Kepatuhanku mengejutkan keluargaku. Setelah hening sejenak, ayahku akhirnya bicara."Gitu dong. Kita kan keluarga, bicarakan saja. Semua yang kulakukan itu demi kebaikanmu sendiri.""Ya, aku tahu."Aku mengangguk patuh, senyum kaku terlukis di bibirku.Melihat aku tampak benar-benar tidak peduli, mereka akhirnya lega dan membawa Wulan kembali ke ruang tamu.Langkahku terhenti sejenak, lalu berlanjut menuju kamar di lantai atas.Saat mendekati tangga, seseorang menarik pergelangan tanganku.Elian muncul di sampingku, berbisik di telingaku, "Kamu beneran nggak marah?"Nada khawatir itu membuat air mata kembali mengalir dari mataku.Di dalam hatiku penuh rasa sakit, tapi aku hanya menggelengkan kepala dalam diam, menahan air mata dan tidak mampu bicara sedikit pun.Elian pun tersenyum senang."Sudah kuduga kamu bisa pengertian, nggak marah karena masalah sepele lagi. Aku mau bicara sesuatu ...."Dia memalingkan kepala, menghindari tatapanku."Pernikahannya kita tunda minggu depan saja. Ak
Read more