Short
Luka yang Terulang 99 Kali

Luka yang Terulang 99 Kali

By:  MooreCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10Chapters
4views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Saat aku terkena radang usus buntu akut, orang tua, kakak, dan tunanganku sedang sibuk merayakan ulang tahun adikku. Di luar ruang operasi, aku menelepon berkali-kali mencari kerabat untuk menandatangani formulir persetujuan, tapi semua orang menolak panggilanku dengan kejam. Setelah menutup telepon, tunanganku mengirim pesan. [Hana, berhenti bercanda. Hari ini ulang tahun ke-18 Wulan. Tunggu habis pesta dulu, kalau mau bicara.] Aku pun meletakkan ponselku dan dengan tenang menandatangani namaku pada formulir persetujuan. Ini sudah ke-99 kalinya mereka meninggalkanku demi Wulan. Kalau begitu aku ingin meninggalkan mereka juga. Aku sudah tidak sedih lagi atas sikap mereka yang pilih kasih. Sebaliknya, aku menuruti setiap permintaan mereka. Mereka semua mengira aku semakin pengertian, tapi mereka tidak tahu bahwa aku akan pergi selamanya.

View More

Chapter 1

Bab 1

Tiga hari di rumah sakit, ponselku tetap sepi. Tidak ada satu pun panggilan masuk.

Aku juga tidak menelepon siapa pun, dan tidak lagi memeriksa Instagram untuk mengikuti kegiatan mereka seperti dulu.

Aku hanya berbaring tenang di ranjang rumah sakit, memulihkan diri. Menyeret tubuhku yang lemah untuk pemeriksaan dan membayar tagihan sendirian.

Bahkan pada hari keluar dari rumah sakit, aku tidak memberitahu siapa-siapa. Aku mengemas barang-barangku sendiri, perlahan-lahan pulang ke rumah sambil menahan rasa sakit di perutku.

Saat aku membuka pintu rumah, obrolan riang di dalam tiba-tiba terhenti.

Aku kemudian menyadari bahwa seluruh keluarga sedang berkumpul di sofa ruang tamu. Bahkan tunanganku, Elian, sedang duduk dengan satu tangan melingkar di bahu Wulan.

Melihat aku masuk, dia buru-buru menarik tangannya. Ekspresi malu melintas di wajahnya.

"Hana, kamu sudah pulang? Ke mana saja kamu beberapa hari ini?"

Kakakku, Damar, mendengus dingin. Nada suaranya sangat tidak ramah.

"Ke mana lagi? Dia nggak mau datang ke pesta ulang tahun ke-18 Wulan, jadi dia sengaja bikin suasana jadi jelek. Dia nggak tahan lihat Wulan bahagia!"

Aku berjalan memasuki ruangan tanpa berkata sepatah kata pun untuk membela diri.

Kakakku terkejut karena aku tidak meledak marah.

Dulu, setiap kali dia menuduhku bertingkah seperti anak kecil, aku selalu menangis dan merengek tidak terima.

Kenapa sekarang tiba-tiba diam?

Ibuku mengambil minuman dari meja dan bergegas menghampiriku.

"Hana, aku nggak jawab teleponmu waktu itu karena sibuk dengan urusan Wulan. Jangan marah sama Ibu."

Saat dia menyodorkan jus mangga ke tanganku, hatiku yang sudah lama kehilangan harapan samar-samar masih terasa sakit.

Aku alergi mangga, tapi Wulan sangat suka mangga. Karena dia menyukainya, rumah kami selalu dipenuhi dengan makanan rasa mangga. Tidak peduli seberapa sering aku tekankan, tidak ada yang pernah ingat bahwa aku tidak bisa makan mangga.

Aku mengembalikan jus itu ke tangannya dan mundur selangkah.

"Aku nggak marah. Aku mau ke kamar."

Tepat saat aku berbalik, suara keras menggema dari ruang tamu.

Ayahku tiba-tiba berdiri, menggebrak meja dan berteriak kepadaku, "Mukamu judes terus sejak masuk. Merajuk ke siapa sih? Ibu sudah minta maaf, bahkan dia ambilkan minuman kesukaanmu, tapi kamu malah begitu. Kami sudah terlalu memanjakanmu!"

Dadaku terasa seperti dicengkeram erat, sakitnya sampai membuatku sulit bernapas.

Air mata mengaburkan pandanganku, tapi aku masih mengambil jus mangga dari tangan ibuku dan meminumnya sekaligus.

Aku pun meletakkan gelas kosong itu dengan perlahan, menghapus air mataku, dan menatap ayahku dengan tenang.

"Yang suka mangga itu Wulan. Aku alergi. Tapi nggak apa-apa, sudah kuminum. Aku boleh ke kamar sekarang?"

Ibu menepuk-nepuk punggungku sambil mendesah.

"Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang kalau kamu alergi? Apa ada yang maksa kamu minum? Kenapa kamu harus keras kepala?"

Ayah tampak canggung, tapi tetap bersikeras.

"Apa kamu nggak punya mulut? Kenapa nggak dipakai buat bicara? Kamu dari kecil sudah punya sifat yang nggak enak, nggak kayak Wulan yang sopan."

Suara manis Wulan terdengar dari ruang tamu.

"Ayah, jangan bilang gitu ke Kak Hana. Dia pasti sedih."

Meski kata-katanya membujuk, rasa sombong di matanya tak bisa disembunyikan.

Wulan suka menggunakan sifat diamku untuk menonjolkan keunggulannya. Dia suka membandingkan dirinya denganku dalam segala hal. Kebahagiaannya dia dapatkan dari menginjak-injakku.

Aku seharusnya terluka, tapi hatiku sudah mati rasa. Bahkan menghadapi penghinaan ini lagi, batinku tetap tenang.

"Maaf, aku salah. Lain kali nggak akan terjadi lagi."

Permohonan maaf itu membuat semua orang menatapku dengan terkejut.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status