Rumah Baru untuk Ibu Waktu seolah berhenti, pikiranku kosong, lidahku kelu, dan dadaku sesak. Aku tidak bisa menangis, tidak bisa tertawa, bahkan tidak mampu berbicara. Hanya diam membatu, seolah ragaku tak mampu lagi menampung semua duka yang bertubi-tubi datang dalam hidupku. Aku sudah kehilangan ibuku. Aku tidak pernah menduga kalau kami berpisah selamanya dengan cara seperti ini.‘Ya Allah kenapa cobaan hidup yang kau berikan padaku begitu berat’“Mbak, tidak apa-apa?” tanya Mbak Nur, menatapku dengan pandangan menyelidik.“Kapan Ibu meninggal, Mbak Nur?” tanyaku lirih, melepaskan kacamata hitam yang sejak tadi menutupi wajahku yang sebenarnya sudah nyaris hancur oleh air mata yang belum tumpah.Ia mendekat, lalu terperanjat melihat wajahku. “Sany…? Ya Allah, Sany! Kamu rupanya. Kamu dari mana saja, Nak?”Aku memeluknya erat. Pelukanku bukan sekadar pelukan, tapi tempat semua penyesalan yang ingin kuluapkan. Tangisku pecah di pelukannya.“Ibu… kapan… bagaimana Ibu, Mbak?” tanyak
Last Updated : 2025-06-18 Read more