Aku duduk di kursi yang disediakan. Tanganku kutaruh di pangkuan, berusaha terlihat tenang padahal detak jantungku seperti hendak melompat keluar. Pria itu, yang tadi dengan enteng meremehkanku di lift, kini duduk tegap di hadapan. Dari sorot matanya, jelas ia tipe pria yang terbiasa mengintimidasi orang hanya dengan tatapan.“Baik, Aisyah Rahmani,” katanya, menyebut namaku seakan sedang menguji lidahnya menyebut sesuatu yang asing. “Kau melamar posisi sebagai asisten pribadi direktur. Posisi yang, jujur saja, tidak semua orang sanggup jalani. Apa yang membuatmu yakin bisa menanganinya?”Nada bicaranya datar, tapi ada ketus terselubung di dalamnya. Seolah ia sudah bisa menebak jawabanku, lalu siap untuk menertawakan.Aku mengangkat dagu sedikit. “Saya percaya diri dengan kemampuan saya. Latar belakang saya di administrasi dan pengalaman kerja sebelumnya cukup relevan. Saya bisa mengatur jadwal, mengurus dokumen, dan tentu saja, menjaga kerahasiaan pekerjaan dengan baik.” Ia mengetuk
Last Updated : 2025-08-18 Read more