Suami Pengganti dari Toko Online

Suami Pengganti dari Toko Online

last updateLast Updated : 2025-08-11
By:  Mita YooUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
12views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Venus John Eleanor sudah muak dengan suaminya. Tanpa pikir panjang, ia nekat menukarnya di sebuah toko misterius di pasar gelap daring. Ketika suami pengganti tiba—sempurna dalam segala hal, persis seperti yang ia impikan—Venus pun mulai bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya yang asli?

View More

Chapter 1

Bab 1

Malam itu, aroma ayam panggang kecap memenuhi ruang makan. Bagian potongan utuh itu mengilat di bawah cahaya lampu kristal, memantulkan bayangan Venus yang sedang tersenyum. Perempuan cantik itu menyusun nasi putih di piring, menatap Eric, suaminya.

Lelaki yang duduk di seberangnya dengan postur sempurna, dasi longgar di leher, dan senyum yang selalu membuat jantungnya berdegup kencang.

"Menu spesial buat kamu," ucap Venus lembut, meletakkan piring di depan Eric.

Suaminya itu mengangguk, matanya berbinar. "Aku suka masakan kamu malam ini, Venusku sayang,” katanya.

Kalimat itu terdengar hangat di telinganya. Venus hampir tak percaya karena akhir-akhir ini Eric jarang sekali memuji. Biasanya, yang keluar dari mulutnya hanyalah keluhan atau permintaan singkat. Namun malam itu, semuanya terasa berbeda.

“Aku seneng kalau kamu suka. Habis makan malam kita mandi bareng ya? Habis itu ….”

Venus menarik gelas minumnya, jari-jarinya yang halus melingkari kristal tipis itu. Saat bibirnya hampir menyentuh air dalam gelas itu—

"Kamu nggak denger ya aku ngomong apa?"

Suara Eric yang tiba-tiba menggelegar membuatnya tersentak. Venus terkejut. Gelas di genggamannya nyaris terlepas.

Ia mengerjapkan mata, melihat Eric masih duduk di kursinya, tetapi ekspresinya sudah berubah. Ekspresi tak tergapai, dingin, seperti topeng yang tiba-tiba retak.

"Ya, sayang? Kamu mau apa? Maaf aku sedikit nggak fokus," Venus mencoba menyembunyikan getar di suaranya.

Eric menghela napas, mengusap dahinya. "Aku mau langsung tidur. Makasih udah masakin makan malam."

Tanpa menunggu respon atau sekadar sahutan, lelaki itu berdiri, meninggalkan Venus di tengah meja makan yang tiba-tiba terasa terlalu besar. Suara langkahnya menghilang di tangga, meninggalkan kesunyian yang menusuk.

Venus menatap piring Eric. Ayam masakannya masih utuh, hampir tak tersentuh.

“Tadi … aku berkhayal lagi, ya? Ya ampun, saking kangennya aku sama kehangatan dia,” gumam Venus.

Ia menarik napas dalam, mencoba mengusir bayangan Eric yang lain. Eric yang hangat, yang memujinya, yang mungkin tak pernah benar-benar ada saat ini.

Di lantai atas, suara pintu kamar terkunci, menggema. Venus mengangkat sendok, memaksakan sesuap nasi ke mulutnya.

Ia mencoba tetap menikmati makan malam itu, meski rasanya pahit. Sambil menjejali mulutnya dengan nasi dan ayam panggang kecap buatannya.

Piring Eric masih penuh. Ayam kecapnya sudah tidak mengeluarkan uap lagi, lapisan sausnya mengeras di pinggiran piring. Venus menyentuh nasi di piringnya sendiri. Sudah dingin.

Ia berdiri dan berjalan ke rak buku di ruang tamu. Album foto pernikahan mereka terselip di antara buku-buku resep masakan. Kulit sampulnya sudah mulai mengelupas di sudut-sudutnya.

Jari Venus yang gemetar membuka halaman demi halaman. Ada foto mereka di dapur apartemen pertama mereka. Saat Eric memakai apron bergambar sapi lucu, wajahnya belepotan tepung. Foto lain menunjukkan mereka di bioskop, Eric sedang mengikatkan syal di leher Venus dengan ekspresi serius yang lucu.

