All Chapters of Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi: Chapter 11 - Chapter 20
31 Chapters
Bab 11. Tawaran
“Aku tidak mau dimadu,” ucap Intan dengan sangat jelas. “Lalu, maumu apa? Aku sudah menikah dengan Dona dan itu tidak mungkin dibatalkan,” kata Agung. Ibu Siti berdecak lalu berkata, “Sudahlah terima saja nasibmu. Makanya jadi istri itu jangan hanya bisanya menyusahkan suami. Wajar saja anakku cari istri lain.”“Contohlah Dona ini. Selain cantik, dia juga pintar cari duit. Jangan hanya bisanya menghabiskan uang suami! Bahkan berhutang lagi,” sambung Ibu Siti. Mata Intan ke arah Agung. Dia tak menyangka jika Agung sudah mengatakan pada mertuanya kalau dia terjerat pinjol. Itu artinya Dona juga sudah mengetahuinya. “Apa kata Ibu? Aku habisin uang Mas Agung? Itu juga semua gara-gara Ibu!” timpal Intan dengan emosi. “Apa maksudmu, Intan?” tanya Agung. Ibu Siti terlihat agak panik. Gerak-gerik Ibu Siti makin menunjukkan kalau memang ada yang disembunyikan. Tapi hanya Intan yang menyadari hal itu. Dona hanya menjadi penonton setia di sana. Belum waktunya untuk Dona bicara. Intan terl
Read more
Bab 12. Diusir
“Aku tak sudi tinggal bersama istri keduamu itu!” jawab Intan tegas. “Jangan egois, Intan. Kita tak punya pilihan lain. Kasihan anak-anak. Toh Dona juga tidak keberatan,” kata Agung. “Tentu saja tidak. Dengan senang hati pintu rumahku terbuka untuk istri pertama suamiku. Silahkan tinggal di rumahku!” Dona ikut menyahut. “Ibu juga boleh ikut tinggal di sana, kan Dona?” tanya Ibu Siti. “Tentu saja boleh. Sekarang pun boleh, Bu. Itu pun kalau Ibu mau,” jawab Dona dengan senyum lebar. “Mau dong! Bentar Ibu ambil tas Ibu dulu.” Ibu Siti begitu riang menerima ajakan Dona. Tak lama kemudian Ibu Siti keluar lagi dengan menenteng tas miliknya. Ibu Siti senang bukan main. Impian untuk memiliki menantu kaya raya akhirnya terwujud juga. Setelah semuanya siap, mereka berdua pun segera pergi dari saja. Tapi sebelum meninggalkan kontrakan Agung, Dona berkata,“Pintuku selalu terbuka untukmu, Intan. Silahkan datang kapan saja kamu mau.” Agung kembali meninggalkan Intan di sana bersama anak-a
Read more
Bab 13. Tanpa Tujuan
“Bu, kenapa baju-baju Abid dimasukkan ke dalam tas?” Anak pertama Intan terbangun dan melihat Intan tengah beberes. Dengan cepat tangan Intan menghapus air matanya. Sudah cukup kedua anaknya melihatnya sedih dan menangis beberapa hari ini. Dia tak ingin mental kedua anaknya terganggu. “Gak apa-apa, Sayang. Kita harus pindah dari sini. Bude yang punya rumah sini sudah menjual rumahnya. Jadi, kita tidak bisa lagi menempatinya karena yang beli rumah ini akan datang,” jelas Intan dengan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak. “Lalu kita mau tidur dimana, Bu?” tanya Abid lagi. “Nanti kita cari tempat untuk istirahat, ya, Nak. Abid sekarang ke kamar mandi dulu sambil cuci muka, ya. Ibu mau teruskan beres-beresnya.”Abid mengangguk lalu melaksanakan perintah ibunya. Anak sekecil itu sudah harus merasakan pahitnya kehidupan akibat ulah ibunya sendiri. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Saat ini Intan tak punya solusi apapun untuk masalahnya sendiri. Dia hanya bisa pasrah mengikut
Read more
Bab 14. Rumah Dona
Dalam benaknya, Intan merasa pernikahan suaminya dengan Dona memang disengaja. Hatinya mengatakan seperti itu setelah tadi bertemu dengan Dona. “Mata Dona menyiratkan amarah yang begitu besar saat melihatku. Tapi, kenapa dia bisa sampai semarah itu kepadaku? Bukannya dulu dia yang sering membullyku? Harusnya aku, kan, yang marah?” kata Intan dalam hati. Langkah Intan terhenti ketika Abid terjatuh karena dia terlalu cepat berjalan. Dia tidak sadar kalau tangannya menggandeng Abid. Pikirannya kini bercabang-cabang. “Sakit, Bu. Hu … hu … hu …” Abid menangis karena kakinya berdarah. “Astaghfirullah, Nak! Maafkan Ibu, Sayang. Maafkan Ibu,” ucap Intan. Tangannya sedikit gemetar karena melihat darah yang keluar dari kaki Abid. Intan memang ada ketakutan saat melihat darah. Tubuhnya akan mengeluarkan keringat dingin. Tangannya gemetar dan denyut jantungnya berdegup kencang. Dia tak tahu harus berbuat apa. Kepalanya mulai pusing karena melihat darah terlalu lama. Pandangannya berkunang-k
Read more
Bab 15. Jadi B*bu?
