All Chapters of SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API: Chapter 251 - Chapter 260

261 Chapters

251. SAUDARA YANG TELAH BERUBAH

Kereta tahanan bergerak lambat meninggalkan gerbang kota, roda kayunya berderit membelah jalanan berbatu. Di dalam kereta, Zhen Yi duduk bersandar pada dinding kayu yang kasar, tangannya masih terikat di belakang punggung.Melalui celah kecil di jeruji jendela, ia melihat kotaraja yang semakin mengecil di kejauhan—istana megah dengan atap-atap merah dan dinding putih yang selama ini menjadi rumahnya. Semua kenangan, semua kehidupannya, kini hanya tinggal titik kecil di cakrawala. Ia memejamkan mata, berusaha menenangkan pikirannya yang berkecamuk."Kenapa, Qi Lung?" bisiknya pada diri sendiri. "Apa salahku padamu?"Kereta berguncang keras saat melewati lubang di jalan, membuat Zhen Yi terlempar ke depan. Pengawal yang duduk di ujung kereta menatapnya tanpa ekspresi, seolah membawa seorang pangeran ke pembuangan adalah tugas biasa."Bisakah tanganku dilepaskan?" tanya Zhen Yi dengan suara tenang. "Aku tidak akan kabur."Pengawal itu mendengus. "Maaf, Pangeran. Perintah langsung dari Pa
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more

252. Kekecewaan Yun Hao

Matahari sudah mulai terbenam saat kereta tahanan berhenti di sebuah pos jaga di perbatasan antara wilayah hijau dan gurun pasir. Para pengawal menurunkan Zhen Yi, yang kakinya terasa kaku setelah seharian duduk di kereta yang sempit."Kita akan bermalam di sini," kata komandan pengawal. "Besok pagi-pagi sekali kita akan melanjutkan perjalanan ke Istana Pasir."Zhen Yi mengangguk. Ia tidak melihat gunanya melawan atau mencoba melarikan diri. Enam pengawal bersenjata lengkap mengawalnya, dan tidak ada tempat untuk bersembunyi di padang pasir yang terbentang luas di hadapannya.Komandan pengawal, seorang pria setengah baya, menatap Zhen Yi dengan ekspresi antara iba dan "Anda akan ditempatkan di kamar belakang, Pangeran," katanya, suaranya terdengar sedikit lebih lunak. "Tidak terlalu nyaman, tapi setidaknya lebih baik daripada sel tahanan.""Terima kasih," jawab Zhen Yi tulus. "Bolehkah tanganku dilepaskan? Sudah hampir sehari penuh terikat, dan aku tidak merasa nyaman."Komandan tamp
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more

253. MENEMUI LIAN XI

Hujan rintik-rintik membasahi jalanan kotaraja saat Yun Hao memacu kudanya menyusuri lorong-lorong sempit yang menjauh dari istana. Matahari nyaris terbenam sepenuhnya, menyisakan semburat oranye keunguan di langit barat. Ia mengenakan jubah hitam sederhana dengan tudung menutupi kepalanya—bukan pakaian yang biasa dikenakan seorang pangeran, tetapi sempurna untuk seseorang yang ingin bergerak tanpa menarik perhatian.Di belakangnya, istana megah dengan atap-atap merahnya berdiri angkuh, semakin mengecil seiring jarak yang ia tempuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Yun Hao merasa istana bukan lagi rumahnya—bukan lagi tempat yang aman. Sejak Qi Lung mengambil alih kekuasaan, dinding-dinding istana seolah menyimpan mata-mata di setiap sudutnya.Yun Hao membimbing kudanya memasuki wilayah kota yang lebih tua, di mana bangunan-bangunan kayu berjejer rapat dan papan-papan nama toko bergoyang tertiup angin malam. Jalanan semakin sepi, hanya beberapa pedagang yang sedang membereskan dag
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

