Nadira menceritakan kepada ibunya semua keluhannya yang selama ini dia alami. Belum sempat menyelesaikannya, dia sudah menangis.Dia hanya duduk di depan batu nisan, telapak tangannya dengan lembut membelai nama yang terukir di sana, seolah-olah ini adalah satu-satunya cara untuk merasakan keberadaan ibunya di sisinya.Menemaninya dengan cara yang berbeda."Ibu, aku berharap ibu masih ada, setidaknya aku punya seseorang untuk diajak bicara. Ibu pasti akan membelaku, 'kan?""Aku nggak mengerti, orang yang dulu sangat mencintaiku, kenapa sekarang menjadi seperti ini. Apa cinta benar-benar bisa berubah?"Saat ini, dia bahkan tidak mau ambil pusing tentang apakah Adelio menganggapnya sebagai pengganti Jenita atau tidak.Namun, entah benar atau tidak, perasaan di antara mereka telah membusuk.Saat Nadira meluapkan emosinya, dia menyadari bahwa sudah satu setengah jam berlalu. Namun, Adelio yang beberapa saat lalu mengatakan akan segera sampai, sekarang bahkan masih belum terlihat.Nadira ti
Baca selengkapnya