Rindu duduk di sudut ruangan, membenahi kancing seragamnya dengan tangan yang gemetar. Matanya terasa panas. Sebelum sempat menahan, butiran air mata jatuh membasahi pipi. Dia menunduk, membiarkan rambutnya menutupi wajah. Menutupi dirinya dari pandangan Janu, dan mungkin, dari rasa malunya sendiri.Di seberang, Janu sedang merapikan pakaian dengan santai, seolah yang baru saja terjadi adalah hal biasa. Hal wajar. Hal yang tak perlu ditangisi.“Rin…,” Suara itu lembut, hampir menyentuh, tapi bagi Rindu justru makin menyesakkan. “Kenapa kamu menangis?”Rindu menggeleng cepat, tak sanggup menjawab. Tangisnya pecah, nyaris tanpa suara, hanya bahunya yang bergetar.“Aku... aku tidak seharusnya begini...” bisiknya akhirnya. “Kenapa aku tidak bisa menolak kamu, Mas?”Janu mendekat, berjongkok di hadapannya, mencoba menghapus air matanya dengan ibu jari. Sentuhan itu membuat Rindu makin merasa hampa. Bukannya terhibur, dia merasa makin terperangkap.“Kamu tahu jawabannya, Rin,” ucap Janu, se
Last Updated : 2025-07-16 Read more