“Maksudnya apa, ya? Dan ini bukannya gudang?” tanya Intan. Intan dibawa Dona ke bagian paling belakang rumah mewahnya. Ada satu ruangan kecil yang tidak terpakai dan dijadikan sebagai gudang. “Iya memang gudang. Dan sekarang menjadi kamar kamu. Biar anak-anak kamu ada di kamar yang tadi. Aku dan suamiku akan menjaga mereka,” ujar Dona percaya diri. “Gak bisa! Mereka gak bisa tidur kalau tidak bersama denganku. Dia anak-anak aku, Dona!” tolak Intan tegas. “Dia juga anak suamiku. Suamiku juga berhak memberikan kenyamanan untuk mereka. Bukankah Mas Agung sudah bilang kalau kamu gak boleh egois?” “Tujuan sebenarnya kamu melakukan ini apa, Dona? Katakan! Aku yakin kamu akan maksud tersembunyi dibalik semua ini.”Dona tertawa kecil. Dia menatap tajam Intan lalu pergi begitu saja meninggalkan Intan di sana. Intan tak bergerak sama sekali di sana. Dia masih mencerna semua yang terjadi kepada dirinya. “Apa semua ini? Dan apa ini? Aku dijadikan ba*u oleh maduku? Allah …” Rasanya tidak te
Read more
Bab 16. Cemburu
Sebenarnya berat bagi Intan melepas anak-anaknya tidur bersama dengan Dona. Tapi, rengekan Aldo membuatnya tidak bisa menolak. Sungguh hatinya terasa begitu sakit kala yang meminta sendiri adalah anaknya. Dengan berat hati Intan melepas anaknya untuk tidur bersama dengan ayah dan juga Dona. Ini adalah kali pertama dilakukan oleh Intan. “Nanti kalau adik tidak bisa tidur, minta ayah antar ke sini, ya?” Aldo menganggukkan kepalanya. Malam pun semakin larut. Mata Intan tidak bisa terpejam. Dia yang sudah terbiasa tidur bersama kedua anaknya, tidak bisa kalau tidak ada mereka. Intan sudah berkali-kali memejamkan mata tapi tidak bisa juga terpejam. Akhirnya Intan inisiatif untuk melihat ke kamar Dona. Dia berjalan perlahan menuju ke kamar itu. Dia berharap anak-anaknya juga sama seperti dirinya yang tidak bisa tidur. Pintu kamar Dona tidak tertutup rapat. Dari celah pintu itu, Intan mengintip ke dalam. Sebuah pemandangan yang ingin dilihat oleh Intan pun tersaji. Kedua anak Intan bis
Read more
Bab 17. Tamu di Rumah Dona
“Iya, Bu. Kakak mau di mandiin sama Mama Dona. Boleh, kan?” sahut mulut kecil Abid. Suara Intan tertahan di tenggorokan. Dia sampai tak bisa berkata-kata karena anaknya sudah memanggil Dona dengan sebutan ‘mama’. Ucapan Dona tidak bisa diabaikan begitu saja. Semakin dibiarkan, dia akan semakin menguasai anak-anaknya. “Sama Ibu saja, ya, Kak. Ibu sudah selesai beres-beres dan masaknya kok. Ayo!” kata Intan memaksa. Abid menggelengkan kepala. “Tidak, Ibu. Kakak maunya sama Mama Dona. Kata Mama Dona, nanti kakak mau dibelikan mobil-mobilan yang bisa dinaiki. Tapi, kakak harus nurut sama Mama Dona.”Tangan Intan mengepal kuat. Dia sungguh emosi karena perbuatan Dona. Bisa-bisanya Dona memanipulasi anak sekecil Abid hanya untuk kepentingannya semata. “Kamu apakan anakku, Dona? Jangan cuci ot*k anakku dengan hal-hal yang tidak seharusnya! Dia anakku bukan anakmu!” ujar Intan pelan tapi sangat jelas. Dona mengangkat bahunya. “Tanya sendiri sama anaknya. Aku aja gak ngapa-ngapain kok. Ja
Read more
Bab 18. Dipermalukan
