Dengan segala bujuk rayu dan usaha keras pagi itu, akhirnya Aslan—lelaki yang katanya paling rasional di dunia ini—mengizinkanku kembali bekerja. Meski keputusannya terkesan setengah hati, aku menangkap ketegangan di wajahnya."Baiklah, aku akan mengantarmu... dan nanti, aku juga yang akan menjemputmu," ujarnya tegas, seolah ia adalah pemilik tubuh ini.Dalam hati, aku mendengus. 'Terserah kamulah. Mau jemput atau enggak, bodoh amat.'"Baiklah," ucapku singkat, lalu berjalan keluar dari villa dengan langkah yang kubuat seanggun mungkin, meski hati sedang berontak.Sesampainya di depan hotel tempatku bekerja, mobil berhenti. Aku bersiap turun. Tapi tangan Aslan mendadak menahan kedua pundakku."Ingat ya... Jangan coba-coba kabur dariku. Kamu tidak akan pernah bisa. Ingat itu baik-baik," katanya, matanya tajam menusuk."Terserahlah," balasku dingin, lalu menepis tangannya dan turun dari mobil tanpa menoleh lagi.Tapi jantungku tetap berdetak kencang. Ucapan Aslan bukan sekadar ancaman.
Terakhir Diperbarui : 2025-05-27 Baca selengkapnya