TEMAN WANITA AYAHKU

TEMAN WANITA AYAHKU

last updateHuling Na-update : 2025-06-24
By:  Bintu HasanIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
14Mga Kabanata
40views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Darahku mendidih. Jantungku memukul tulang rusuk seperti hendak memberontak keluar. Napas naik-turun tak beraturan. Aku ingin berteriak. Ingin membanting sesuatu. Apa saja. Gelas, kursi, bahkan wajah perempuan itu kalau bisa. Tanganku bergetar hebat. Bukan karena takut. Tapi karena terlalu banyak rasa yang kutahan. Dada ini sesak. Mataku panas. Amarahku menumpuk seperti lava dalam perut gunung, siap meledak dan membakar apa pun yang ada di dekatnya. Aku benci ini semua. Benci Ayah yang munafik. Benci perempuan murahan yang sok manis itu. Dan yang paling kubenci, adalah wajahku sendiri di cermin karena masih bisa tersenyum padanya tadi. Aku benci karena harus berpura-pura. Kenapa harus aku yang menyaksikan semua kebusukan ini dari dekat? Kenapa bukan orang lain? Kenapa harus perempuan sebusuk itu yang bisa membuat Ayah lupa pada kami? Jika saat ini aku membuka mulutku lebar-lebar, aku akan meludah tepat ke wajahnya. Aku ingin mengatakan semua umpatan paling jahat yang selama ini hanya berputar di kepala. Tapi aku tahu, belum saatnya. Belum. Tapi sebentar lagi.

view more

Kabanata 1

Bab 1

"Ayah selingkuh, Bun,” ucapku pelan. Pelan, tapi pasti. Suaraku mungkin lirih, tapi di dalamnya ada bara yang siap membakar apa pun.

Bunda, yang tengah duduk tenang di depan laptop, mendongak dengan dahi mengernyit. Aku tahu dia terkejut. Namun, kali ini aku tak peduli. Sudah terlalu lama aku menahan semuanya, takut jika keluarga yang tampak bahagia ini mendadak hancur karena satu kenyataan.

“Kenapa Bunda cuma diam?” tanyaku dengan nada meninggi. “Apa jangan-jangan Bunda udah tahu?”

“May, duduk dulu,” kata Bunda lembut. Tenangnya menyebalkan. Tapi aku duduk juga, berhadapan dengannya.

Entah kenapa, aku tak menemukan sorot luka di matanya. Binar kesedihan itu tidak ada. Apa dia sudah tahu? Atau justru menerima semuanya begitu saja? Apa Bunda tipe wanita yang rela disakiti, tapi tetap bertahan demi status?

“Kenapa kamu yakin Ayah selingkuh? Apa karena kamu nggak suka dipaksa kuliah dan akhirnya nebak-nebak yang aneh?” tanya Bunda mencoba tersenyum. Tangannya menggenggam tanganku, tapi aku malah ingin melepaskannya.

“Aku nggak asal tuduh, Bun. Aku tahu gelagat orang yang jatuh cinta, yang sembunyi-sembunyi. Aku lihat Ayah sama Tante Nanda, mereka terlalu dekat. Dan waktu Bunda nggak bisa datang ke acara kelulusanku, siapa yang datang? Dia.”

Air mataku mulai menggenang. Tapi aku tahan. Aku benci terlihat lemah di tengah luka yang kian menganga.

Bunda menggeleng cepat. “Tante Nanda itu temen kuliah Ayah dulu. Dia juga udah berkeluarga. Kamu salah paham, May.”

Salah paham? Aku masih ingat jelas, tangan mereka saling menggenggam. Pakaian mereka senada. Cara Tante Nanda bicara terlalu manja untuk sekadar rekan kerja. Bahkan setan pun tak akan tertipu oleh kebetulan seperti itu.

“Kalau Bunda memang yakin Ayah nggak selingkuh, coba jawab, apa Bunda nggak sakit hati lihat mereka sering ketemu diam-diam?”

“Bunda biasa aja. Mereka cuma teman. Lagian, Ayah percaya sama Bunda. Dan Bunda juga percaya sama Ayah. Udah, ya, May. Jangan berpikir aneh-aneh. Adik-adikmu bisa dengar dan salah paham.”

