“Kenapa… kau menusukku, Kak?” Suara Linda menggema, tapi tubuhnya sudah bukan manusia lagi. Dari luka yang terbuka di dadanya, cairan hitam kental merembes keluar, berputar di udara seperti kabut hidup. Naira mundur, terisak, keris masih menancap di tangan. “Bukan aku… bukan aku yang memilih itu!” Kakeknya tertawa, suara beratnya mengguncang ruang kelam. “Kau kira warisan ini membiarkanmu bebas memilih? Darah selalu menagih. Dan ia menagih lewat tanganmu sendiri.” Tanah berdenyut di bawah kaki Naira. Kabut hitam dari tubuh Linda berubah menjadi bayangan-bayangan wajah—ayahnya, ibunya, bahkan dirinya sendiri dalam berbagai usia. Semua menatapnya dengan sorot kecewa. “Pengkhianat…” bisikan itu berulang-ulang, makin keras, seperti ribuan mulut berbicara serempak. Naira menutup telinga, tapi suara itu malah terdengar dari dalam kepalanya. Kerisnya makin berat, bergetar, seperti berusaha lepas. Revan muncul dari balik kabut, wajahnya retak seperti cermin. “Sekarang kau mengerti. Kon
ปรับปรุงล่าสุด : 2025-10-13 อ่านเพิ่มเติม