Share

Part 8

"Jika ditakdirkan bersama, maka dari sudut bumi manapun mereka berasal, mereka pasti bertemu."

----------

 “Ayah, bunda, Om, tante, sebelumnya Kanaya minta maaf, bukannya Kanaya menolak perjodohan ini. Tapi beri Naya waktu, Naya butuh waktu buat memutuskan ini semua. Naya ingin menikah sekali seumur hidup, jadi Naya mohon beri Naya waktu, ya.” Pinta Kanaya memohon ke pada Ayah dan Sam.

          Dinnar yang sedari tadi tegang menunggu jawaban Kanaya seketika tersenyum lega karena mendengar jawaban Kanaya.Seenggaknya Kanaya tidak menolak perjodohan itu lebih tepatnya belum memutuskan buat menerima atau menolak perjodohan itu. Ya Dinnar  pun sadar diri , dirinya hanya seorang mahasiswa  dan usianya juga masih labil. Dinnar pun yakin, Kanaya tidak akan setuju dengan perjodohan ini.

“Baiklah ayah akan memberi waktu satu minggu buat kalian berfikir.”  Ujar Diga, ia memahami putrinya.

“Terimakasih  yah.”  Kanaya tersenyum  dan segera memeluk sang ayah yang selalu mengerti dirinya dan tidak pernah memaksakkan apa pun.

“Dinnar kamu bagaimana?” Tanya ayah Kanaya

“Dinnar ikut baiknya aja om” Ujar Dinnar dengan sedikiit rasa kecewa dan tidak banyak berharap.

          Setelah selesai acara makan malam, keluarga Agustaf kembali ke kediaman mereka. Sedangkan Kanaya melanjutkan mempersiapkan materi buat bahan mengajar besok. Ya, besok merupakan hari pertama Kanaya mengajar dan langsung mengajar tiga kelas.

----------

           Senin pagi di sambut semangat oleh Kanaya. Setelah selesai mempersiapkan segala sesuatunya, Kanaya menghampiri kakaknya di kamar. Terlihat Helga yang sedang mematut di depan cermi hendak memasang dasi.

“Pagi kak.” Sapa Kanaya pada kakaknya yang hendak memasang dasi.

 “Pagi, wih udah rapi aja nih.” Balas Helga tersenyum melihat adiknya yang sudah cantik dan rapi.

“Iya dong.” Kanaya meletakkan tasnya di ranjang tempat tidur Helga, kemudian menghampiri  kakaknya dan membantu memasangkan dasi.

“Mangkanya kakak cpet nikah, jadi ada yang bantu makaiin dasi tiap pagi.” Ujar Kanaya dengan tangan yang sudah mengambil dasi dari  tangan Helga.

“Kakak nggak nikah aja udah ada yang bantuin pasangin dasi.” Helga terkekeh melirik Kanaya yang masih sibuk memasangkan dasinya.

“Tapi serius kak, kapan kakak mau nikah?, You no’t getting any younger, you know? Sepantasnya umur seperti kakak itu udah nikah, udah punya anak malahan.” Kanaya memberikan ceramah kepada kakaknya yang usia hampir  kepala tiga, tapi belum nikah-nikah.

“Amboy-amboy, pintarnya  adek kakak ini ya, pagi-pagi udah ceramah. Mentang-mentang   yang mau ngajar, pagi-pagi udah ceramah. Macam dosen yang sedang menasehati mahasiwanya aja. Adek, kakak mau menikah, tapi tunggu, insyaallah.” Jelas Helga mengusap kepala Kanaya penuh.

“Iya kah? Kapan, kapan kak hem?” Tanya Kanaya bertubi, hendak memastikan kapan kakak satu-satunya itu akan menikah.

“Kapan…..” Helga menjeda ucapanya sejenak.

“Tunggu adek nikah lah, baru kakak mau menikah”.  Helga tersenyum menatap Kanaya penuh arti.

 “Janji, janji ya!” Kanaya mengangkat jari kelingking sebagai tanda perjanjian dengan kakaknya.

“Emmm….. janji.” Helga pun mengangkat jari kelingkingnya dan menyatukan  dengan jari kelingking Kanaya.

“Bener ya.” Kanaya pun tersenyum.

“Iya, tapi kamu nikah duluan ya” Helga menatap adeknya dengan penuh harap dan hanya dibalas senyuman oleh Kanaya.

 “So, kamu menerima perjodohan sama Dinnar dong?” Dengan senyum jahilnya Helga mencoba menggoda  Kanaya dan langsung membuat pipi Kanaya bersemu merah.

“Kak udah ah, ayo buruan entar aku telat.” Kanaya menarik Helga keluar kamar untuk menghindari pembicaraan tentang perjodohan itu. Ah, tepatnya Kanaya malu untuk membahas laki-laki yang berhasil menabur bunga dalam hatinya.

“Ayah, bunda. Adek menerima perjodohan sama Dinnar.” Helga berteriak dan langsung dibekap mulutnya oleh Kanaya. Berharap ayah dan bundanya tidak mendengar teriakan kakaknya barusan.

