Kegelapan kamar terasa seperti ruang vakum, menyedot setiap suara kecuali desahan dan bisikan yang patah-patah. Venus memandang langit-langit, matanya berkaca-kaca, sementara kepalanya berusaha keras memisahkan realitas dari fantasi yang dia anyam dengan putus asa.“Ya, di sana, Sayang,” bisiknya, suaranya serak, ketika lidah Ian menemukan titik yang membuat seluruh tubuhnya bergetar. Kata "Sayang" itu terasa pahit dan asing di lidahnya, sebuah sebutan yang seharusnya disimpan untuk satu orang saja.Ian, patuh seperti mesin yang diprogram, melanjutkan apa yang diperintahkan. Tidak ada inisiatif, hanya eksekusi yang sempurna dari sebuah peran yang sesuai dengan isi perjanjian. Kepalanya tetap tertunduk, konsentrasinya terfokus pada tugasnya, bukan pada wanita yang menggigil di bawahnya.“Teruskan, Sayang,” suara Venus mendesah lagi, mencoba menenggelamkan diri dalam sensasi fisik, berharap gelombang kenikmatan bisa membasuh semua pikiran tent
Last Updated : 2025-08-28 Read more