"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."
----------
“Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam.
Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.
“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.” Ujar Diga, ia memahami putrinya.
“Terimakasih yah.” Kanaya tersenyum dan segera memeluk sang ayah yang selalu mengerti dirinya dan tidak pernah memaksakkan apa pun.
“Dinnar kamu bagaimana?” Tanya ayah Kanaya
“Dinnar ikut baiknya aja om” Ujar Dinnar dengan sedikiit rasa kecewa dan tidak banyak berharap.
Setelah selesai acara makan malam, keluarga Agustaf kembali ke kediaman mereka. Sedangkan Kanaya melanjutkan mempersiapkan materi buat bahan mengajar besok. Ya, besok merupakan hari pertama Kanaya mengajar dan langsung mengajar tiga kelas.
----------
Senin pagi di sambut semangat oleh Kanaya. Setelah selesai mempersiapkan segala sesuatunya, Kanaya menghampiri kakaknya di kamar. Terlihat Helga yang sedang mematut di depan cermi hendak memasang dasi.
“Pagi kak.” Sapa Kanaya pada kakaknya yang hendak memasang dasi.
“Pagi, wih udah rapi aja nih.” Balas Helga tersenyum melihat adiknya yang sudah cantik dan rapi.
“Iya dong.” Kanaya meletakkan tasnya di ranjang tempat tidur Helga, kemudian menghampiri kakaknya dan membantu memasangkan dasi.
“Mangkanya kakak cpet nikah, jadi ada yang bantu makaiin dasi tiap pagi.” Ujar Kanaya dengan tangan yang sudah mengambil dasi dari tangan Helga.
“Kakak nggak nikah aja udah ada yang bantuin pasangin dasi.” Helga terkekeh melirik Kanaya yang masih sibuk memasangkan dasinya.
“Tapi serius kak, kapan kakak mau nikah?, You no’t getting any younger, you know? Sepantasnya umur seperti kakak itu udah nikah, udah punya anak malahan.” Kanaya memberikan ceramah kepada kakaknya yang usia hampir kepala tiga, tapi belum nikah-nikah.
“Amboy-amboy, pintarnya adek kakak ini ya, pagi-pagi udah ceramah. Mentang-mentang yang mau ngajar, pagi-pagi udah ceramah. Macam dosen yang sedang menasehati mahasiwanya aja. Adek, kakak mau menikah, tapi tunggu, insyaallah.” Jelas Helga mengusap kepala Kanaya penuh.
“Iya kah? Kapan, kapan kak hem?” Tanya Kanaya bertubi, hendak memastikan kapan kakak satu-satunya itu akan menikah.
“Kapan…..” Helga menjeda ucapanya sejenak.
“Tunggu adek nikah lah, baru kakak mau menikah”. Helga tersenyum menatap Kanaya penuh arti.
“Janji, janji ya!” Kanaya mengangkat jari kelingking sebagai tanda perjanjian dengan kakaknya.
“Emmm….. janji.” Helga pun mengangkat jari kelingkingnya dan menyatukan dengan jari kelingking Kanaya.
“Bener ya.” Kanaya pun tersenyum.
“Iya, tapi kamu nikah duluan ya” Helga menatap adeknya dengan penuh harap dan hanya dibalas senyuman oleh Kanaya.
“So, kamu menerima perjodohan sama Dinnar dong?” Dengan senyum jahilnya Helga mencoba menggoda Kanaya dan langsung membuat pipi Kanaya bersemu merah.
“Kak udah ah, ayo buruan entar aku telat.” Kanaya menarik Helga keluar kamar untuk menghindari pembicaraan tentang perjodohan itu. Ah, tepatnya Kanaya malu untuk membahas laki-laki yang berhasil menabur bunga dalam hatinya.
“Ayah, bunda. Adek menerima perjodohan sama Dinnar.” Helga berteriak dan langsung dibekap mulutnya oleh Kanaya. Berharap ayah dan bundanya tidak mendengar teriakan kakaknya barusan.
Kanaya dan Helga menuruni tangga bersama dan langsung menuju meja makan. Di sana terlihat ayah dan bundanya sudah siap buat sarapan. Dengan menggandeng kakaknya manja, Kanaya menghampiri ayah dan bundanya.
“Morning every body.” Kanaya menyapa ayah dan bundanya.
“Morning sayang.” Balas ayah dan bundanya kompak.
“Dek kamu bawa mobil sendiri apa diantar?” Tanya ayahnya pada Kanaya.
“Diantar kakaknya yang tampan ini dong yah.” Sebelum Kanaya menjawab, sang kakak Helga sudah menjawab terlebih dahulu.
“Cih tampan tapi nggak laku-laku.” Ujar Kanaya meledek kakaknya.
“Bukanya gak laku sayang, tapi belum laku.” Helga menanggapi ledekan yang diberikan adeknya itu.
“Kak, jangan ngebut-ngebut ya bawa mobilnya.” Bundanya berpesan kepada Helga.
