Semua Bab Ayah Anakku Suami Sahabatku: Bab 21 - Bab 30
55 Bab
Bab. 21 Bayangan Luna
Luna melangkahkan kakinya di trotoar jalan. Hembusan angin menggoyangkan rambut panjangnya. Di tengah asiknya berjalan, suara klakson mobil tiba-tiba memecah kesunyian. Luna menoleh dan melihat mobil Rayyanza mendekat dari arah belakang. "Rayyanza? Sedang apa dia disini?!" gumamnya.Suami dari sahabatnya itu berhenti di sampingnya dan menurunkan kaca jendela. Wajahnya yang tampan mengembangkan senyum. Tapi, Luna merasa muak setiap kali melihatnya. Pasalnya, sudah berkali-kali ia menghindar namun Rayyanza terus mengganggunya. "Luna ... tunggu sebentar. Aku perlu bicara denganmu," kata Rayyanza, suaranya memohon. Wanita yang sudah merasa lelah akibat bekerja itu enggan menanggapi. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan oleh Rayyanza. "Tidak! Aku tidak mau berbicara denganmu!" ketus Luna. "Sebentar saja, Luna. Aku mohon." Luna menghela napas berat. "Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan, Rayyan. Pulanglah! Aku yakin Amanda sedang menunggumu di rumah." Tanpa menunggu j
Baca selengkapnya
Bab. 22 Menepis Kecurigaan Amanda
Malam yang semula hangat itu, berubah menjadi penuh ketegangan. Rayyanza terdiam selama beberapa saat setelah Amanda melontarkan pertanyaan yang tajam. "Kamu sedang membayangkan siapa, hah? Kenapa kamu tidak bisa melihatku?!" Pertanyaan itu begitu mengguncangnya hingga ia tidak bisa langsung menjawabnya. Rayyanza terlihat kikuk dan salah tingkah. Namun, dengan cepat ia menjawab pertanyaan amanda secara asal."Aku tidak membayangkan siapapun. Aku hanya sedang meresapinya!"Mendengar jawaban Rayyanza, Amanda merasa jika suaminya tengah berbohong . Ia menolak melanjutkan aktivitas ranjang yang telah terhenti secara mendadak itu.Namun, pria yang merasa keinginannya belum terpenuhi itu tidak mau menerima penolakan tersebut. Ditambah dengan dorongan hasrat yang masih menggelora. Ia memaksa Amanda untuk melanjutkan aktivitas ranjangnya. "Ayo, Sayang. Aku masih menginginkannya." Bisik Rayyanza sembari menindih tubuh Amanda. Ia tidak memedulikan perasaan marah dan kecewa istrinya.Setelah
Baca selengkapnya
Bab. 23 Undangan Yang Tak Diinginkan
"Manda, aku benar-benar tidak yakin bisa datang. Pekerjaan ini mendesak sekali," jawab Luna, berusaha untuk tetap tegas.Namun, Amanda terus memohon. "Luna, tolonglah. Kedatanganmu penting bagiku. Aku ingin sahabatku ada di malam spesial ini. Lagipula, kamu kan bisa mengatur waktu. Aku yakin kamu bisa meluangkan sedikit waktu untukku."Luna merasa semakin terdesak. Ia tidak ingin mengecewakan Amanda, tetapi ia juga tahu bahwa kehadirannya bisa memperumit banyak hal. "Baiklah, Manda. Aku akan usahakan untuk datang, tapi tidak bisa lama-lama, ya?!"Mendengar itu, Amanda tersenyum lega. "Terima kasih, Luna! Aku sangat senang kalau kamu datang. Sampai bertemu nanti malam!""Oke, Manda," jawab Luna, meskipun hatinya masih diliputi keraguan dan kecemasan.Setelah percakapan berakhir, Amanda merasa puas telah meyakinkan sahabatnya untuk datang. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.Di sisi lain, Luna berusaha menenangkan pikirannya, mempersiapkan diri untuk menghadapi ma
Baca selengkapnya
Bab. 24 Bertemu Orang Tua Rayyanza
