Ibukota Cahaya tidak seperti yang dibayangkan Risa. Ia pikir kota itu akan damai, penuh cahaya dan harmoni. Nyatanya, begitu kereta mereka melewati gerbang raksasa, suara riuh langsung menyerbu telinga: teriakan pedagang menawarkan barang, tawa anak-anak kecil berlari di gang, derap kaki pasukan yang berpatroli, dan teriakan pemabuk di sudut jalan.Bau roti panggang, asap arang, dan keringat manusia bercampur jadi satu. Ibukota ini… hidup. Ramai. Indah, tapi juga penuh kekacauan.“Wah!” Risa memegangi dadanya, matanya berbinar. “Aku belum pernah lihat pasar sebesar ini!”Di kiri kanan jalan utama, kios-kios berdiri berjejer. Ada yang menjual batu Chi buatan, jimat penenang, bahkan makanan eksotis dari pelosok negeri.Gerry melongo, matanya bergerak ke sana kemari. “Lihat itu! Tusuk sate raksasa! Aku lapar lagi!”“Baru saja makan sup di perkemahan,” kata Kael datar.“Sup encer itu bukan makanan,” protes Gerry sambil menelan ludah.Bara tersenyum tipis. Ia tidak sibuk melihat barang
Last Updated : 2025-10-04 Read more