Matahari pagi menyelinap melalui jendela kotor gudang penyimpanan, menebar cahaya keemasan pada debu-debu yang beterbangan di udara. Valerie menghela napas panjang, jari-jarinya yang masih lelah memegang troli dorong penuh bahan kain."Andaikan aku tidak menamparnya..."Pikiran itu terus mengusik. Tangannya yang kemarin menghantam pipi si pria brengsek itu terasa panas kembali. Bukan karena menyesal telah membela diri—tapi karena sekarang dia menganggur."Duh, kepalaku!"Vanya, sahabatnya sejak SMA, langsung menoleh. Rambut pendeknya yang ikal berayun saat dia melompat dari tumpukan kardus."Masih memikirkan si brengsek malam kemarin?" Vanya menyeringai, menggigit donat di tangannya. "Kalau aku jadi kau, Vee, laki-laki brengsek itu tidak cuma aku tampar—aku tonjok, tendang, lalu gelindingkan dia keluar klub pake kakiku sendiri!"Valerie tak bisa menahan tawa. Vanya selalu begitu—berapi-api, seperti kobaran yang tak pernah padam."Ah, kau ini..." Valerie menggeleng, tapi senyum kecil mu
Last Updated : 2025-01-28 Read more