"Tunggu," bisikku. Satu tanganku menahan Arista, sementara tangan lainnya menyentuh lengan Riel yang bersandar di bahu. Kami baru saja tiba di bibir Lorong Bisikan, napas masih sedikit memburu setelah berjuang keras membangun jembatan es tadi.Tapi bukan itu yang membuat jantungku tiba-tiba berpacu liar.Sebuah hawa dingin yang menusuk, gelap dan pekat, menyergap inderaku.Aura Umbra. Sangat kental. Dan jumlahnya… banyak."Ada Umbra," kataku lirih, suara tercekat, memastikan hanya kami bertiga yang mendengar. "Banyak sekali. Tepat di depan."Arista, tanpa membuang sedetik pun, menempelkan tubuh rampingnya ke dinding batu lorong. Mata elangnya mengintip waspada melalui celah sempit bebatuan. Bahunya yang biasanya tegap tampak menegang kaku. Beberapa detik yang terasa seperti keabadian berlalu sebelum ia menarik kepalanya kembali. Wajahnya pucat pasi, garis-garis ketegangan mengeras di rahangnya."Sial," desis Arista, napasnya pendek. "Mereka membangun pos penjagaan sementara di mulut g
Terakhir Diperbarui : 2025-06-04 Baca selengkapnya