All Chapters of The World is Sinking: Chapter 11 - Chapter 20

Ketakutan mereka terjadi, hujan turun begitu deras. Mereka berempat memasukkan tas berisi baju dan makanan ke balik kemudi, Daren mengemudikan speed boat menggunakan mesin, sedangkan Zea, Adrian dan Gara menyingkirkan air hujan supaya speed boat tidak tenggelam. Mereka bekerja sama dengan baik, tak peduli pakaian basah. Yang terpenting melewati semua ini dengan selamat. Untungnya hujan hanya bertahan 3 jam. Melihat Zea menggigil kedinginan, Daren langsung menyuruhnya berganti baju terlebih dahulu, di susul Adrian kemudian Gara. Darren mendidihkan air panas untuk mereka kemudian membuat teh, kebetulan mereka menemukan teh di Supermarket Indonesia waktu itu. "Ayo di minum dulu," Daren menyodorkan tiga gelas teh kepada masing-masing orang. Zea memeluk selimut, badannya tenggelam seperti kepongpong hanya menyisakan kepalanya saja. Zea meniup air panas, uapnya ia arahkan ke wajah supaya lebih hangat. "Syukurlah hujannya berhenti," ucap Gara yang memakai jaket double, kepalanya terpasan

Melihat daratan seperti melihat surga, mata mereka berbinar penuh semangat, senyum merekah seperti mendapatkan uang milyaran rupiah. Daratan, tempat yang mereka nanti-nantikan, tempat yang mereka perjuangkan dengan sepenuh tenaga. Jiwa mereka hampir gila karena terombang-ambing di lautan selama berbulan-bulan, yang bisa mereka lakukan adalah terus berjuang dan saling menguatkan. Kini, perjuangan mereka terbayarkan. Namun daratan menjulang tinggi, tak bisa sembarangan di jelajahi. Mereka harus mendaki untuk sampai ke atas bukit, jalan terjal dan berbahaya. Ternyata perjuangan mereka belum juga berhenti. Helaan nafas terdengar penuh keluhan, mereka belum sanggup mendaki! Karena sekali kehilangan fokus, jatuh dan kematianlah yang menanti. Perlu banyak persiapan yang matang dan juga fisik yang kuat. Untuk sekarang mereka jelas jauh dari kata siap. "Ternyata perjuangan kita belum selesai ya," gumam Gara. Zea melihat ke atas bukit yang menjulang, sangat tinggi dan butuh konsentrasi ting

Setiap hari Zea dan teman-temannya berolahraga untuk memperkuat otot kaki dan tangan, terkadang mereka berlatih naik ke atas gunung beberapa langkah kemudian turun kembali untuk mengenali medan pendakian.Persediaan makanan yang sudah menipis membuat mereka harus lebih cepat melakukan pendakian, rencananya mereka akan mulai mendaki besok pagi. Hari ini Zea ingin berenang untuk melihat ikan-ikan yang katanya menakjubkan, di temani oleh Daren dan Adrian. Sedangkan Gara tidak ikut karena tidak mahir berenang. Zea menatap takjub pemandangan indah di depannya, berbagai jenis ikan berenang saling bergerombol dan menciptakan pemandangan yang sangat menakjubkan. Andai membawa kamera, Zea akan mengabadikannya. Setelah puas berenang, Zea naik ke atas di ikuti Adrian dan Daren. Kemudian mereka bergantian berganti pakaian. "Bagus banget pemandangannya," ucap Zea antusias. "Iya, sayangnya enggak bawa kamera." Balas Adrian. "Nanti kita bakal merindukan hal yang sekarang kita alami. Semoga kit

Zea berulang kali merangkak sendirian untuk melilitkan tali ke batu, dan ketiga orang lainnya merangkak setelah tali siap di gunakan. Sebagai lelaki mereka merasa malu karena selalu mengandalkan Zea yang seorang perempuan, tapi keadaan sekarang berbeda. Dibutuhkan keberanian dan tekad kuat untuk bisa melaluinya, jelas Zea lebih unggul dalam hal ini. Beberapa kali Zea berteriak menyemangati, meski ia sendiri lelah tapi Zea tak ingin menyerah begitu saja. Zea ingin berkumpul kembali dengan orang tuanya. Ingin melakukan aktivitas layaknya remaja, mengejar impian dan cita-cita. "Istirahat dulu," ucap Zea. Matanya menatap langit sore, semilir angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan. Zea tak peduli dengan tubuhnya yang lengket oleh keringat, tak peduli dengan wajahnya yang kotor penuh debu. Adrian yang berada di belakangnya tak sengaja menatap tangan Zea yang penuh luka. Matanya menatap cemas, dia tak sadar Zea mengorbankan dirinya merangk

Setelah malam berlalu, Zea, Gara, Adrian dan Daren kembali melanjutkan perjalanan. Mereka hanya berjalan lurus saja mengikuti jalur, karena kanan kiri adalah jurang. Adrian berjalan di depan membuka jalur yang terkadang penuh rumput yang sudah meninggi. Saat tengah hari, mereka kembali beristirahat untuk makan siang. Dengan iseng Zea membuka handphone, matanya membola kaget menatap pesan dari ayahnya. 💌 PapahZe, Papah udah di China. Aktifin data selular kamu ya. 💌 PapahPapah sudah ada di perkampungan yang berada di atas gunung. Kata tour guide nya, kalau kamu selamat dan berhasil naik ke atas tebing, kamu akan menemukan kampung ini karena kampung ini adalah jalan satu-satunya buat kamu turun. Jaga keselamatan kamu Ze. "Gue dapat pesan dari Papah," ucap Zea antusias. "Apa katanya?" tanya Adrian tak kalau antusias. "Nih baca sendiri," Zea menyodorkan handphone nya dan di baca bergantian oleh mereka. "Ber