“Heh! Ngapain senyum-senyum?!”Aku tersentak. Tirai kamar tersibak kasar, suara Bimo terdengar keras tepat di hadapanku. Jantungku seperti mau lepas. Apakah Bimo tau sesuatu tentangku? Ya ampun, kenapa aku jadi takut begini?“B–baru pulang, Mas?” tanyaku mencoba tenang, meskipun suaraku yang bergetar tak bisa kusembunyikan.Bimo melotot, wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Sepertinya ia tidak tidur semalaman. Ia melemparkan tas ke meja dengan kasar, sebelum menjatuhkan tubuhnya ke kursi rotan yang sering ia gunakan untuk merokok.“Suami pulang bukannya diambilin minum buru-buru, malah ngumpet di kamar terus,” gerutunya dengan nada menyebalkan.Aku menelan ludah, mengatur napas. “I-iya, Mas … aku ambilin minum sekarang.”Aku segera ke dapur, mengisi gelas dengan air putih sambil menempelkan tangan ke dada. Jantungku masih berdebar tak karuan. Tiba-tiba saja, bayangan semalam … sentuhan Galang … pelukannya … belaiannya … semua berkelebat tak terkendali. Aku menggigit bibir kuat-kuat,
Terakhir Diperbarui : 2025-10-24 Baca selengkapnya