Sudah dua bulan sejak kelas menulis pertama Dinda dibuka. Ruang komunitas itu kini mulai ramai. Ada belasan peserta tiap pertemuan, sebagian datang dari kota sebelah, hanya untuk duduk, mendengar, dan menulis.Dinda tak menyangka perjalanannya yang kelabu justru membuka jalan bagi orang lain untuk menyalakan cahaya mereka. Ia merasa diberkati — tapi juga… lelah.Setiap pagi kini dimulai lebih cepat. Menyusun materi, membaca karya peserta, membalas email dari penerbit, mengurus undangan seminar daring. Belum lagi naskah novel yang makin mendekati tenggat waktu dari editor GoodNovel.Rayhan mendukungnya, seperti biasa. Tapi akhir-akhir ini, ada yang mengganjal.⸻Malam itu, mereka duduk di meja makan. Dinda masih sibuk dengan laptop, sementara nasi sudah dingin.Rayhan mengaduk sendoknya. “Din… kita makan dulu, yuk. Laptopp-nya nanti aja.”“Sebentar lagi, Han. Aku cuma bales satu surel penting,” jawab Dinda tanpa mengangkat kepala.Rayhan menghela napas pelan. “Kamu bilang hal yang sama
Last Updated : 2025-07-03 Read more