Nafas hangat Christian menyapu leherku, aroma parfum maskulinnya menguar, membuat bulu kudukku merinding. “Kau apa?” suaranya rendah, tegas.Aku berbalik cepat, tubuhku kaku, dadaku sesak. Christian berdiri di sana, matanya menyipit, dingin, tapi di ujung bibirnya ada senyum kecil—licik, hampir tak terlihat. Aku menahan kemarahan, terjebak lagi oleh pria ini. Wajahnya datar, tanpa rasa bersalah, seperti dia tahu dia memegang kendali penuh.“Ikut aku,” katanya, suaranya tajam, tangannya menunjuk ke ruangannya. Aku mengikuti, kaki terasa berat, napasku tersengal. Di ambang pintu, aku berhenti sejenak, jantungku berdetak keras. "Masuk lagi ke sini? Rencana apa lagi yang Christian lakukan?" batinku, takut dan rasa malas bercampur, aroma parfumnya masih menempel di udara, mengingatkanku pada kejadian semalam.“Duduk,” katanya, sudah di kursi CEO-nya, sedangkan mata Christian tak lepas dariku. Aku menurut, duduk di depannya, tanganku mengepal, berusaha tenang meski dadaku sesak. Dia mel
Last Updated : 2025-09-11 Read more