Belum sempat aku mencerna semua yang Bang Zul ceritakan, suara riuh rendah dari luar pondok membuat kami berdua menegang.Suara itu semakin lama semakin membesar, bukan lagi dengusan sapi atau suara jangkrik, melainkan derap langkah kaki yang banyak, teriakan-teriakan marah, dan sorakan massa yang semakin mendekat.Setiap detak jantungku seolah menggema di telingaku, mengiringi suara gemuruh dari luar yang kian memekakkan. Aku terpaku, seperti tertancap di tanah.“Bang Zul?” panggilku gemetar.Aku tahu, ini tidak akan mudah. Kami sedang terseret atau lebih tepatnya terjebak!"Bang, dengar itu?" bisikku, panik. Firasat buruk yang tadi sempat kurasakan kembali menyeruak, kali ini jauh lebih kuat, mencengkeram ulu hati. Aroma bahaya tercium jelas di udara lembap pondok.Bang Zul memejamkan mata sesaat, raut wajahnya berubah menjadi tegang, pucat, dan penuh keputusasaan yang mendalam. Pria itu menghela napas panjang, seolah menerima takdir yang tidak bisa dihindari. "Sepertinya warga yang
Terakhir Diperbarui : 2025-07-08 Baca selengkapnya