Malam itu, meski gamelan telah terhenti, desa Larung tidak benar-benar tenang. Obor-obor masih menyala di halaman surau, namun apinya bergoyang gelisah, seakan-akan diterpa angin yang tak berasal dari alam. Warga duduk melingkar, sebagian masih menangis, sebagian lain mencoba menenangkan diri dengan membaca doa.Arthayasa duduk bersandar pada tiang surau, tubuhnya gemetar, wajahnya pucat. Ayudia menggenggam tangannya erat sambil tetap menggendong bayi mereka. Lelaki itu baru saja melawan bayangannya sendiri, sesuatu yang selama ini menjadi ketakutan paling dalam. Namun ia tahu, itu hanyalah awal.“Masih ada yang belum selesai,” ucap Artha lirih.Ayudia menoleh, menatapnya dengan alis berkerut. “Apa maksudmu?”Artha menunduk, menatap keris yang masih basah oleh cahaya samar. “Bayangan itu tidak hancur. Ia hanya tercerai. Dan setiap serpihannya akan kembali, mencari wujud baru.”Hening sejenak. Kata-katanya membuat udara semakin berat. Warga yang mendengar bergidik, saling pandang denga
Huling Na-update : 2025-09-13 Magbasa pa