Masuk"Aku rela berbagi suamiku, karena aku lebih takut kehilangan dia selamanya." Keira, seorang arsitek berbakat dan istri setia Carlos, harus menghadapi kenyataan pahit: dia tidak bisa memenuhi kebutuhan suaminya. Setelah kehamilannya yang berisiko tinggi, dokter memperingatkan bahwa Keira harus menjaga diri—termasuk mengurangi aktivitas intim dengan Carlos. Tapi Carlos bukan pria biasa. Dengan energi dan hasrat yang menggebu, pria miliarder itu mulai menunjukkan tanda-tanda stres. Keira tahu, jika terus begini, pernikahan mereka bisa hancur. Maka, dengan berat hati, Keira mengajukan solusi radikal: "Carlos, menikahlah lagi."
Lihat lebih banyak--- Udara pagi di peternakan Argantara masih diselimuti kabut tipis. Bau rumput basah bercampur aroma kandang sapi menyambut Edgar yang berdiri di depan pagar kayu besar dengan wajah separuh bingung, separuh menyesal. Ia memandangi sepatu kulitnya yang kini tenggelam dalam lumpur. “Kenapa aku bisa di sini, ya?” gumamnya lemas. “Direktur perusahaan kecil, tapi sekarang… karyawan sapi besar.” Dari kejauhan, terdengar suara berat tapi berwibawa. “Ngapain bengong? Sapi nggak akan perah sendiri.” Itu Carlos Argantara, sang kakak ipar masa depan yang kemarin setelah sparing, memberikan ujian kedua untuk Edgar.Ia berdiri dengan tangan di saku dan topi koboi di kepala. Di sampingnya, Pak Darto, mandor peternakan, tampak sudah siap dengan ember dan senyum licik khas petani senior. “Edgar, kenalin. Ini Darto. Dia yang bakal ngajarin kamu cara kerja peternakan,” kata Carlos singkat. “Belajar baik-baik, biar nggak malu-maluin Mariana.” Edgar menegakkan badan, mencoba terlihat yakin walau
---Rasanya panas banget. Edgar yang habis sparing, kemeja setengah basah oleh keringat. Begitu masuk ruang tamu, ia langsung duduk di sofa, menghela napas panjang.“Panas banget… tenggorokan kering,” gumamnya pelan sambil menyandarkan kepala.Dari dapur, Mariana yang lagi naruh gelas langsung nengok.“Kasihan amat, bentar ya! Aku ambilin minum!”Ia buru-buru ambil sebotol soda melon dingin dari kulkas. Karena terbiasa “mengocok” matcha biar rata, tangannya refleks menggoyang botol itu pelan—lalu makin semangat.Edgar yang melihat dari jauh sempat mengernyit.“Mar, itu jangan—”POP!Terlambat. Tutup botolnya meloncat dan soda menyembur ke udara kayak air mancur mini.Mariana menjerit kecil. “Aaaa—ya ampun! Aku nggak sengaja!”Soda muncrat ke meja, lantai, dan ke baju Edgar yang cuma bisa tertegun dengan wajah setengah geli, setengah pasrah.“Aduh aku kebiasaan ngocok…” Mariana bersuara pelan, matanya memohon ampun.Edgar menghela napas, tapi sudut bibirnya terangkat.“Kamu tuh, kebias
Edgar duduk di ujung meja makan panjang yang entah kenapa terasa kayak meja interogasi KPK.Di depannya, Mas Carlos masih dengan ekspresi dingin—walau sesekali melirik ke arah pipi lebam Edgar yang sudah dikompres es batu.Mariana duduk di samping Edgar, terus menatapnya cemas.Setiap kali Edgar mau ngambil lauk, Mariana buru-buru nyodorin sendok, “Udah aku ambilin aja, kamu jangan gerak banyak.”Sementara Carlos hanya berdehem pelan. “Dia masih punya tangan, kan?”“Mas!” Mariana melotot.“Ya kan cuma nanya,” jawab Carlos santai sambil menambahkan sambal ke nasinya.Edgar tersenyum kaku. “Gak apa-apa kok, Mariana. Aku kuat. Cuma… tangan kanan agak lupa caranya ngangkat sendok.”Carlos menahan tawa, tapi suaranya ketahuan juga keluar sedikit.“Baguslah, berarti tinjuku masih ampuh.”Mariana mendengus, “Mas Carlos!”Di tengah ketegangan ringan itu, suara lembut seorang wanita terdengar dari arah dapur.“Carlos, kamu jangan ganggu mereka terus, dong.”Semua menoleh.Masuklah seorang pere
Pagi itu, langit agak mendung — pertanda baik kalau kamu mau tidur lagi, tapi pertanda buruk kalau kamu berniat datang ke rumah orang yang gak suka kamu. Edgar berdiri di depan mansion Mariana dengan napas setengah gugup, setengah yakin hidupnya bakal tamat hari ini. Kemarin, Mariana bilang, > “Besok kamu ketemu kakakku, ya. Namanya Mas Carlos. Tapi tenang, dia cuma mau kenalan.” Kata “cuma kenalan” dari Mariana ternyata punya makna lain. Karena begitu sampai di halaman, Edgar langsung disambut pemandangan tak biasa: Mas Carlos berdiri di tengah taman belakang… pakai celana pendek tinju, tangan bersarung, dan di sebelahnya ada pelatih Muay Thai beneran. --- “Mas… Carlos?” suara Edgar lirih, setengah berharap ini prank. Carlos menatapnya dengan senyum tipis yang lebih menakutkan daripada marah. “Kamu yang namanya Edgar?” “I-iya, Mas.” Carlos menepuk-nepuk sarung tinjunya. “Katanya kamu dulu nolak adikku waktu dia masih nyamar jadi pembantu dirumahmu?” Edgar keringat dingin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan