Dengan perut yang sangat besar, aku menyeret diriku di lantai, merangkak menuju pintu baja yang berat itu.Tepat saat pintu itu menutup dengan dentuman keras yang mengguncang, jariku terjepit di kusen.Aku mendengar suara tulang yang patah, renyah dan mengerikan.Rasa sakit baru menghantam, menenggelamkan siksaan obat dalam tubuhku. Aku menjerit sekuat tenaga, teriakan melengking merobek tenggorokanku.Tapi pikiran Alexander hanya tertuju pada Elisa. Tangisku sama sekali tak terdengar olehnya.Tiba-tiba, cairan hangat merembes turun. Aku tahu ketubanku sudah pecah.Ketakutan yang dingin dan mutlak menelan seluruh diriku.Satu-satunya cahaya hanyalah kilau hijau redup dari lampu darurat di atas pintu.Aku berusaha menenangkan diri, menghantam pintu dengan tinju lemahku, berteriak minta tolong.Tapi ini ruang operasi pribadi milik Alexander yang terisolasi, kedap suara, tanpa jendela.Tidak ada seorang pun yang bisa mendengar rintihanku yang makin melemah.Bayiku menendang keras-keras, s
続きを読む