Raka mengernyit, langkahnya pelan tapi tegas, menembus senja yang merambat turun di halaman sekolah. Flamboyan tua berdiri anggun di sana, rindangnya melindungi Elina yang tampak membatu, seperti patung kecil yang dilukis oleh sepi.Daun flamboyan berguguran perlahan, jatuh di bahu gadis itu dengan tenang, seolah ikut menanggung sesuatu yang berat. Angin sore hanya berani menyentuh pelan, membawa sisa riuh anak-anak yang tadi berlarian pulang, meninggalkan halaman sekolah sunyi dengan bayangan panjang.Raka mendekat, mengulurkan tangan. Ia menepuk kepala Elina dengan lembut, sebuah gerakan sederhana yang dulu selalu berhasil meluruhkan kekakuan.“Kenapa kamu murung, Sayang? Aku telat, ya? Maaf, Ayah—”Kata itu belum sempat utuh, ketika Elina sudah mendahului dengan lirih yang terdengar seperti cibiran. Tanpa menoleh, ia melangkah pergi, bahunya kaku, langkahnya cepat, nyaris tergesa.Tak ada satu pun pandangan ke belakang.Raka terhenti, tangannya masih terangkat, menggantung di udara
Last Updated : 2025-06-25 Read more