Asap itu datang seperti kabut malam yang tahu alamat. Dari celah pintu, kepulan hitam merayap, berputar, lalu berhenti: tujuh figur berdiri berjajar, berdiri seperti patung-patung hitam yang baru saja dibangun dari bayangan. Masing-masing menegap, masing-masing bertanda. Di dahi mereka, simbol menyala merah — lambang-lambang kuno yang bukan dari bahasa manusia: roda bertatah makanan untuk yang rakus, mata berujung belati untuk yang cemburu, mahkota retak untuk yang sombong, lidah yang berkepak untuk yang amarah, rantai yang longgar bagi si malas, cakar yang memelas untuk nafsu, serta dua telapak yang saling menempel namun tak pernah cukup: lambang keserakahan. Mata mereka menyala, bukan putih atau hitam, melainkan bara yang memantulkan kehampaan, api gelap yang menelan cahaya. Mereka tidak bernapas seperti makhluk yang hidup; mereka berdenyut seperti penyakit, atau seperti kata yang diucapkan sekali lalu menjadi hukum. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Mereka bergerak
Huling Na-update : 2025-09-06 Magbasa pa