Di tengah ruangan kecil dengan jendela kaca besar di tiap sisinya, pria dingin dan menyebalkan tadi, duduk dengan tenang di kursi utama. Kedua tangannya terlipat di atas meja, menindih beberapa kertas berserakan di bawahnya. Sinar matahari yang masuk melalui jendela, tak menghangatkan rasa dingin di hatiku saat ini. Tatapannya lurus terarah padaku. "Aisyah Rahmani?" suaranya terdengar jelas, tajam, namun dengan nada formal. Sudut bibirnya terlihat melengkung tipis, bukan senyum ramah, lebih pada senyum meremehkan. “Menarik. Mari kita mulai wawancaranya.” Jantungku langsung turun ke perut. Astaga, kenapa harus dia? Aku dipersilahkan duduk di kursi yang disediakan. Posturku kaku, dengan tanganku yang kuletakkan di atas pangkuan, berusaha terlihat tenang padahal detak jantungku seperti hendak melompat keluar. Pria itu, yang tadi dengan enteng meremehkanku di lift, kini duduk tegap di hadapan. Dari sorot matanya, jelas ia tipe pria yang terbiasa mengintimidasi orang hanya dengan tata
Last Updated : 2025-08-18 Read more