254. KETAKUTAN QI LUNG

Di istana, Raja Yu Ping terbaring gelisah di pembaringannya. Mimpi-mimpi buruk terus menghantui tidurnya—bayangan wajah-wajah yang menderita, jeritan-jeritan yang tak terdengar, dan sosok naga hitam yang mengintai dari kegelapan."Zhen Yi…," sang Raja mengigau, keringat dingin membasahi dahi. "Di mana... kau?"Xiao Lan, yang duduk di samping tempat tidur, mengelap keringat raja dengan kain lembap. Ekspresinya kosong, matanya hampa seolah jiwanya tidak hadir di sana.Pintu kamar terbuka perlahan, dan Qi Lung melangkah masuk. Ia mengenakan jubah tidur mewah berwarna biru tua dengan sulaman emas, tapi wajahnya tampak segar seolah belum akan tidur dalam waktu dekat."Bagaimana kondisinya?" tanya Qi Lung lirih, mendekati tempat tidur ayahnya."Masih sama," jawab Xiao Lan datar. "Racunnya bekerja seperti yang direncanakan. Ia terus bermimpi buruk, membuatnya tidak bisa beristirahat dengan tenang."Qi Lung mengangguk puas, "Sempurna. Sekarang di mana Yun Hao? Aku tidak melihatnya sejak sore
last updateLast Updated : 2025-05-01
Read more

255. TERLAMBAT UNTUK MERUBAH RENCANA

Di singgasana, di kursi yang biasa ditempati raja Yu Ping, Qi Lung duduk dengan sikap angkuh. Mengenakan jubah kebesaran berwarna biru tua dengan sulaman naga emas, ia tampak seperti raja muda yang baru dinobatkan.Di hadapannya, beberapa menteri dan pejabat tinggi berlutut dalam barisan rapi, wajah-wajah mereka menunduk dengan campuran rasa takut dan bingung. Sudah tiga hari Raja Yu Ping tidak muncul di aula penghadapan, dan Qi Lung dengan mudah mengambil alih tanpa perlawanan berarti."Laporan dari perbatasan utara, Yang Mulia," Mentri Wei membacakan gulungan yang dibukanya. "Hasil panen tahun ini diperkirakan akan meningkat dua puluh persen dari tahun lalu. Gudang-gudang beras kita akan penuh hingga musim dingin."Qi Lung mengangguk puas. "Kabar baik. Pastikan pasokan beras didistribusikan dengan baik ke seluruh wilayah.""Dan mengenai perjanjian dagang dengan Kerajaan Ming di timur," lanjut Mentri Wei, membuka gulungan lain. "Mereka mengajukan proposal untuk menurunkan pajak perda
last updateLast Updated : 2025-05-02
Read more

256. MIMPI BURUK

Udara dingin menampar wajah Du Fei saat ia tersentak bangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi kening dan punggungnya, napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari berkilo-kilometer. Di depan matanya masih terbayang fragmen-fragmen mimpi buruk yang baru saja menghantuinya.*Naga hitam raksasa terbang di atas istana yang terbakar. Jeritan-jeritan memilukan. Darah mengucur seperti sungai di halaman istana. Du Fei berdiri di tengah kekacauan, memegang pedang yang meleleh di tangannya, tak berdaya menghadapi kehancuran total.*"Hanya mimpi," bisiknya pada diri sendiri, mengusap keringat di dahinya. "Hanya mimpi buruk."Namun, perasaan cemas tidak bisa dihilangkan begitu saja. Tiga malam berturut-turut ia bermimpi serupa—semua tentang kehancuran kerajaan, tentang kematian dan pengkhianatan.Du Fei beranjak dari pembaringannya yang sederhana, menatap keluar jendela kamar kecilnya di Benteng Bumi. Langit masih gelap, penuh bintang. Hamparan padang pasir membentang luas di kejauhan,
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

257. PERTEMPURAN DI BENTENG API

Cahaya merah menyala di ufuk selatan saat Yun Hao memacu kudanya melewati bukit-bukit bebatuan menuju Benteng Api. Asap membubung tinggi di kejauhan, membentuk kolom hitam yang kontras dengan langit pagi yang jernih. Dua puluh prajurit pilihan mengikutinya dari belakang, mereka semua tahu bahwa di depan menanti pertempuran pasukan di bawah kepemimpinan Jenderal Lo melawan pasukan dari Negeri Wu.."Lebih cepat!" seru Yun Hao, memacu kudanya. "Mereka membutuhkan kita!"Di tangannya, jimat pemberian Du Fei—sebuah loket emas berbentuk naga melingkar—terasa hangat. Jimat itu akan membantunya memanggil Dewa Naga Shenlong saat diperlukan. Tapi bagaimana cara menggunakannya, Yun Hao masih tidak yakin.Saat mereka mencapai puncak bukit terakhir, pemandangan yang mengerikan terbentang di hadapan mereka. Benteng Api, yang dinamai demikian karena dibangun di atas tanah berwarna merah seperti bara api, kini benar-benar berkobar. Tembok-temboknya yang tinggi berlubang-lubang akibat serangan trebuch
last updateLast Updated : 2025-05-04
Read more

