk menunggu. Kami pun berjalan menghampirinya dan setelah dekat Pak Adit berhenti lalu menyapa. "Sudah lama, Pak?" "Saya barusan sampai, Pak Adit!" jawabnya sambil bangun dan menyalami Pak Adit. Astaga, ternyata klien Pak Adit ternyata dia, batinku shock. "Mari silahkan duduk, Pak!" pinta lelaki paruh baya di depan kami. Pak Adit mengangguk kemudian menoleh padaku lalu kami pun duduk bersebelahan. Pramusaji segera datang menghampiri, untuk bertanya dan mencatat apa yang mau dipesan. "Kami pesan minuman aja, dua cappucino hangat," kata Pak Adit, aku terima saja tanpa membantah. "Nggak pesan makan, Pak Adit?" tanya lelaki itu. "Nggak, kami udah makan sebelum kesini," jawab Pak Adit menolak. Setelah pramusaji itu pergi, kembali Pak Adit bicara. "Jadi, apa yang perlu kita bahas sekarang ini?" Lelaki tua itu ingin menjawab tapi matanya kemudian melirikku. Pak Adit seolah mengerti lalu berkata. "Dia asisten
Read more
Om Seno di kantor Pak Adit
"Maaf, Pak! Tadi ada tamu yang datang, tapi beliau sudah pulang!" "Siapa?" tanya Pak Adit. "Namanya Pak Broto, Pak!" jawab sekretaris. "Oh, Pak Brotoseno ternyata," ucap Pak Adit berlalu sambil masuk kantor. Langkahku terhenti kala mendengar Pak Adit menyebut Brotoseno. Benarkah Om Seno yang kemari tadi? Lalu ada perlu apa, gumamku lirih. Pak Adit sudah masuk ke dalam kantor, aku segera mengikuti. Tampak Pak Adit sedang menelpon seseorang, tidak ingin menganggu aku pun mencari kesibukan sendiri. Sembari mencatat bahan penting di buku, aku teringat dengan masa lalu saat bekerja di perusahaan barang impor itu. Saat itu sudah menjadi tugasku untuk mengawasi barang keluar masuk. Pak Gading mempercayakan diriku sebagai kepala gudang karena penilaian serta kerjaku teliti katanya. Aku pun yang sebagai karyawan biasa menjadi sangat gembira dan menyambut dengan baik kesempatan itu. Bapak dan Ibu di kampung juga senang mendengar berita dariku. Mereka selalu mendoakan dan menasehati agar
Read more
Kabar Desi
"Sebenarnya, saya ingin memberikan perusahaan saya pada Ayu. Tapi dia kukuh ingin bekerja pada Pak Adit. Makanya saya menunggu kesiapannya dulu," ujar Om Seno mengatakan sebenarnya. "Loh, seharusnya perusahaan Pak Broto beri pada Marissa. Dia kan anak Pak Broto, lebih berhak daripada Ayu," kilah Pak Adit heran. "Sebenarnya, Marissa bukan anak kandung saya," tampik Om Seno sedih. Marissa? Anak Om Seno? Tunggu, jangan-jangan Marissa yang sering datang mengganggu Pak Adit itu anaknya Om Seno. Bukankah Om Seno bilang namanya Widya? Aku harus bertanya pada Om Seno sendiri. "Om, Marissa anak Om. Bukannya Widya?" tanyaku penasaran. "Kamu kenal dengan Marissa?" tanya Om Seno balik. "Ayu udah beberapa kali ketemu Marissa di sini, Pak Broto! Dia nggak tau kalo Marissa itu anak Pak Broto karena saya juga baru tau kalo anda itu Om nya Ayu," jelas Pak Adit menjawab. Om Seno mengangguk lalu menoleh padaku. "Ayu, nanti aja kapan-kapan Om cerita ya soal Marissa. Nggak enak kalo mengganggu Pak
Read more
Calon istri
Sampai di rumah, Ibu sedang mengangkat jemuran. Melihatku pulang, Ibu segera menghampiriku sambil menenteng pakaian. "Loh, tumben kamu hari ini cepat pulang?" tanya Ibu heran. "Iya, Bu! Pak Adit mengizinkan pulang, lagian hari ini udah selesai mengerjakan pekerjaan penting," jawabku sembari melepas sepatu. "Apa itu? Pasti kamu sukses dengan masakan baru," tebak Ibu. Aku menggeleng. "Bukan, Bu! Pak Adit mengajak Ayu bertemu klien, juga mengajari Ayu bagaimana proses negoisasi dengan klien." "Benarkah? Alhamdulillah, berarti Bos kamu udah percayai kamu kerja di kantornya," ucap Ibu tersenyum. Hatiku juga senang dan ingin secepatnya bisa bekerja penuh di kantor. Banyak misi yang harus aku lakukan untuk membuat orang-orang yang sudah menghancurkan hidupku merasakan akibatnya. Setelah masuk, aku langsung mandi dan berganti pakaian. Tak sabar ingin mencoba berdandan dan eksekusi berbagai make up yang aku pinjam dari Desi. Ya, selain temu kangen aku juga meminjam alat make up Desi aga
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status