Compartir

Bab 3

Autor: Bagel
Wajah dokter itu langsung pucat. Dia tahu aku sudah di ambang kematian dan harus segera dibawa ke rumah sakit yang layak.

Dengan panik, dia menekan nomor pribadi Alexander.

"Bos, ini darurat! Nyonya Alana sudah keracunan parah, dia butuh penanganan medis segera! Dia bisa mati!"

Suara Alexander terdengar penuh kejengkelan dan amarah.

"Alana. Kamu benar-benar sudah kelewatan dengan sandiwara ini. Bukan cuma bisa keluar, kamu bahkan berhasil menyuap dokter terbaik keluarga kita."

"Biar aku perjelas. Apa pun permainan yang sedang kamu mainkan, aku tidak akan terjebak. Aku terlalu mengenalmu. Tidak ada yang salah denganmu, jadi berhentilah mencoba menipuku."

"Aku sudah bilang, dia darah dagingku. Aku tidak akan meninggalkan putraku sendiri. Tapi kamu harus menunggu sampai Elisa selesai. Kenapa kamu tidak bisa sabar sedikit saja?"

"Aku akui, aku meremehkanmu. Sekarang bersikaplah baik, atau kamu tahu sendiri akibatnya kalau berani melawan aku."

Sambungan telepon terputus.

Dokter itu menatap ponselnya, lalu kembali melihatku yang nyaris kehilangan nyawa.

Dia menggertakkan giginya dan akhirnya mengambil keputusan.

"Memang kecil kemungkinan berhasil, tapi aku akan membawamu ke klinik pribadi."

Aku sama sekali tidak menyangka dia akan membawaku ke klinik Elisa.

Lewat pintu kaca, aku bisa melihat ruangan terang benderang dengan staf medis sibuk mondar-mandir.

Peralatan medis tercanggih berjejer rapi.

Semua itu seharusnya ditujukan untuk menyelamatkanku.

Dokter itu memohon pada staf, menjelaskan keperluanku pada kepala perawat.

Tapi perawat itu hanya menggeleng dingin.

"Perintah Bos sudah jelas. Semua fasilitas klinik hanya untuk Nyonya Elisa. Tidak ada yang boleh memakainya tanpa izin."

"Tapi dia sekarat!"

"Itu bukan urusan kami."

Karena perintah Alexander, bahkan obat penghilang rasa sakit pun tidak bisa kudapatkan.

Tepat saat itu, seorang pria tinggi muncul di pintu.

Dialah Raka, tangan kanan Alexander.

Dia melihatku yang berlumuran darah, wajahnya langsung pucat ketakutan.

Dia buru-buru menghampiri Alexander.

"Bos, ada seorang wanita di luar, penuh darah. Dia... kalau aku tidak salah, dia mirip sekali dengan Nyonya Alana."

Kening Alexander berkerut, tangannya menekan pelipis dengan kuat.

"Tidak mungkin," jawabnya datar. "Dia baik-baik saja. Hamil, iya, tapi tetap baik-baik saja. Tidak mungkin dia bisa sejauh ini."

Raka mencoba lagi, suaranya diturunkan.

"Mungkin Bos sebaiknya lihat sendiri. Kalau memang dia, anakmu juga bisa dalam bahaya."

Kesabaran Alexander habis. Dia menatap Raka dengan tajam.

"Aku bilang tidak mungkin. Kamu tuli, hah?"

"Kalau benar Alana, apa menurutmu dia perlu kamu laporkan? Bukankah dia akan langsung menerobos masuk sendiri?"

"Wanita seangkuh itu, yang begitu terobsesi dengan penampilan, tidak akan pernah biarkan orang lain melihatnya dalam kondisi begitu. Pakai otakmu."

Setelah dimarahi begitu, Raka hanya bisa menggeleng putus asa.

"Maaf," katanya padaku. "Aku tidak bisa menolongmu."

Dokter itu menatap putus asa ke arah pintu ruang perawatan yang tertutup rapat.

Wajahnya penuh rasa bersalah, tapi aku tahu dia sudah melakukan semua yang bisa dia lakukan.

Aku ingin berkata agar dia tidak menyalahkan dirinya, bahwa dia sudah berusaha sekuat tenaga, tapi aku tidak lagi punya tenaga untuk bicara.

Kehilangan darah, racun ular, obat penahan kontraksi, semuanya mempercepat kedatangan maut.

Aku masih bisa mendengar bisikan samar para staf medis, suara mereka makin jauh dari telingaku.

"Bayi Nyonya Elisa sebentar lagi lahir, kita harus tetap di sisinya."

"Tapi kondisi wanita ini kritis. Kalau tidak ditolong, dia akan mati."

"Racunnya sudah menyebar ke organ, dan detak jantung janinnya melemah..."

