Malam itu, Dinda duduk sendirian di meja makan kecil sambil menatap layar laptopnya. Jemarinya bergerak perlahan di atas keyboard, mengetik paragraf demi paragraf naskah yang mulai mendekati akhir. Di sampingnya, secangkir teh melati sudah hampir dingin. Namun, matanya tetap fokus.Dari balik pintu, Rayhan mengintip sebentar, lalu masuk pelan-pelan, membawa selimut tipis di tangan.“Kamu belum tidur juga?” tanyanya lembut, lalu meletakkan selimut di bahu Dinda.“Aku pengen selesain satu bab lagi,” jawab Dinda tanpa menoleh, tapi suaranya terdengar hangat.Rayhan duduk di kursi seberang, memperhatikan ekspresi serius Dinda. Dalam diam, ia mengagumi perempuan itu — yang dulu rapuh, tapi kini menjelma menjadi sosok yang kokoh dan tahu ke mana harus melangkah.“Besok weekend, kita jalan-jalan, ya,” ujar Rayhan setelah beberapa menit.Dinda berhenti mengetik. “Kemana?”“Ke tempat kamu dulu bilang pengen ke sana, tapi belum sempat. Gunung Pancar, ingat?”Dinda tersenyum kecil. “Yang aku bil
Last Updated : 2025-07-25 Read more