Share

Part 10

"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."

-----------

Kanaya Naratama

          Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.

“Alfizam Din…..”  Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.

Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.

“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.

“Yudistira Dika Adytama”. Aku melanjutkan mengabsen mahasiswa/i.

“Yudis izin bu, dia menghadiri rapat pemegang saham.” Jawab salah satu mahasiswa yang duduk di depan Alfizam, yang aku tahu namanya Arvan.

“Oh.” Aku pun hanya ber ‘o’ ria mendengar alasan itu.

“Bela Anastasya Putri.” Aku mengabsen mahasiswi terakhir dan tidak ada  mahasiswi yang tunjuk atap, teman kelasnyapun tidak ada yang bicara untuk mengizinkan.

“Baiklah, karena kemarin waktu sama bu Ratna masih ada beberapa yang belum mempresentasikan hasil penelitianya, so bagi yang merasa belum presentasi saya persilahkan untuk mempresentasikannya.” Aku menyuruh mahasiswa/i yang belum presentasi untuk presentasi secara bergantian.

----------

Satu persatu mahasiswa/i mulai mempresentasikan hasil penelitiannya. Saat Kanaya ingin melihat daftar nama yang belum presentasi tiba-tiba ada seorang yang berdiri di depan mejanya.

"Namanya siapa?" Tanya Kanaya ramah, tanpa melihat siapa yang ada di depannya.

"Alfizam Dinnar Agustaf."Jawabnya padat, singkat dan jelas.

Deg...

Seketika jantung Kanaya berdegup kencang apalagi saat matanya dan mata Dinnar saling bertemu.

"Jantung plis deh jangan lompat-lompat entar capek lho." Batinnya dalam hati.

"Boleh saya mulai presentasi?" Tanya Dinnar untuk memecah kegugupan Kanaya yang bisa Dinnar lihat.

"Te-tentu." Jawab Kanaya gugup (kan gugup beneran).

    Dinnar pun mulai mempresentasikan hasil penelitiannya, mahasiswa/i banyak yang terkagum-kagum dengan Dinnar yang sedang menyampaikan hasil penelitiannya. Kanaya yang berstatus sebagai dosen pun, tak kalah terkagum-kagum, bukan hanya dengan materi yang disampaikan, tapi dengan pesona Dinnar yang tampan bak jelmaan dewa Yunani. Saking terpesonanya, Kanaya sampai bermonolog dalam hatinya.

"Ya Allah, itu dadanya pasti pelukabel banget deh, pundaknya juga pasti sandarabel banget, apalagi itu bibirnya pasti kissabel banget." Entah mendadak otak Kanaya menjadi liar.

"Astagfirulla Kanaya, wake up dia itu mahasiswa kamu, masak iya kamu ngehalu murid sendiri." Kanaya masih asyik bermonolog dalam hatinya, namun kali ini sudah tidak memperhatikan Dinnar. Kanaya memilih melihat daftar penilaian yang ada di mejanya, namun konsentrasinya masih tertuju pada sosok tampan yang sedang berbicara di depan kelas dan sedang menjadi pusat perhatian semua yang ada di dalam kelas..

"Keren." Ujar Kanaya lirih, namun masih bisa didengar orang yang berada di depannya saat ini.

"Saya tau saya keren." Ujar cowok berparas tampan yang sekarang sudah berada di depan Kanaya.

"Ehh kok kamu ada disini, bukanya tadi....." Kanaya menunjuk tempat dimana tadi Dinnar presentasi.

"Ini." Dengan wajah datar namun masih dengan sedikit senyum, Dinnar memberikan makalah ke pada Kanaya.

          Setelah semua mahasiswa/i presentasi, Kanaya menambahkan sedikit materi yang masih berkenaan dengan penelitian mahasiswa/Inya. Setelah sekiranya cukup, Kanaya segera mengakhiri kelasnya.

"Sekian pertemuan hari ini, apa masih ada yang ingin didiskusikan?." Tanya Kanaya sebelum mengakhiri kelas.

"Arvan, apa kamu sudah mengerti?" Tanya Kanaya pada mahasiswa bernama Arvan, yang dari tadi asyik memandanginya, yang sontak membuat kelas heboh dengan sorakan menggoda Arvan.

"Ti-tidak ada Bu." Jawab Arvan salah tingkah.

"Baiklah, cukup sekian pertemuan kita pada kesempatan kali ini, kurang lebihnya saya mohon maaf, wassalamu'alaikum wr.wb.” Kanaya mengakhiri pertemuan hari ini.

----------

Kanaya Naratama

Aku membereskan buku dan laptopku, saat sedang membereskan buku, tiba-tiba ada seorang yang menghampiri ku.

"Bawa mobil sendiri?" Tanya seseorang yang sepertinya tidak asing bagi ku.

"Nggak." Jawabku singkat, berusaha menghilangkan rasa gugup.

"Masih ada jam mengajar?" Tanya Al masih dengan ekspresi datarnya.

"Nggak ada." Jawabku.

"Ok." Jawabannya singkat.

"What?, Maksudnya apa coba?" Batinku heran melihat tingkah aneh Al.

Setelah membereskan buku-bukuku, aku segera menuju ruanganku. Namun saat keluar dari lift Nadin yang selesai mengajar menghampiri ku.

"Kanaya." Nadia berteriak dari kejauhan dan langsung menghampiri ku.

"Ya Allah, Nadin ada apa sih teriak-teriak? Untung gak ada orang." Gerutu ku pada Nadin.

"Sorry, takut kamu nggak dengar." Jawab Nadin santai.

