Lahat ng Kabanata ng Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek: Kabanata 81 - Kabanata 90

Hatiku seakan-akan ditekan, aku pun menghela napas dan berkata, "Ibu telepon cuma untuk ini?""Ya dan bukan ...." Ibuku jarang-jarang ragu-ragu mengatakan sesuatu. "Ini bukannya pertama kalinya kamu dinas? Memangnya Ibu nggak boleh menanyakan kabarmu?"Menurut pemahamanku terhadap ibuku, panggilan ini sudah pasti bukan hanya karena ini."Aku masih sibuk, kalau nggak ada apa-apa, aku pergi ....""Bentar, Raisa." Ibuku langsung menyela, setelah diam sesaat, dia berkata, "Begini, perjanjian panti rehabilitasi ayahmu sudah mau berakhir. Aku merasa panti yang ini kurang bagus, berpikir mau coba bicarakan dengan Ardi apakah bisa ganti ke panti rehabilitasi yang lebih nyaman?"Lebih nyaman.Aku mengulangi kata ini di dalam hati, seketika tidak tahu harus menangis atau tertawa.Keluarga Wijaya setuju membayar biaya panti rehabilitasi ayahku saja sudah sangat baik. Ibuku bisa-bisanya merasa tidak cukup, bahkan mulai berencana mau meningkatkan kualitasnya. Dia ini bukan menganggap Ardi sebagai b

Melihat kami berjalan menghampirinya, Profesor Hadi berkata dengan ceria, "Toleransi alkohol Pak Roni masih tetap sehebat dulu."Pak Roni pun mengibaskan tangannya dan berkata, "Sudah nggak sehebat belasan tahun lalu, sekarang sudah zamannya anak muda.""Steven, dengar nggak?" Profesor Hadi melihat pria di sampingnya dan berkata, "Untuk kata-kata Pak Roni ini, kamu harus bersulang dengannya."Steven yang dari tadi hanya diam melihat Pak Roni lalu mengangkat gelasnya, tapi dihentikan oleh Pak Roni."Nggak usah bersulang, justru aku yang mau meminta tolong."Profesor Hadi pun penasaran. "Oh? Pak Roni yang terkenal bisa-bisanya memerlukan bantuan orang lain?""Raisa." Pak Roni tiba-tiba memanggilku lalu memperkenalkan aku. "Gadis di departemenku ini, waktu mendengar presentasi Dokter Steven langsung takjub. Tapi karena masih kecil, gampang malu, nggak berani langsung bertanya ke Dokter Steven."Berbicara itu adalah suatu keahlian yang harus diasah. Begitu mendengar ucapan Pak Roni, aku be

Kalau tidak memikirkan temperamennya yang jelek, wajahnya ini sangat bersaing di antara semua pria di Nowa. Hidungnya yang mancung, matanya yang dalam .... Tunggu, kenapa sentuhan ini sangat nyata?Aku langsung menarik tanganku dengan panik seperti orang tersetrum. Aku juga segera bangun dari efek alkohol.Ketika kembali melihat Ardi, aku melihat dia sedang menatapku lekat-lekat, lalu dia menelan ludah.Kalau dilihat baik-baik, kedua tangan Ardi ada di kedua sisiku, seluruh tubuhku berada di pelukannya, tubuh kami sangat berdekatan. Aku bahkan bisa mencium aroma tubuhnya dan juga napasnya yang hangat.Jantungku pun berdetak kencang.Bahkan napasku juga jadi lebih cepat."Aku ... aku mabuk ....""Terus?" Suara yang rendah dan serak memasuki telingaku. Ardi masih melihatku lekat-lekat. "Mimpi aku?"Detak jantungku semakin cepat. Aku melihat pria di depanku dengan gelisah, tapi malah melihat api nafsu melintas di matanya.Kami bertatapan lama, wajahnya semakin mendekat, hatiku juga semaki

Aku diam-diam mengalihkan pandanganku. Setelah melihat Pak Roni dan Profesor Hadi duduk bersama, aku pun berjalan ke belakang. Namun, tiba-tiba aku mendengar Zelda berkata, "Kak Raisa, di sini masih kosong."Aku melihat ke arah yang dia tunjuk dan melihat tempat kosong di samping Steven.Aku merasa tidak cocok, jadi lanjut berjalan ke belakang. Namun, aku mendengar Zelda bertanya dengan nada bicara merendah, "Dokter Steven, di sampingmu ada orang, nggak?"Steven yang sedang melihat koran mendongak sedikit lalu melirikku dan berkata dengan sopan, "Nggak ada, silakan Dokter Raisa."Kata silakan ini membuatku berhenti.Kalau di saat ini aku terus berjalan ke belakang, pasti bakal dianggap tidak tahu bersyukur. Seperti yang dikatakan Ardi, kali ini aku datang mewakili Mogowa, aku tidak boleh melakukan hal yang mungkin akan jadi pembicaraan orang-orang.Selain itu, di samping Ardi juga ada Zelda, dia tidak mungkin akan menyalahkanku karena hal ini.Oleh karena itu, aku pun tersenyum sopan d

"Sudah kukirim." Kemudian, Steven berkata dengan santai, "Kalau ada tempat yang salah, tolong diberi tahu."Aku membuka ponselku dan melihat Steven benar-benar mengirimkan PPT presentasinya yang lengkap.Namun, Pak Roni juga berkata kalau ini adalah data internal Rumah Sakit Muliajaya. Pegawai di sana biasanya tidak akan membagikannya ke orang luar dengan mudah, apalagi semalam Steven hanya setuju memberikanku data klinis. Tadi aku hanya setengah bercanda, tapi dia malah benar-benar mengirimkannya.Makin kupikirkan, aku makin merasa kaget. Aku pun melihat ke samping dan melihat Steven bersandar ke kursi dengan mata tertutup, sangat berbeda dengan pria serius dan kritis di seminar kemarin.Warna kulitnya sangat putih, tapi wajahnya sangat tajam, seperti tinta hitam yang dituang secara paksa ke secarik kertas putih. Begitu melihatnya, kamu akan kesusahan mengalihkan pandanganmu.Dia memang pantas disebut sebagai visual Rumah Sakit Muliajaya.Aku berkata kagum di dalam hati, lalu mengalih