Tamu pertama belum duduk, disusul tamu-tamu yang lainnya. Melihat semua tamu Dona, Intan semakin kaku dan kakinya tidak bisa digerakkan. “Apa yang aku lihat ini? Kenapa mereka semua ada di sini? Mereka tamu Dona?” ucap Intan dalam hati. Yap! Intan mengenal semua tamu yang diundang oleh Dona dan begitu pula sebaliknya. Mereka semua tertawa melihat penampilan Intan yang lusuh. Hanya satu orang yang tidak tertawa dan belum lama ini dia bertemu dengan orang itu. “Bukannya dia itu Intan yang —” Dona mengangguk ketika salah satu dari mereka bertanya. “Benaran Intan itu?” tanya yang lainnya memastikan. Satu diantara mereka menghampiri Intan dan yakin kalau Intan orang yang dimaksud. Semuanya kembali tertawa lebar. Tawa yang begitu nyaring terdengar di telinga. Dona sukses mempermalukan Intan. Namun pertunjukan belum selesai. Masih ada hal yang lebih membuat Intan malu. “Dia di sini ngapain, Don? Kamu nampung dia? Bukannya kamu itu benci banget sama dia, ya?” bisik teman dekat Dona. Te
Read more
Bab 19. Permintaan yang Sulit
Agung menarik Dona agak menjauh dari teman-teman Dona. Dia tidak ingin pembicaraannya didengarkan oleh orang lain. Apalagi ini menyangkut urusan pribadi keluarganya. “Apa? Menceraikan Intan? Mana mungkin aku melakukan itu, Dona!” kata Agung dengan ekspresi wajah yang terkejut. “Kenapa tidak mungkin? Bukankah aku sudah mengikuti semua kemauan kamu?” “Tapi, bukan seperti ini kesepakatan kita. Kamu hanya ingin aku menikahi saja, kan?”“Iya itu, kan, dulu. Sekarang aku mau kamu jadikan aku istri satu-satunya. Aku gak mau ada orang lain di antara kita.”“Gak bisa begitu, dong, Dona. Kasihan anak-anak.” Agung masih berusaha untuk tetap mempertahankan pernikahannya dengan Intan. “Biar anak-anak aku yang urus. Aku bisa dan mampu kok. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan?” ucap Dona sangat percaya diri. Agung frustasi mendengar permintaan Dona. Tak mungkin dia menceraikan Intan karena ada Abid dan Aldo. Agung tak ingin mental anaknya terganggu karena perceraian kedua orang tuanya
Read more
Bab 20. Aku Tak Bisa
“Tapi aku sudah tidak sanggup lagi di sini. Satu hari saja rasanya sudah satu tahun. Tolong biarkan aku dan anak-anak pergi!” ucap Intan terisak. “Kamu kenapa, sih, Intan?! Harusnya kamu itu bersyukur aku masih mau mencari uang untuk menutupi hutangmu. Andai aku tak peduli padamu, sudah aku tinggalkan kamu dan anak-anak dengan hutangmu yang banyak itu. Sudahlah terima saja semua ini. Dona sudah berbaik hati padamu dengan menampung kamu dan anak-anak di sini. Jangan banyak menuntut!” Agung mulai muak dengan Intan. Bukannya bersyukur, Intan malah seakan menyalahkan dirinya.“Apa kamu bilang, Mas? Aku banyak nuntut? Nuntut apa coba kamu sebutkan?!” Intan mulai terpancing juga emosinya. Sudah cukup bersabar dia dengan kehidupan rumah tangganya itu. Dia sama sekali tak mengeluh berapapun uang yang diberikan oleh Agung. Intan begitu paham jika suaminya itu sudah bekerja keras. Dia juga tidak mengeluh ketika mertuanya sering minta jatah uangnya. “Aku gak mau bertengkar. Capek!” kata Agun
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status