Malam itu seperti menelan seluruh cahaya. Jalanan yang sepi, hutan kecil di sisi kanan, dan bau besi terbakar dari mobil yang ringsek, semuanya berpadu menjadi pemandangan yang tak masuk akal. Arlan berdiri terpaku di samping mobil Airin, tubuhnya goyah seolah tanah di bawah kakinya sedang runtuh.“Airin…” suara itu keluar lirih, serak, lebih mirip rintihan daripada panggilan.Mobil Airin masih menyala redup, pintu depannya terbuka, kursinya kosong. Tas kecil tergeletak, ponsel retak berkilat terkena cahaya lampu jalan yang samar, dan buku catatan tipis terbuka di tanah—halaman-halaman dengan tulisan tangan Airin yang seperti luka yang meneteskan darah.Arlan menunduk, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya gemetar hebat, dadanya naik turun tak terkendali. “Tidak… tidak mungkin begini… Airin, jawab aku…”Ia berlari ke arah hutan, menembus gelap gulita, meneriakkan nama istrinya. Daun-daun basah menampar wajahnya, tanah becek melekat di sepatunya, tapi ia tak peduli.“A
Last Updated : 2025-10-07 Read more