Kultivator Jiwa Modern

Kultivator Jiwa Modern

last updateLast Updated : 2025-10-07
By:  Vanhelsing83Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
57Chapters
30views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Semua orang menertawakannya si lemah, si pecundang, si “Bunga Layu” di Akademi Cahaya Jiwa. Tapi mereka tidak tahu, Bara menyimpan kekuatan yang tidak bisa dilihat siapa pun. Ia bukan kultivator biasa—ia adalah Kultivator Jiwa, penganut ajaran kuno yang melatih ketenangan, bukan amarah; pikiran, bukan tenaga. Saat para jenius sibuk mengejar pil dan kekuasaan, Bara justru menelusuri rahasia jiwa dan emosi manusia. Hingga suatu hari, Master Kegelapan menyusup ke akademi, menyebarkan ketakutan dan kekacauan. Saat semua orang runtuh, hanya satu sosok yang masih berdiri tenang: Bara. Dengan senyum santai dan jiwa yang tak terguncang, ia membuktikan bahwa kekuatan terbesar bukanlah menghancurkan orang lain... tetapi menaklukkan diri sendiri. “Kultivator Jiwa Modern” kisah tentang ketenangan batin yang menjadi kekuatan absolut di dunia yang kacau.

View More

Chapter 1

Bab 1 — Senyum di Tengah Badai (Revisi)

BEEP!

Kristal uji di aula Akademi Cahaya Jiwa menyala sebentar lalu meredup. Cahaya kuning pucat berkedip pelan, seolah malu untuk bersinar.

“Tier 1. Bunga Layu,” ucap pengawas datar.

Suasana langsung pecah oleh tawa.

“HAHAHA! Tiga tahun berturut-turut!” seru salah satu murid.

“Dasar pecundang abadi!” tambah yang lain.

Namun di antara ejekan itu, seorang remaja berdiri santai.

Wajahnya tenang. Senyumnya bahkan terlihat tulus, seperti tidak ada yang salah dengan hasil ujiannya.

Dialah Bara, siswa paling aneh di seluruh Akademi Cahaya Jiwa.

Di dunia ini, kekuatan seseorang ditentukan oleh tingkat Chi energi spiritual yang mengalir di tubuh. Semakin tinggi Tier nya, semakin tinggi status sosialnya.

Dan Bara? Tiga tahun di Akademi, tetap Tier 1. Di atas kertas, ia hanyalah sampah sistem.

Tapi tidak bagi dirinya sendiri.

“Lihat dia,” bisik seorang gadis di barisan. “Senyumnya kayak orang yang gak sadar hidupnya hancur.”

“Bukan,” balas temannya. “Dia tahu, tapi gak peduli.”

Gerry, siswa berbakat Tier 5, melangkah mendekat sambil tersenyum sinis.

Tangannya bergetar dengan aura listrik biru. “Bara,” katanya sambil menepuk pundak, “kau tahu gak? Dunia ini bukan tempat untuk orang seperti kau.”

Bara memandangnya dengan tenang. “Mungkin memang bukan,” katanya lembut. “Tapi aku juga gak butuh dunia yang diukur dari amarah.”

“Amarah itu bahan bakar kekuatan!” bentak Gerry. “Tanpa itu, kau gak akan pernah naik level!”

Bara tersenyum kecil. “Lucu juga. Katanya kau jenius, tapi kau masih butuh marah buat merasa kuat?”

Gerry terdiam sejenak, tak tahu harus menjawab apa.

Tawa di sekitar mereka pelan-pelan mereda. Semua mata kini tertuju pada dua orang itu, si petir dan si damai.

Setelah ujian berakhir, Bara berjalan ke kelasnya. Meja belajarnya sudah dicorat-coret:

“Bara = Pecundang Abadi.”

Ia hanya menghela napas. Tanpa kata, ia mengambil kain basah dari tasnya dan mulai menghapus tulisan itu. Perlahan. Tenang.

Setiap gerakan seolah jadi meditasi.

Seorang teman, Dika, menghampiri. “Bro, kau gak capek? Kenapa gak lapor aja ke guru?”

Bara tersenyum tanpa menoleh. “Melapor butuh waktu satu jam buat drama dan emosi. Bersihin butuh dua menit. Aku pilih dua menit.”

Dika melongo. “Kau... aneh.”

“Bukan aneh,” Bara menjawab pelan. “Aku cuma hemat energi emosional.”

Pelajaran berikutnya dimulai. Instruktur utama, Tuan Raka, menatap seluruh kelas.

“Hari ini kalian akan buat strategi pertahanan mental dari serangan Chi negatif,” katanya. “Kelompokkan diri kalian.”

Tak ada yang mendekati Bara. Tapi seseorang tiba-tiba melangkah ke arahnya.

Risa, gadis Tier 3 dengan wajah selalu cemas, berdiri kikuk di sampingnya.

“Bara,” katanya lirih, “aku tahu kau aneh, tapi... boleh aku sekelompok denganmu? Aku... gak bisa kendalikan Chi-ku kalau gugup.”

Bara menatapnya dan tersenyum. “Tentu. Aku senang kau jujur.”

Mereka duduk di sudut kelas. Bara menatap Risa sebentar sebelum berkata,

“Masalahmu bukan Chi mu, tapi pikiranmu. Kau memakai 70% energimu untuk melawan ketakutan sendiri.”

Risa menunduk. “Aku... memang sering takut gagal.”

“Tidak apa-apa,” kata Bara lembut. “Yang harus kau pelajari bukan cara melawan rasa takut, tapi cara duduk bersama rasa takut tanpa kehilangan dirimu sendiri.”

Sore itu, mereka bekerja di perpustakaan. Untuk pertama kalinya, Risa tidak merasa sesak.

Bara tak memintanya bermeditasi, hanya memintanya fokus pada setiap kata dalam buku, mengabaikan bisikan di kepalanya.

Di luar, langit berubah abu-abu. Hembusan angin membawa hawa dingin aneh.

Risa menggigil. “Bara... ada sesuatu di luar sana. Energi... gelap.”

Bara menatap ke arah jendela.

Udara bergetar halus.

Ia bisa merasakannya, sebuah kehadiran yang dingin, seperti bayangan yang sedang menunggu seseorang kehilangan kendali.

“Tenanglah,” katanya pada Risa. “Jangan takut. Kegelapan hanya bisa tumbuh di hati yang gelisah.”

Ia menarik napas panjang dan menatap langit yang berawan.

“Sepertinya,” gumamnya pelan, “ujian sebenarnya baru akan dimulai.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
57 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status