"Kamu dulu selalu … romantis. Kenapa sekarang jadi aku yang selalu ngejar kamu?" Venus menahan isak.

Venus menutup album dengan keras. Di sudut ruangan, jaket denim Eric tergantung di kursi. Jaket yang sama yang pernah menyelimutinya di bioskop. Jaket itu kini terlihat kusam, dengan noda kopi di lengan kanan yang tidak pernah sepenuhnya hilang meski sudah dicuci bersih.

Dia meraih jaket itu tanpa berpikir, menempelkan wajahnya ke kain yang sudah kehilangan aroma sandalwood itu. Yang tersisa hanya bau rokok dan bau samar sesuatu yang asing. Bau parfum yang bukan miliknya.

“Aku nggak bisa kayak gini. Aku harus cari pelampiasan lain,” gumam Venus sambil membawa jaket Eric ke kamar belakang.

Venus mengunci diri di balik pintu kamar mandi di belakang. Ia menyalakan keran air hangat, uap panas menyebar, cermin besar di dinding sudah berkabut. Air pancuran deras mengaliri tubuhnya yang menggigil.

Di lantai marmer, jaket denim Eric tergeletak. Jaket yang ia curi dari tempatnya, saat Eric masih mendengkur di kamar. Venus memungutnya dengan gemetar.

"Bodoh sekali kamu, Venus," bisiknya pada bayangannya sendiri di kaca yang buram.

Namun, tangannya sudah bergerak sendiri. Membawa jaket itu ke wajahnya, menghirup dalam-dalam. Bau itu langsung menerpa seperti pukulan telak. Sebuah campuran parfum sandalwood milik Eric yang memudar, rokok kretek, dan sesuatu yang baru. Bau vanilla-mint yang terasa terlalu feminin.

“Gila kamu, Venus! Gara-gara Eric kamu jadi begini," katanya sambil meremas-remas jaket itu.

Tubuhnya bereaksi sebelum otaknya bisa protes. Tangannya yang basah menyelinap ke bawah, jari-jarinya bergerak dengan kenangan dalam memorinya seperti dulu saat Eric masih memandangnya dengan hasrat, bukan dengan wajah bosan yang sekarang selalu ia dapatkan.

"Oh, God. Maafin aku, Tuhan!" erangnya. Punggungnya menempel ke dinding dingin untuk menahan kaki yang mulai lemas.

Pikiran terakhir sebelum orgasme menyambar adalah wajah Eric di pagi hari ulang tahun pernikahan mereka dulu, saat suaminya itu membangunkannya dengan ciuman dan tangan nakal yang mahir.

"Argh! Sialan kamu, Eric!"

Suaranya menggema di kamar mandi sempit. Venus terpeleset, jatuh berlutut di lantai basah, jaket itu masih melekat erat di wajahnya seperti perban pada luka.

***

Jam di nakas menunjuk pukul 3:47. Venus menatap langit-langit kamar belakang. Tempat yang seharusnya menjadi tempat berbaring suaminya.

Telepon genggamnya menyala dengan chat terakhir dari Eric yang belum sempat ia buka sejak kemarin malam.

"Aku lembur lagi. Jangan tunggu."

Venus mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang. Ia meraih ponsel, membuka galeri foto, menggeser-geser gambar sampai menemukan tangkapan layar dari pesan yang disembunyikannya di folder "Tagihan".

Foto-foto mereka saat sikap Eric masih sehangat mentari pagi. Tangannya mengepal. Tiba-tiba, ia meraih jaket itu lagi, tetapi kali ini dengan gunting yang ia keluarkan dari laci nakas di samping. Dengan gerakan kasar, ia mulai mencabuti benang di bagian label dalam.

Satu per satu benang terlepas sampai sebuah tulisan dari bordir terlihat.

“V+E - 05.05.2018"

Tanggal pernikahan mereka.

Venus terisak. Di luar, hujan mulai turun, mengetuk jendela seperti jari-jari Eric yang dulu selalu mengetuk pintu kamar mandi saat ia mandi terlalu lama.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status