Viana mengangkat wajahnya pada cahaya matahari siang yang begitu terik. Angin membawa sisa harum bunga dari bangku kosong tadi, mengaduk-aduk dadanya—tapi kini tak lagi perih. Lebih ke hangat. Seperti pelukan seseorang yang lama ditunggu, lalu akhirnya datang, bukan untuk menenangkan, tapi untuk menyertai.“Viana, Sayang!” panggil sebuah suara dari kejauhan.Arthur.Pria itu melambai ke arahnya, berdiri tak jauh dari Alesha yang sedang mengelus perutnya yang membuncit. Senyum Alesha terlihat lembut, wajahnya bersinar karena cahaya matahari.Dengan langkah perlahan, Viana mendekat ke arah ayah dan ibu tirinya. Satu tahun lalu, bahkan satu bulan lalu, rasanya tak mungkin ia akan berdiri di sini, dengan hati yang ringan. Tapi waktu dan luka membentuk ruang baru di dalam dirinya—ruang yang tak diisi oleh dendam, tapi oleh pengertian.“Ayo, kita foto, Sayang!” ajak Arthur pelan.Viana mengangguk. “Ayo, Pa.”Alesha berjalan lebih dekat, tampak canggung. Ia menatap Viana sejenak, lalu berkat
Last Updated : 2025-07-28 Read more