Kepalan tanganku gemetar. Andai Bunda bukan ibuku, mungkin sudah kulempar semua tuduhan yang kupendam selama ini. Aku ingin berteriak. Tapi yang keluar hanya napas berat dan bibir yang tertahan marah.

Belum sempat kubuka suara lagi, Bunda berdiri. Melangkah cepat ke kamarnya. Aku mengikuti diam-diam.

Di sana, kulihat dia berdiri menghadap jendela. Memandangi taman yang selama ini dirawat Ayah. Entah apa yang ada di kepalanya. Apakah dia sedang menyusun rencana seperti tokoh istri cerdas dalam novel-novelnya? Atau sedang berusaha berdamai dengan kenyataan bahwa laki-laki bisa mencintai dua wanita sekaligus?

Cuih.

Sebagai perempuan, aku bisa mengerti. Tak ada istri yang benar-benar ikhlas dibagi. Bahkan pelakor pun ingin jadi satu-satunya. Apa pun alasan dan pembenaran, perselingkuhan adalah kesalahan.

Dan mulai hari ini, aku berhenti mencintai Ayah.

*

“Kalau kamu memang yakin Ayah selingkuh, coba tunjukin buktinya,” kata Bunda beberapa hari kemudian. Saat itu aku sedang duduk sendiri di depan rumah. Ayah baru saja pergi ke kantor.

Aku mendesah pelan. “Sebenarnya belum ada bukti kuat, Bun. Tapi aku yakin, cepat atau lambat, akan ketemu.”

“Tadi Bunda cek HP Ayah. Nggak ada yang aneh. Chat mereka juga cuma soal kerjaan.”

Aku ingin tertawa. Tentu saja tak akan ada bukti di sana. Ayah bukan orang bodoh.

“Sabtu nanti kamu ikut Ayah ke kampung, ya?” lanjutnya.

Aku menaikkan alis. “Bunda udah tahu?”

“Tahu. Katanya sekalian mau urus sesuatu di sana.”

Yang aku tahu, kami akan mengantar sekarung pupuk. Tapi hati kecilku menolak percaya. Kenapa nggak kirim via ekspedisi seperti biasa? Lagi pula, beberapa bulan lalu juga sudah kirim lima karung. Masak sudah habis?

“Nanti Tante Nanda juga ikut. Dia dan temannya mau jualan obat herbal,” tambah Bunda tenang.

Aku terkejut. “Tante Nanda?”

“Iya. Nanti kamu berangkat bareng, tapi beda mobil.”

Bareng, tapi beda mobil? Tentu saja. Supaya bisa singgah ke mana pun mereka mau tanpa terlihat mencurigakan.

“Bunda ikut juga, ya?” tanyaku, “biar sekalian ziarah ke makam Kakek.”

“Bunda lagi kurang sehat. Lagian, mobil Ayah kecil. Belakangnya juga buat bawa pupuk dan oleh-oleh.”

Aku memanyunkan bibir lalu masuk kamar. Di ponselku, ada pesan baru dari si pelakor.

Teman Wanita Ayah: May, Tante beliin boneka sama kue bolu, ya?

Aku mendengkus.

Aku: Nggak usah, Tan. Bunda udah janji mau beliin. Ini buat hari Sabtu, kan?

Teman Wanita Ayah: Kalau gitu, Tante beliin bantal leher aja. Kata ayahmu, kamu suka warna pink.

Menjijikkan. Kukunci layar lalu melempar ponsel ke kasur. Rasanya ingin muntah membaca pesan itu.

Aku mengambil tas dan kunci motor. Aku butuh ruang. Butuh jarak. Perpustakaan, mungkin.

Belum sempat keluar, suara Bunda menahan langkahku.

“May, kamu mau ke mana?”

“Ke perpus, Bun.”

“Tadi Tante Nanda telepon. Katanya siang ini mau mampir. Bunda ada acara, jadi kamu di rumah, ya.”

Aku berbalik, menatap wajah Bunda. Wajah itu tersenyum... tenang seperti tak terjadi apa-apa.

Aku ingin tahu, sebenarnya mereka ini menikah karena cinta atau sekadar mengisi kekosongan hidup? Apa arti kesetiaan bagi Bunda? Apakah itu cuma kata yang ditulis di novel-novel roman yang dia buat?

Aku muak.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
14 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status