Pagi itu, matahari nyaris tak terasa. Langit mendung, dan udara lembap seperti semalam belum benar-benar pergi. Tak satu pun dari mereka menyentuh sarapan. Hanya suara kipas angin tua berputar lambat di langit-langit ruang tengah. Raka berdiri di bawah lubang loteng. Ia menatap ke atas, lama. Setelah menghela napas, ia menarik kursi dan naik. Dengan pelan, ia dorong tutup kayu loteng itu. Gelap. Sunyi. Dingin. Udara berdebu menyergap wajahnya. Ia nyalakan senter. Tak ada apa-apa. Tak ada boneka. Tak ada suara. Tak ada bayangan. Padahal semalam… ia jelas melihat sesuatu berdiri di atas sana. Menatap ke bawah. Menatap mereka. Ia turun lagi, pelan-pelan. Di bawah, Tiara, Zaki, dan Anggi menunggu. “Kosong,” kata Raka singkat. Lalu ia duduk. Wajahnya tetap tegang. “Tapi… kenapa rasanya rumah ini makin hidup?” Hari itu berjalan aneh. Zaki batuk tanpa henti, seperti menghirup debu tebal. Tiara bilang ia merasa terus diawasi, bahkan saat mandi. Anggi diam di kamar, mencore
Huling Na-update : 2025-07-07 Magbasa pa