"Cepat ambil peralatan darurat!"

Sakit menusuk perutku, berbeda dari kontraksi.

Ini adalah rasa sakit kematian.

Tanganku menempel di perut.

Perutku yang tadinya buncit perlahan mengempis.

'Bayiku... maafkan aku,' jerit jiwaku. 'Anakku yang berharga, Ibu gagal melindungimu.'

Aku meneteskan air mata terakhir.

Dan kemudian dunia menjadi gelap.

...

Sudut pandang Alexander.

Alexander mondar-mandir cemas di luar ruang bersalin.

Dia sudah menunggu di sisi Elisa semalaman.

Begitu pintu terbuka, dia langsung bergegas ke ranjang Elisa.

"Selamat, Bos! Bayinya sehat, laki-laki!"

Alexander menatap bayi dalam pelukan Elisa, matanya berkilat penuh sukacita.

"Cantik sekali," katanya pelan pada Elisa. "Persis seperti kamu."

Akhirnya, pewaris masa depan keluarga sudah lahir.

Lalu dia terdiam sejenak. Sebuah pikiran melintas begitu saja, 'Seperti apa rupa anak Alana nanti? Kalau perempuan, mungkin akan mirip ibunya, terutama dengan mata coklat pekatnya itu.'

Setelah menidurkan bayi dengan lembut, Alexander berbalik hendak pergi.

Hari panjang itu akhirnya selesai.

Dan barulah dia teringat.

"Raka, bawa Alana ke sini. Semuanya sudah berakhir. Saatnya dia melihat bayinya."

"Elisa sudah selamat. Bilang padanya dia bisa melahirkan sekarang."

Raka terpaku, tidak bergerak sedikit pun.

Tubuhnya bergetar oleh ketakutan yang tak bisa dimengerti Alexander.

Butuh waktu lama sebelum akhirnya dia memaksa kata-kata keluar, suaranya parau.

"Bos... Nyonya Alana dan bayinya... mereka... mereka sudah tidak ada."

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 8

    Suara Alexander pecah karena ketakutan saat ia berlutut di lantai marmer, darah menetes dari mulutnya."Aku tak bermaksud menyinggung, demi nyawaku aku bersumpah. Alana adalah istriku. Aku hanya ingin membawanya pulang. Tolong maafkan aku, Tuan Surya. Aku tidak tahu Alana adalah putrimu."Alexander seperti anjing menyedihkan, merayap di kakiku."Aku mohon! Tolong, kasihanilah aku!""Semuanya kulakukan karena aku mencintainya! Demi Tuhan, aku tak pernah bermaksud menyakitinya!"Ayahku menatapnya dari atas, kilatan maut di matanya setajam pisau."Mencintainya?" Ayah mengejek. "Kau menyebut itu cinta?""Kau mengurungnya, kau biarkan dia diracuni, kau bunuh cucuku. Itu cinta?"Alexander menggeleng-gelengkan kepala dengan panik."Tidak! Bukan maksudku! Aku hanya ingin..."Aku melangkah mendekat dan menendangnya tepat di dada.Dia terjatuh ke belakang sambil mengerang kesakitan."Cukup," kataku, suaraku sedingin es. "Aku tidak mau mendengar sepatah kata pun dari alasanmu."Aku menatap cincin

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 7

    "Kamu orang sombong dan bodoh tak berguna." Suaraku penuh dengan rasa jijik.Untuk pertama kalinya aku menunjukkan penghinaan yang jelas padanya, dan otoritasnya langsung terguncang."Alana, aku tak akan pernah membiarkanmu hilang dari hidupku lagi. Tujuanku hari ini cuma satu, membawa wanitaku pulang.""Kamu tidak mengerti. Saat aku mengira kamu sudah mati nyaris saja aku kehilangan akal.""Marahlah padaku sebanyak yang kau mau. Aku, Alexander Santoso, tetap tak tergoyahkan."Dia mengangkatku ke bahunya tanpa ragu, berjalan cepat menuju pintu keluar.Dia masih memainkan peran suami setia, tenggelam dalam sandiwara yang cuma menguntungkan dirinya sendiri.Pada saat itu, aku nyaris merasa kasihan padanya. Tapi untuk saat ini, aku belum bisa melepaskan diri dari cengkeramannya."Kau pikir siapa dirimu? Apa hakmu untuk menahan aku?"Dia mengeluarkan tawa bodoh. "Aku akan jadi kepala Keluarga Santoso. Jangan pertanyakan posisiku.""Begitu aku mendapatkanmu kembali, pada akhirnya kamu akan

