Bandung sore itu dinginnya ganjil. Bara duduk di teras rumah kontrakan kecil yang baru ia tempati tiga hari lalu. Di depannya, jalan menanjak yang sepi, pohon flamboyan yang gugur separuh daun, dan suara motor yang sesekali lewat. Ia memegang cangkir kopi, sudah dingin, tapi belum habis juga.Kontrakan itu kecil tapi rapi — dua kamar, ruang tamu sempit, dapur mungil, dan halaman depan yang ditumbuhi tanaman karet yang entah kenapa selalu miring. Pemilik rumah bilang, "Kalau kamu rajin nyiram, dia bakal tegak sendiri, Mas." Bara hanya tertawa. Ia tidak yakin tanaman bisa diselamatkan secepat itu, sama seperti dirinya.Di dalam, laptopnya menyala dengan ratusan file desain yang menunggu direvisi. Proyek baru dari komunitas seni Bandung yang mengundangnya datang ke kota ini — awalnya hanya untuk pameran dua minggu, tapi belakangan berkembang jadi tawaran kolaborasi lebih panjang.Katanya, “Bara, kamu punya gaya yang beda. Visualmu punya cerita.”Waktu itu, ia hampir menolak. Tapi sesuatu
최신 업데이트 : 2025-10-11 더 보기