“Siap bunda.” Jawab Helga dengan tangan memberi hormat ala militer.
Setelah selesai sarapan Kanaya segera berpamitan sama ayah dan bundanya , dan segera menghampiri kakanya yang sudah terlebih dahulu keluar untuk mengambil mobil di garasi. Saat Kanaya keluar dari rumah, ia terpana melihat sebuah mobil sport mewah berwarna kuning yang terparkir di depan rumahnya. Kanaya pun segera menghampiri si pemilik mobil yang tidak lain adalah kakanya. Helga yang berdiri di samping pintu mobilpun segera membukakan pintu untuk Kanaya. Helga segera menyusul masuk ke dalam mobil dan langsun mengemudikanya.
“Kak ini mobil siapa?” Dengan perasaan terkagum-kagum, Kanaya memandang ke seluruh bagian mobil itu.
“Ya mobil kakak lah, masa iya mobil tetangga.” Jawab Helga.
“Serius lah kak, tapi kok aku baru tahu kalo kakak punya moobil se keren ini.” Ujar Kanaya yang masih terkagum-kagum dengan mobil sang kakak.
“Makanya kalo di rumah jangan ngedekem mulu di kamar, sekali-kali jalan keliling rumah kalo perlu keliling komplek sekalian.” Kata Helga yang mengemudikan mobilnya.
“Kakak” Kanaya meninju pelan lengan Helga yang sedang memegangi setir kemudi.
“Tapi kan kak, kenapa nggak ada satu perempuanpun yang dekat sama kakak?, padahal kan kakak itu tampan, mapan, kaya, pendidikan ok. Biasanya nih cowok model kayak kakak gini banyak lho perempuan yang pengen deket-deket gitu.” Kanaya bertanya heran, pasalnya kakaknya tidak pernah sekalipun terlihat jalan dengan seorang perempuan. Bahkan kakaknya sering acuh sama perempuan.
“Adek kakak yang cantik, bukanya nggak ada yang deket sama kakak, yang deket sama kakak itu banyak tau, tapi yang sesuai belum ada.” Jelas Helga.
“Alah, bilang aja kakak itu terlalu pilih-pilih.” Kanaya menatap sebal kakaknya.
“Nah itu tau.” Helga tersenyum geli melihat adeknya yang sedang sebal itu.
Tak berselang lama mobil yang mereka tumpangi tiba di halaman kampus, Kanaya segera berpamitan dengan kakaknya.
“Kak berangkat dulu ya.” Pamit Kanaya pada kakaknya, Kanaya bersalaman dan tidak lupa mencium punggung tangan kakaknya.
“Kak.” Pnggil Kanaya manja sebelum turun dari mobil.
“Hemm.” Jawab Helga.
“Minta uang saku.” Kanaya menegadahkan kedua tanggannya seperti anak SD yang sedang minta uang saku pada orang tuanya dan tidak lupa dengan puppy eyes yang membuat Helga tersenyum geli melhatnya.
“Nih.” Helga memberikan kartu debit unlimited pada Kanaya.
“Ihh kak, aku kan minta uang saku.” Protes Kanaya.
“Udah ini bawa aja, kakak nggak ada uang cas nih.” Helga memperlihatkan dompetnya.
“Bener nih.” Kanaya memastikan.
“Iya,” Jawab Helga tersenyum.
“Makasih ya kak, muach.” Kanaya mencium pipi kakaknya, Helga pun hanya geleng kepala melihat tingkah manja adeknya itu.
“Maaf ya nanti kakak nggak bisa jemput.”
“Iya, Naya berangkat dulu ya, asalamualakum” Pamit Kanaya pada kakaknya, Kanaya bersalaman dan tidak lupa mencium punggung tangan kakaknya.
“Waalaikumsalam” Jawab Helga.