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 6

    Sudut pandang Alana.Saat aku mendengar kabar itu, satu-satunya yang kupikirkan adalah bahwa dia benar-benar gila.Tak penting. Pulau pribadi ayahku jauh di Lautan Elaris, dilindungi sistem keamanan setingkat militer. Dia tidak akan pernah menemukanku.Aku tak membuang waktu memikirkannya dan terus fokus belajar bagaimana mengatur kerajaan keluargaku.Selama sebulan, aku menekuni urusan Keluarga Kirana, turun langsung menangani kesepakatan besar dan menjadi penengah dalam perselisihan antar faksi sekutu."Putri, laporan kuartalan dari divisi Ardana sudah siap."Asistenku, Liora meletakkan setumpuk berkas di depanku."Apakah masih ada rapat dewan sore ini?""Iya, jam tiga. Keputusan akhir soal akuisisi perusahaan perhiasan Helvoria."Saat aku sedang memeriksa dokumen, pintu ruang rapat tiba-tiba ditendang terbuka.Sosok yang tak asing menerobos masuk.Itu Alexander. Jasnya kusut, rambutnya acak-acakan dan matanya menyala dengan kemarahan yang tak terkendali.Beberapa pengawalku berada t

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 5

    Sudut pandang Alana."Tapi kau sempat memegangnya, Alana. Bahkan jika hanya sekejap. Di saat itu, kau adalah ibunya.""Jangan khawatir. Akan ada anak-anak lain. Garis keturunan Kirana tidak akan berhenti di sini."Dia menghela napas panjang, wajahnya tergurat kesedihan mendalam untukku."Tapi kalau kau membuang air mata untuk bajingan itu, kau menghina dirimu sendiri.""Aku sudah bilang jangan menikah dengannya. Tapi kau bersikeras mengikuti jalanmu sendiri. Kau bahkan rela memutuskan hubungan denganku untuk bersamanya."Aku mengintip dari balik selimut. Melihat wajah Ayah yang lelah, garis-garis dalam yang terukir oleh waktu, aku tak bisa menahan diri untuk menangis lagi."Aku salah, Ayah." Aku terisak. "Aku sangat bodoh. Tolong maafkan aku.""Aku tidak menangis untuknya. Aku menangis untuk bayiku yang mati."Ayahku dengan lembut menyeka air mataku, kewibawaan kepala keluarga yang berperangai besi mencair di hadapan putrinya."Hati ini... Kau satu-satunya harta, permata paling berharg

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 4

    Sudut pandang Alexander."Apa kau bilang?!"Raungan Alexander mengguncang seluruh klinik sampai ke dasarnya.Dia mencengkeram kerah Raka, matanya membara dengan amarah liar."Apakah kau berbohong padaku? Apakah kau ikut-ikutan sandiwara dengannya?""Bos, aku melihatnya dengan mata kepala sendiri...""Omong kosong! Dia baik-baik saja saat aku meninggalkannya. Wanita secerdik itu tidak akan mati begitu saja!"Alexander meninju wajah Raka, lalu terhuyung mundur sebelum menyeimbangkan tubuhnya lagi.Raka bergetar di bawah beban amarah membunuh dari Alexander, suaranya gemetar."Bos, tubuh Nyonya Alana ada di ruang medis bawah tanah. Kami sudah memastikan identitasnya... benar-benar dia. Benar-benar Nyonya Alana."Ketakutan yang mendalam merayap naik ke tenggorokannya, disertai keputusasaan yang mencekam karena kehilangan bagian dari dirinya.Dia langsung berlari keluar ruangan.Suara Elisa memanggil dari belakang, "Alexander, kau mau ke mana? Bayinya baru saja lahir, kau tidak boleh pergi!

  • Kelahiran yang Menghancurkan   Bab 3

    Wajah dokter itu langsung pucat. Dia tahu aku sudah di ambang kematian dan harus segera dibawa ke rumah sakit yang layak.Dengan panik, dia menekan nomor pribadi Alexander."Bos, ini darurat! Nyonya Alana sudah keracunan parah, dia butuh penanganan medis segera! Dia bisa mati!"Suara Alexander terdengar penuh kejengkelan dan amarah."Alana. Kamu benar-benar sudah kelewatan dengan sandiwara ini. Bukan cuma bisa keluar, kamu bahkan berhasil menyuap dokter terbaik keluarga kita.""Biar aku perjelas. Apa pun permainan yang sedang kamu mainkan, aku tidak akan terjebak. Aku terlalu mengenalmu. Tidak ada yang salah denganmu, jadi berhentilah mencoba menipuku.""Aku sudah bilang, dia darah dagingku. Aku tidak akan meninggalkan putraku sendiri. Tapi kamu harus menunggu sampai Elisa selesai. Kenapa kamu tidak bisa sabar sedikit saja?""Aku akui, aku meremehkanmu. Sekarang bersikaplah baik, atau kamu tahu sendiri akibatnya kalau berani melawan aku."Sambungan telepon terputus.Dokter itu menatap

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status