“Jadi, berhenti memanggil namanya,” lanjut Raven, menelusuri jejak air mata Selenia dengan ibu jarinya.“Kau hanya milikku. Hanya aku yang tersisa untukmu.”Di sela tangisnya, Selenia tertawa pelan. Seakan fakta yang Raven berikan hanya bualan semata."Selera humormu berubah, Luke?"Wanita itu tetap menangis. Namun sesekali tertawa. Terkadang terisak pelan."Ayolah sayang, itu tidak lucu"Raven menatap wanita di hadapannya. Menangis, tertawa, terisak, semuanya bercampur dalam satu kekacauan yang menggelitik amarahnya. Selenia yang dulu berusaha melawan, yang berteriak penuh kebencian padanya, kini justru tenggelam dalam delusi yang menyedihkan. “Aku harus tertawa juga, hm?” gumam Raven, suaranya berbahaya. Jemarinya meraih tengkuk Selenia, menariknya lebih dekat. Napas dinginnya menyapu wajah pucat wanita itu.“Kalau begitu, mari kita tertawa bersama. Kau dan aku, di dalam kebohongan yang kau buat sendiri.” Selenia masih menatapnya, bibirnya gemetar. Antara senyuman dan tangis, ant
Last Updated : 2025-07-09 Read more