Dianora perlahan membuka matanya. Wajahnya masih pucat, bibirnya kering, dan napasnya berat. Meski tubuhnya lemah, pikirannya begitu sadar akan waktu yang terasa makin terbatas. Malam itu, dengan sisa tenaga yang ia miliki, ia meminta seorang perawat memanggil kakaknya. Ada sesuatu yang harus ia katakan. Sesuatu yang tidak bisa ditunda—karena ia tak tahu apakah esok masih akan sempat.Damian segera datang begitu dipanggil. Wajahnya penuh kekhawatiran. Ia berdiri di samping ranjang adiknya, menggenggam tangannya erat."Ada apa?" tanya Damian lembut, menunduk. "Kau butuh sesuatu?"Dianora tak menjawab langsung. Ia hanya mengerjap pelan, lalu menggerakkan bibirnya lemah. Damian segera mencondongkan tubuh, menempelkan telinganya dekat ke bibir adiknya yang hampir tak bersuara.“Ali...cia... ber...ba...ha...ya,” bisik Dianora dengan suara nyaris tak terdengar.Mata Damian langsung membesar.“Apa?” desisnya, tegang.“Pemb...bunuh…” lanjut Dianora terputus-putus, dadanya naik turun tak ber
Terakhir Diperbarui : 2025-04-07 Baca selengkapnya