Di sebuah halaman rumah mewah yang luas dan asri, pesta kejutan ulang tahun yang diadakan oleh Amanda untuk sang suami sedang berlangsung. Dihadiri oleh kerabat dekat dan keluarga yang merupakan seorang konglomerat. Suasana malam itu dipenuhi dengan tawa riang dan percakapan hangat. Lampu-lampu hias menggantung indah di pepohonan menerangi halaman dengan cahaya yang temaram, menambah kesan intim pada acara tersebut.Rayyanza, yang tengah berulang tahun tampak sangat tampan malam itu. Mengenakan setelan jas yang rapi. Aura percaya diri dan karismatiknya membuat semua mata tertuju padanya. Tidak hanya tampan, tetapi juga penuh pesona yang memikat hati banyak orang.Di salah satu sudut halaman, berbagai hidangan lezat dan minuman berjejer di atas meja panjang. Beraneka ragam jenis makanan mulai dari hidangan tradisional hingga internasional tersaji dengan rapi dan menggiurkan. Wangi harum dari masakan menyeruak menggoda setiap tamu yang lewat. Ada sushi, pasta, sate, dan berbagai kue-k
Baca selengkapnya
Bab. 25 Dipandang Rendah
Pesta ulang tahun Rayyanza masih berlangsung dengan meriah. Musik lembut mengalun di antara gelak tawa dan percakapan para tamu. Namun, di sudut taman yang agak tersembunyi dari keramaian, suasana terasa berbeda."Ma, mungkin sebaiknya kita tidak membicarakan hal ini sekarang. Ini kan pesta ulang tahunku," kata Rayyanza dengan lembut namun tegas sembari meraih tangan Amanda dan membawanya menjauh dari ibunya."Aku tidak mengerti kenapa Mamamu tidak suka aku berteman dengan Luna hanya karena dia bukan berasal dari kalangan seperti kita. Sudah lebih dari 10 tahun Luna menjadi sahabatku, tentu saja aku tidak mungkin melepasnya begitu saja!" bisik Amanda penuh penekanan."Aku tahu, Sayang. Luna adalah sahabatmu, dan dia sangat berarti bagimu. Aku juga tidak setuju dengan Mama, tapi mari kita coba untuk tidak memperkeruh suasana," jawab Rayyanza, memeluk Amanda untuk memberinya rasa nyaman.Mereka kembali ke tengah pesta, berusaha menikmati malam yang seharusnya penuh kebahagiaan. Karena
Baca selengkapnya
Bab. 26 Bekerja Lembur
Masih berdiri di samping mobil Rayyanza, Nikita menatapnya dengan wajah serius. Udara pagi yang sejuk seakan tidak mampu meredakan ketegangan di antara mereka."Kak Rayyan, aku sudah memperingatkanmu berkali-kali," suara Nikita terdengar tegas. "Jangan pernah mendekati kakakku lagi. Selain karena Kak Manda, keluargamu juga tidak akan pernah menerima Kak Luna. Mereka tidak suka dengannya hanya karena dia berasal dari keluarga miskin."Rayyanza menarik napas panjang, berusaha menahan emosi yang bergolak di dalam dirinya. "Nikita, aku tahu ini sulit. Tapi perasaanku pada Luna tidak bisa hilang!"Nikita menggeleng, tetap pada pendiriannya. "Ini bukan tentang perasaan, Kak. Ini tentang kenyataan!"Saat itu, suara bus sekolah terdengar mendekat. Nikita mengambil langkah mundur, bersiap untuk naik ke dalam bus."Aku harus pergi. Ingat dengan apa yang kukatakan barusan, Kak Rayyan," kata Nikita sebelum masuk ke dalam bus, meninggalkan Rayyanza yang terpaku di dalam mobilnya.Pria tampan itu t
Baca selengkapnya
Bab. 27 Pencarian di Malam yang Sunyi
Dimalam yang begitu sunyi, hampir tidak ada kendaraan yang melintas di jalan sekunder. Amanda dan Rayyanza berkeliling, menyusuri setiap sudut jalan yang biasa dilalui oleh Luna. Rasa cemas semakin mendalam, mereka terus mencari keberadaan Luna."Dia selalu pulang melewati jalan ini. Jalan satu-satunya menuju halte bus," ujar Amanda sambil memandangi jalanan yang lengang. "Tapi, jika sudah jam segini, bus juga sudah tidak beroperasi.""Mungkin kita harus mencarinya di tempat lain!"Mereka terus mengitari jalan, berharap menemukan tanda-tanda keberadaan Luna. Namun, pencarian mereka belum membuahkan hasil. Setiap kali mereka melintasi jalan yang biasa dilalui oleh Luna, mereka hanya menemukan kegelapan dan kesunyian.Amanda menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. "Bagaimana kalau kita coba ke tempat kerjanya? Mungkin dia masih berada di sana," usul Amanda.Rayyanza mengangguk setuju. "Baiklah, itu ide bagus. Mungkin dia memang masih di kantor."Mereka melajukan mobil menuju kan