258. DEWA NAGA QIULONG

Sementara itu, di Benteng Langit, situasi tak kalah gawat. Lian Xi menarik tali kekang kudanya dengan keras, kudanya mengeluarkan suara ringkik saat berhenti di tepi jurang. Jembatan yang biasanya menghubungkan mereka dengan benteng telah dihancurkan. Di bawah sana, hanya tebing curam dengan sungai mengamuk di dasarnya. Benteng Langit terlihat di seberang, dihantam serangan bertubi-tubi dari pasukan Wu."Jembatan rusak," lapor salah satu prajurit yang membawa Lian Xi. "Bagaimana kita akan menyeberang?"Lian Xi memegang jimat yang diberikan Du Fei—sebuah batu giok berwarna hijau dengan ukiran naga melingkar. Seperti instruksi yang diterima, ia menunggu tanda untuk menggunakannya.Tiba-tiba, gemuruh terdengar dari arah timur. Bukan suara badai atau petir, melainkan suara bumi yang bergetar. Tanah di bawah kaki mereka bergelombang seperti laut."Lindungi diri!" teriak Lian Xi.Dari dalam bumi, sebuah bentuk raksasa mulai muncul. Serpihan batu dan tanah beterbangan saat Dewa Naga Fucanglon
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more

259. KEMENANGAN DI BENTENG BUMI

Du Fei melihat kesempatan ini. Ia mengangkat pedangnya sekali lagi dan menunjuk ke arah pasukan Wu yang masih maju."Dewa naga Qiulong! Tunjukkan kekuatanmu!"Dewa Naga Qiulong membuka mulutnya lebar-lebar. Dari sana terpancar sinar biru terang yang membutakan mata. Sinar itu menghantam barisan depan pasukan Wu, membakar mereka hingga menjadi abu dalam sekejap. Teriakan kesakitan terdengar dimana-mana, bercampur dengan suara gemuruh serangan sang naga.Jenderal Negeri Wu, melihat pasukannya hancur, mengerahkan keberanian terakhirnya. Ia memacu kudanya lebih cepat, bermaksud menyerang Du Fei secara langsung. Tombaknya yang besar teracung, matanya menyiratkan tekad untuk membunuh."Du Fei! Ini antara kau dan aku! Hadapi aku, pengecut!"Du Fei tersenyum tenang. Ia melompat dari tembok benteng, pedang naga api terhunus. Tubuhnya yang ringan melayang di udara sebelum mendarat dengan mulus di hadapan Jenderal Negeri Wu. Api biru dari pedangnya menyala semakin terang, membentuk bayangan naga
last updateLast Updated : 2025-05-07
Read more

260. SERANGAN SEBELUM FAJAR

Di dalam istana, Raja Yu Ping masih terbaring lemah di kamarnya. Ia bermimpi buruk, sosoknya menggeliat gelisah di atas tempat tidur. Dalam mimpinya, ia melihat istananya terbakar, rakyatnya menjerit, dan naga hitam terbang di atas kotaraja yang telah berubah menjadi lautan api."Tidak..." igaunya. "Qing Ning... bahaya..."Xiao Lan yang menjaga di sampingnya tetap diam, matanya yang kosong tak menunjukkan emosi saat tangan Yu Ping mencengkeram lengannya dengan lemah.Di sisi lain istana, Qi Lung berdiri di balkon ruangannya, menatap kota yang berkilauan oleh cahaya lentera. Ia meneguk anggur dari cawan emas, menikmati pemandangan kerajaan yang sebentar lagi akan sepenuhnya menjadi miliknya.Namun ketenangannya terusik oleh suara aneh dari arah halaman istana. Suara seperti langkah kaki dalam jumlah banyak. Ia menajamkan telinga, berusaha mendengar lebih jelas."Siapa itu?" pikirnya, meletakkan cawan anggurnya. Perasaan tidak enak mulai menggelayut di dadanya.Qi Lung belum sempat bere
last updateLast Updated : 2025-05-08
Read more
PREV
1
...
222324252627
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status