Edgar baru benar-benar panik saat Mariana berjalan menjauh tanpa menoleh lagi. Bukan karena kata-katanya. Tapi karena satu fakta kecil yang tiba-tiba terasa sangat besar: Itu istrinya yang barusan dia biarkan pergi dengan wajah tenang tapi aura pembunuhan tingkat pasif-agresif. Edgar dengan napas terengah, menyusul Mariana di trotoar. “Mariana!” panggilnya lagi. “Aku cuma bercanda tadi! Aku nggak mikir kamu bakal ngambek—” Mariana berhenti mendadak. Edgar hampir nabrak punggungnya. “Kamu seneng direbutin,” kata Mariana tanpa menoleh. “Itu bukan bercanda. Itu karakter. Edgar membuka mulut. Menutup lagi. Salah semua kata. “Aku cuma… nggak nyangka Dinda bakal sejauh itu,” ujarnya akhirnya. Mariana berbalik perlahan. Senyumnya tipis. Terlalu rapi. “Edgar,” katanya lembut. “Dia nggak ngasih kamu makanan. Tapi kamu masih nikmatin perhatiannya.” “Itu cuma ego sesaat,aku minta maaf mar,aku salah—” “Nah,” potong Mariana. “Dan ego sesaat itu cukup bikin aku sadar
Last Updated : 2025-12-22 Read more