          Kanaya dan Helga menuruni tangga bersama dan langsung menuju meja makan. Di sana terlihat ayah dan bundanya sudah siap buat sarapan. Dengan menggandeng kakaknya manja, Kanaya menghampiri ayah dan bundanya.

Morning every body.” Kanaya menyapa ayah dan bundanya.

“Morning sayang.” Balas ayah dan bundanya kompak.

“Dek kamu bawa mobil sendiri apa diantar?” Tanya ayahnya pada Kanaya.

“Diantar kakaknya yang tampan ini dong yah.” Sebelum  Kanaya menjawab, sang kakak Helga sudah menjawab terlebih dahulu.

“Cih tampan tapi nggak laku-laku.”  Ujar Kanaya meledek kakaknya.

“Bukanya gak laku sayang, tapi belum laku.” Helga menanggapi ledekan yang diberikan adeknya itu.

“Kak, jangan ngebut-ngebut ya bawa mobilnya.”  Bundanya berpesan kepada Helga.

“Siap bunda.” Jawab Helga dengan tangan memberi hormat ala militer.

Setelah selesai sarapan Kanaya segera berpamitan sama ayah dan bundanya , dan segera menghampiri kakanya yang sudah terlebih dahulu keluar untuk mengambil mobil di garasi. Saat Kanaya keluar dari rumah, ia terpana melihat sebuah mobil sport  mewah berwarna kuning yang terparkir di depan rumahnya. Kanaya pun segera menghampiri si pemilik mobil yang tidak lain adalah kakanya. Helga yang berdiri di samping pintu mobilpun segera membukakan pintu untuk Kanaya. Helga segera menyusul masuk ke dalam mobil dan langsun mengemudikanya.

“Kak ini mobil siapa?” Dengan perasaan terkagum-kagum, Kanaya memandang ke seluruh bagian mobil itu.

“Ya mobil kakak lah, masa iya mobil tetangga.”  Jawab Helga.

“Serius lah kak, tapi kok aku baru tahu kalo kakak punya moobil se keren ini.” Ujar Kanaya yang masih terkagum-kagum dengan mobil sang kakak.

“Makanya kalo di rumah jangan ngedekem mulu di kamar, sekali-kali jalan keliling rumah kalo perlu keliling komplek sekalian.” Kata Helga yang mengemudikan mobilnya.

“Kakak” Kanaya meninju pelan lengan Helga yang sedang  memegangi setir  kemudi.

“Tapi kan kak, kenapa nggak ada satu perempuanpun yang dekat sama kakak?, padahal kan kakak itu tampan, mapan, kaya, pendidikan ok. Biasanya nih cowok model kayak kakak gini banyak lho perempuan yang pengen deket-deket gitu.” Kanaya bertanya heran, pasalnya kakaknya tidak pernah sekalipun terlihat jalan dengan seorang perempuan. Bahkan kakaknya sering acuh sama perempuan.

“Adek kakak  yang cantik, bukanya nggak ada yang deket sama kakak, yang deket sama kakak itu banyak tau, tapi yang sesuai belum ada.”  Jelas Helga.

“Alah, bilang aja kakak itu terlalu pilih-pilih.”  Kanaya menatap sebal kakaknya.

“Nah itu tau.” Helga tersenyum geli melihat adeknya yang sedang sebal itu.

Tak berselang lama mobil yang mereka tumpangi tiba di halaman kampus, Kanaya segera berpamitan dengan kakaknya.

“Kak berangkat dulu ya.” Pamit Kanaya pada kakaknya, Kanaya bersalaman dan tidak lupa  mencium punggung tangan kakaknya.

 “Kak.” Pnggil Kanaya manja sebelum turun dari mobil.

“Hemm.” Jawab Helga.

“Minta uang saku.” Kanaya menegadahkan kedua tanggannya seperti anak SD yang sedang minta uang saku pada orang tuanya dan tidak lupa dengan puppy eyes yang membuat Helga tersenyum geli melhatnya.

“Nih.” Helga memberikan kartu debit unlimited pada Kanaya.

“Ihh kak, aku kan minta uang saku.” Protes Kanaya.

“Udah ini bawa aja, kakak nggak ada  uang cas nih.” Helga memperlihatkan dompetnya.

“Bener nih.” Kanaya memastikan.

“Iya,” Jawab Helga tersenyum.

“Makasih ya kak, muach.” Kanaya mencium pipi kakaknya, Helga pun hanya geleng kepala melihat tingkah manja adeknya itu.

“Maaf ya nanti kakak nggak bisa jemput.”

“Iya, Naya berangkat dulu ya, asalamualakum” Pamit Kanaya pada kakaknya, Kanaya bersalaman dan tidak lupa  mencium punggung tangan kakaknya.

Waalaikumsalam” Jawab Helga.

Bersambung………

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Era Tm71
Bagus bangettt Tapi harga koinya disc dunk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status