Baca selengkapnya
Bab. 28 Keterangan Amanda
Di dalam toilet, Luna mengeluarkan isi perutnya dengan hebat. Tangannya berpegangan dengan erat pada tepi wastafel untuk menahan diri agar tidak jatuh. Ketika rasa mual akhirnya mereda, dia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa merasa sedikit lebih baik. Amanda menyusul Luna ke toilet, hatinya dipenuhi kekhawatiran. Ia mendorong pintu toilet perlahan dan melihat Luna yang masih tampak lemah di depan wastafel."Luna, kamu baik-baik saja?" tanya Amanda lembut, mendekat dan menyentuh bahu sahabatnya.Luna mengangguk lemah, mencoba tersenyum meski wajahnya masih terlihat pucat. "Aku tidak apa-apa, Manda. Tiba-tiba saja aku merasa sangat mual, sepertinya penyakit asam lambungku kambuh karena telat makan!"Amanda menghela napas, lalu memandang Luna dengan penuh kekesalan. "Sudah aku katakan, kamu harus memperhatikan pola makan. Kalau sudah sakit begini kan kamu sendiri yang merasakan!" omel Amanda.Luna terdiam sejenak. "Iya, Manda. Aku janji akan lebih mengutamakan kesehatan!
Baca selengkapnya
Bab. 29 Menutupi Kehamilan
Sinar matahari pagi menyusup melalui celah tirai. Luna membuka matanya dengan perlahan. Menikmati momen langka saat ia bisa tidur lebih lama karena hari ini adalah akhir pekan, dan ia tidak perlu pergi bekerja. Setelah menghabiskan beberapa menit menikmati ketenangan pagi, Luna bangkit dari tempat tidurnya. Ia berjalan menuju meja rias di sudut kamar dan membuka kotak kecil berwarna merah muda yang terletak di atasnya. Kotak tabungan itu sudah lama menjadi tempat ia menyimpan uang untuk keperluan mendesak.Dengan hati-hati, Luna mengeluarkan uang dari dalam kotak dan mulai menghitungnya. Jemarinya yang ramping bergerak cepat, menumpuk lembaran uang dengan cermat. "Ternyata lumayan banyak. Ada berapa ini?" gumamnya pada diri sendiri.Ketika semua uang sudah dihitung, Luna menghela napas panjang. Uang yang ada di kotak tersebut cukup untuk membeli beberapa helai pakaian untuk menutupi kehamilannya yang mulai terlihat membesar.Ia berdiri sambil menatap cermin. "Aku harus menyembunyika
Baca selengkapnya
Bab. 30 Kiriman Misterius
Ditengah suasana rumah yang terlihat tenang, datang seorang pria masuk ke teras rumah Luna. Ia menenteng bungkusan besar yang berisi bahan makanan pokok seperti telur, gula, minyak dan karung beras. Pria tak dikenal itu mengetuk pintu. "Permisi ...." ucapnya dengan lantang. Gadis yang tengah bermain ponsel sembari merebahkan tubuhnya itu terkesiap. Ia segera mengintip di balik jendela. Walau tak mengenalinya, Nikita membukakan pintu lalu bertanya, "Ya, Pak. Anda mencari siapa?" Pria paruh baya itu melempar senyum. "Saya ingin mengantarkan ini," ucapnya seraya meletakkan bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari di hadapan Nikita. Nikita melihat barang yang di letakkan di hadapannya dengan raut bingung. "Sebentar, saya panggil kakak saya dulu," katanya, lalu bergegas menuju kamar Luna. "Kak, ada pria di depan yang mengantarkan beras dan kebutuhan pokok."Luna keluar dari kamarnya dengan wajah heran. "Beras dan kebutuhan pokok? Tapi aku tidak memesan apa-apa!"Mereka kembali ke pintu de
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status