"Baru selesai ngajar ya?" Tanyaku pada Nadin yang tengah membawa setumpuk kertas di tangannya.

"Iya, Nay anterin yuh ke Prodi Menejemen." Ajak Nadin.

"Ngapain?" Tanyaku.

"Udah ikut aja." Nadin memaksaku ikut ke Prodi Menejemen.

Aku pun mengikuti Nadin, saat berjalan melewati koridor ekonomi, aku melihat segerombolan cewek-cewek tengah berkerumun memperhatikan sesuatu. Aku yang penasaran segera bertanya pada Nadin yang sedang berceloteh di samping ku.

"Itu ada apa sih Din? Ada pameran ya?" Tanyaku pada Nadin.

Nadin menghentikan celotehannya dan menoleh ke arah yang ku tunjuk.

"Kalau itu mah udah jelas dan udah pasti." Jawabnya berbinar.

"Emang apa?" Tanyaku penasaran.

Sebelum Nadin menjawab pertanyaan ku, aku mendekati kerumunan cewek-cewek itu. Aku pun melihat Alfizam yang sedang duduk di gazebo depan fakultas ekonomi yang menjadi pusat dari kerumunan itu.

"Ya Allah, dia dikerumuni segitu banyak cewek." Batin ku dalam hati. 

"Memang dia siapa?" Tanyaku pada Nadin, dengan menunjuk Alfizam yang tengah memainkan iPhone-nya.

Bukan pura-pura sok nggak tau si Alfizam, cuma penasaran aja, siapa si Alfizam sampai-sampai di kerumunin banyak cewek gitu.

"Oh My God Naya, kamu nggak tau siapa Dinnar itu?"

Aku menggelengkan gak tau siapa si Alfizam. Selain dia anaknya om Sam dan tante Marta.

"Kamu kan masih baru ya disini, pantesan nggak tau." Ujarnya

"Dia itu Alfizam Dinnar Agustaf." Beritaunya.

"Iya, aku tau." Batinku dalam hati.

"Dia itu pangeran kampus ini."

What? Pangeran? Fix aku melongo seketika, setelah mendengar ucapan Nadin.

"Pangeran kampus? Maksudnya apa Din?" Tanyaku penasaran.

"Lihat dong Nay, dia super tampan gitu, dia juga calon pewaris kerajaan bisnis keluarga Agustaf, tapi bukan hanya itu..." Nadin menjeda ucapannya.

"Emang apa lagi?" Tanyaku semakin penasaran.

"Dia itu pinter banget, di usia yang belum genap 21 tahun dia udah menjadi CEO di kerajaan bisnis keluarga Agustaf, dia juga tegas dan nggak main-main kala membuat rival bisnisnya mundur teratur." Jelas Nadin panjang lebar.

    Iya sih, dia kan sejak SMA udah di ajang terjun ke dunia bisnis sama om Sam. Kok aku baru ngeh ya kalo Al itu sesempurna itu. Tampan, kaya, mapan, idola kaum hawa banget. Kayaknya aku emang harus menolak perjodohan ini. Aku sadar diri kok, aku mah apa atuh.

"Dia itu keren abis Nay, jarang banget deh bisa denger suaranya." Sambung Nadin.

"Oh, ya udah yuk, katanya mau ke Prodi Menejemen." Sahutku.

"Kamu nggak minat? Kamu kan belum nikah kamu juga gak punya pacar kan?"

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Nadin, nggak mungkin kan aku bilang kalo kita di jodohin.

"Ayo Din." Aku menarik tangan Nadin.

Dan saat aku hendak pergi, terlihat mata Alfizam nampak menyadari keberadaan ku yang memang nggak jauh darinya. Dan sebuah senyuman manis tersungging di bibirnya.

"Ya Tuhan." Jerit Nadin histeris.

"Kenapa Din?" Tanyaku panik.

"Kamu gak liat Nay?" Tanyanya.

"Lihat apaan sih?" 

"Dinnar senyum barusan, beruntung banget bisa lihat senyumnya. Dia itu jarang senyum, senyumnya nggak ke sembarang orang."

"Kamu suka ya sama dia?" Tanyaku pada Nadin.

"Siapa juga yang nggak suka sama dia, bahkan primadona kampus ini aja terang-terangan nyatain cinta sama Dinnar, tapi sayangnya diabaikan sama si Dinnar." Ujar Nadin.

"Tapi terlalu banyak cewek cantik yang mau sama dia, aku cukup jadi fansnya aja lah." Tambah Nadin.

Ya Allah, apa yang bakalan terjadi kalo ada yang tau kalo kita dijodohin apalagi sampai jadi menikah. Mungkin setiap hari aku bakalan dapet teror dari fansnya Alfizam.

    Setelah urusan Nadin selesai, aku pun langsung kembali ke ruangan ku, begitu juga dengan Nadin yang kembali ke ruangannya.

    Aku mengernyit bingung saat melihat sebuah paper bag di meja ku. Perasaan aku nggak bawa atau memesan sesuatu deh. Aku buka paper bag itu, dan ternyata isinya coklat dan bunga. Karena aku penasaran siapa yang meletakkan coklat itu, aku pun bertanya pada dosen lain yang ruangannya di sebelahku. Namun tidak satu pun dosen yang tau. Bodo amat lah, siapapun terimakasih ya, coklatnya.

Dengan perasaan bahagia karena mendapat coklat, aku pun keluar kampus hendak mencari taksi. Aku berjalan menyusuri koridor yang terlihat lengang. Aku terkejut saat tas laptopku tiba-tiba berpindah ke tangan orang lain.

"Eh?, pencuri?"

Bersambung......

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status