"May, kenapa masih gak keluar kamar?" Ayah mengetuk pintu berkali-kali, suaranya terdengar sabar, tapi sedikit memaksa.Aku masih terpaku di depan cermin. Menatap pantulan diriku sendiri dengan wajah penuh riasan tipis dan senyum palsu yang siap kupakai sepanjang perjalanan nanti. Napasku berat, dadaku sesak, tapi aku tahu, ini harus dijalani. Aku harus pergi, harus jadi saksi hidup kebusukan yang selama ini disembunyikan Ayah dan pelakornya.Bunda akan tetap di rumah, syukurlah tidak sendirian. Tapi aku? Aku berangkat demi kebenaran."Khumairah, Ayah gak suka kamu ngurung diri terus!" seru Ayah, kali ini lebih tegas.Aku menarik napas panjang, berdiri, mengambil tas, dan membuka pintu perlahan. Tatapan kami bertemu. Mataku kosong, tapi bibirku tersenyum. Senyum palsu, penuh benci."Udah siap? Tante Nanda udah nungguin dari tadi," katanya sambil tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa.Aku mengangkat alis, menahan geli yang mencekik tenggorokan. "Tante Nanda? Wah, syukurlah. Aku suka ka
Terakhir Diperbarui : 2025-05-23 Baca selengkapnya