Bersambung………
"Percayalah, jika dia ditakdirkan untukmmu, sejauh apapun dia melangkah, sesulit apapun ia kamu raih. Allah akan memudahkan jalanmu untuk memilikinya."----------Kanaya Naratama Setelah berpamitan dengan kak Helga, aku segera menuju ruanganku dan sekali lagi memeriksa jadwal mengajarku. Hari ini aku mengajar tiga kelas, kelas pertama dimulai jam 8 dan itu artinya kelas dimulai 5 menit lagi. Di hari pertama mengajarku ini, aku mengisi kelas dengan perkenalan dan melanjutkan presentasi hasil penelitian yang sebelumnya diberikan bu Ratna. Setelah selesai mengajar dua kelas, aku kembali ke ruanganku untuk mempersiapkan materi mengajar kelas selanjutnya. Tepat pukul 12 siang Nadin menghampiriku buat makan dan shalat dzuhur. Aku dan Nadin pun segera ke kantin kampus untuk makan siang.“Abis ini ada jam ngajar ya?” Tanya Nadin pada ku.u
"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."-----------Kanaya Naratama Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n
"Salah satu kelebihan mu terletak pada kebaikan hatimu & senyum tulus mu."***** Kanaya menatap kesal orang-orang di sekitarnya yang tengah fokus memperhatikan seseorang dengan tatapan lapar plus nakal. Ya, siapa lagi kalo bukan orang yang sedang bersamanya yang menjadi pusat perhatian kaum hawa yang tengah berkunjung ke pusat perbelanjaan itu."Dia artis bukan sih? Tampan banget.""Cowok gue tuh.""Itu pemilik pusat perbelanjaan ini." Ujar seorang karyawati yang sedang melayani pembeli."Ganteng banget, tubuhnya sexi banget, pengen ku jadiin simpanan." Para ibu-ibu pun tak kalah terpesona dengan Dinnar, sampai tidak ingat suami di rumah."Kalu yang begitu, gue mau jadi sugar baby nya." Ujar seorang cewek berpakaian puti abu-abu, yang membuat hati dan telinga Kanaya panas. Saat Kanaya larut dalam kekesalannya, tiba-tiba seseorang membisikan
"Percayalah, waktu akan menyembuhkan kita melalui pelukan hangat orang-orang yang menyayangi kita."***** Sudah satu Minggu semenjak pertemuan keluarga Naratama dan keluarga Agustaf berlangsung. Malam ini sesuai kesepakatan, Kanaya dan Dinnar harus memberi keputusan tentang perjodohan itu. Malam ini Sam dan Marta yang tidak lain adalah orang tua Dinnar sudah tiba di kediaman keluarga Naratama. Setiba di Indonesia mereka langsung datang ke rumah keluarga Naratama. Saat mereka sedang bercengkrama di ruang keluarga, Dinnar dan Varo datang yang langsung membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Helga."Assalamualaikum." Ucap Dinnar dan Varo bersama."Waalaikumsalam." Jawab mereka yang berada di ruangan kompak."Dinnar, Varo apa yang terjadi sama kalian?" Sam terkejut melihat wajah kedua p
"Cinta itu bak sebuah benih tanaman, jangan kamu tanam di sembarang hati. Tanamlah benih cintamu di hati yang humus dan lembut. Bukan di hati yang cadas dan tandus."----------Kanaya Naratama"Dinnar, Kanaya bagaimana keputusan kalian?" Ayah menatap ke arah Dinnar dan ke arah ku bergantian meminta jawaban. Aku dan Alfizam saling bertatap mata, aku tidak bisa mengartikan tatapan itu."Dinnar." Ayah meminta Al untuk mengutarakan jawabannya."Emm, lady first." Dengan expresi datarnya Al melihat ku, memintaku untuk menjawab duluan. Apa-apaan coba, nggakjentel banget kan, masak aku duluan yang mesti jawab. Kayaknya emang aku harus menolak perjodohan ini deh."Fine." Jawabku sebal pakai banget. Aku meli
"Bersama orang yang tepat hal rumit menjadi sederhana, dan hal sederhana menjadi bermakna."-----------Kanaya Naratama"Sudah lama nunggu ya?" Suara khas mengalun merdu, mendadak membuat jantungku melompat-lompat nggak karuan. Aku melotot melihat sosok yang berada di depan ku saat ini. What? Ngapain Alfizam ada di sini? Tunggu-tunggu, temannya kak Helga?Jangan-jangan yang di maksud temannya kak Helga itu si Alfizam. Ya Allah, kak Helga udah ngerjain aku deh, pokoknya awas tuh kak Helga, sampai rumah tak gantung di gapura depan komplek.Aduh, ini si Alfizam pakai senyum segala, bikin susah nafas deh."Ka-kamu kok ada disini?" Tanyaku gugup. Gimananggak gugup coba kalo ada cowok tampan model kayak gini sedang tersenyum dihadapan kita."Kamu yang jemput aku kan?" Tanyanya lembut"Hah." Aku bingung dan cuma bengong, pasalnya kak Hel
"Bukan tentang siapa yang datang dengan kesempurnaannya, tapi tentang ia yang menerima ketidak sempurnaan mu."---------- Kanaya menuruni tangga rumahnya untuk bergabung sarapan dengan kedua orang tuanya."Morning Ayah dan bunda ku sayang." Sapa Kanaya sembari mencium pipi ayah dan bundanya."Morning sayang." Ucap orang tuanya kompak."Kakak beneran nggak pulang Bun?" Kanaya duduk di samping ayahnya."Nggak sayang, tadi malam lembur, soalnya besok kakak sudah mulai tidak masuk kantor.""Perasaan baru kemarin kamu tinggal di Jogja, eh sekarang pulang-pulang sudah mau nikah aja." Ayah Diga mengelus pucuk kepala Kanaya."Thanks yah." Kanaya menghambur ke pelukan ayahnya."For?" Tanya ayah Diga."Everything, maaf Naya belum bisa membalas apa yang sudah ayah dan bunda berikan kepada Naya, maaf juga Naya belum bisa menjad