Aslan masih berdiri di depanku, menatap tajam seolah matanya ingin menyayat kulitku dan menguliti isi kepalaku.“Tolong ceritakan padaku. Kenapa kamu selalu seperti ini?” tanyanya, datar namun penuh tuntutan.“Tidak ada, Pak Aslan. Tolonglah, aku tidak ingin kehilangan pekerjaanku karena ulahmu. Aku tulang punggung keluargaku... tidak bisakah kamu membiarkanku hidup tenang?” ucapku, memohon, suaraku lirih nyaris patah. Aku berharap lelaki itu punya hati, walau setitik saja.“Tidak.” Jawabnya pendek. Santai. Dingin seperti biasa.Iya, kamu memang lelaki tak berhati, Aslan. Umpatku dalam hati, getir.“Apa yang harus aku ceritakan padamu?” tanyaku, mencoba mempertahankan harga diri yang tersisa.“Semuanya,” desaknya tanpa ampun.Aku menarik napas panjang, lelah.“Kamu itu bukan siapa-siapaku. Kekasih bukan, suami juga bukan... bahkan bukan tetanggaku. Lalu untuk apa aku harus menceritakan hidupku padamu?”“Asumsikan saja aku penggemarmu,” sahutnya santai, dengan senyum tipis yang menyebal
Last Updated : 2025-05-16 Read more