"50.000 tahun sebelum kita diciptakan, Allah sudah menentukan siapa jodoh kita. Sedekat apapun kalau Allah mengatakan kita tidak berjodoh, kita tidak akan mungkin bersama. Sejauh apapun kita klau Allah katakan kita berjodoh, kita pasti akan berjumpa dengan cara terindah yang sudah Allah rencanakan."
-----------
Kanaya Naratama
Setelah memperkenalkan diri ke pada mahasiswak/i ku, aku mulai mengabsen satu per satu mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Hingga tiba aku memanggil nama yang tidak asing bagiku.
“Alfizam Din…..” Aku menggantungkan ucapanku mengingat-ingat sesuatu.
“Alfizam Dinnar Agustaf, kok namanya mirip ya sama anaknya om Sam, jangan-jangan……” batinku dalam hati.
“Alfizam Dinnar Agustaf.” Panggilku lirih namun masih didengar oleh si empunya nama, buktinya dia tunjuk atap dan tersenyum manis.
“Yudistira Dika Adytama”. Aku melanjutkan mengabsen mahasiswa/i.
“Yudis izin bu, dia menghadiri rapat pemegang saham.” Jawab salah satu mahasiswa yang duduk di depan Alfizam, yang aku tahu namanya Arvan.
“Oh.” Aku pun hanya ber ‘o’ ria mendengar alasan itu.
“Bela Anastasya Putri.” Aku mengabsen mahasiswi terakhir dan tidak ada mahasiswi yang tunjuk atap, teman kelasnyapun tidak ada yang bicara untuk mengizinkan.
“Baiklah, karena kemarin waktu sama bu Ratna masih ada beberapa yang belum mempresentasikan hasil penelitianya, so bagi yang merasa belum presentasi saya persilahkan untuk mempresentasikannya.” Aku menyuruh mahasiswa/i yang belum presentasi untuk presentasi secara bergantian.
----------
Satu persatu mahasiswa/i mulai mempresentasikan hasil penelitiannya. Saat Kanaya ingin melihat daftar nama yang belum presentasi tiba-tiba ada seorang yang berdiri di depan mejanya.
"Namanya siapa?" Tanya Kanaya ramah, tanpa melihat siapa yang ada di depannya.
"Alfizam Dinnar Agustaf."Jawabnya padat, singkat dan jelas.
Deg...
Seketika jantung Kanaya berdegup kencang apalagi saat matanya dan mata Dinnar saling bertemu.
"Jantung plis deh jangan lompat-lompat entar capek lho." Batinnya dalam hati.
"Boleh saya mulai presentasi?" Tanya Dinnar untuk memecah kegugupan Kanaya yang bisa Dinnar lihat.
"Te-tentu." Jawab Kanaya gugup (kan gugup beneran).
Dinnar pun mulai mempresentasikan hasil penelitiannya, mahasiswa/i banyak yang terkagum-kagum dengan Dinnar yang sedang menyampaikan hasil penelitiannya. Kanaya yang berstatus sebagai dosen pun, tak kalah terkagum-kagum, bukan hanya dengan materi yang disampaikan, tapi dengan pesona Dinnar yang tampan bak jelmaan dewa Yunani. Saking terpesonanya, Kanaya sampai bermonolog dalam hatinya.
"Ya Allah, itu dadanya pasti pelukabel banget deh, pundaknya juga pasti sandarabel banget, apalagi itu bibirnya pasti kissabel banget." Entah mendadak otak Kanaya menjadi liar.
"Astagfirulla Kanaya, wake up dia itu mahasiswa kamu, masak iya kamu ngehalu murid sendiri." Kanaya masih asyik bermonolog dalam hatinya, namun kali ini sudah tidak memperhatikan Dinnar. Kanaya memilih melihat daftar penilaian yang ada di mejanya, namun konsentrasinya masih tertuju pada sosok tampan yang sedang berbicara di depan kelas dan sedang menjadi pusat perhatian semua yang ada di dalam kelas..
"Keren." Ujar Kanaya lirih, namun masih bisa didengar orang yang berada di depannya saat ini.
"Saya tau saya keren." Ujar cowok berparas tampan yang sekarang sudah berada di depan Kanaya.
"Ehh kok kamu ada disini, bukanya tadi....." Kanaya menunjuk tempat dimana tadi Dinnar presentasi.
"Ini." Dengan wajah datar namun masih dengan sedikit senyum, Dinnar memberikan makalah ke pada Kanaya.
Setelah semua mahasiswa/i presentasi, Kanaya menambahkan sedikit materi yang masih berkenaan dengan penelitian mahasiswa/Inya. Setelah sekiranya cukup, Kanaya segera mengakhiri kelasnya.
"Sekian pertemuan hari ini, apa masih ada yang ingin didiskusikan?." Tanya Kanaya sebelum mengakhiri kelas.
"Arvan, apa kamu sudah mengerti?" Tanya Kanaya pada mahasiswa bernama Arvan, yang dari tadi asyik memandanginya, yang sontak membuat kelas heboh dengan sorakan menggoda Arvan.
"Ti-tidak ada Bu." Jawab Arvan salah tingkah.
"Baiklah, cukup sekian pertemuan kita pada kesempatan kali ini, kurang lebihnya saya mohon maaf, wassalamu'alaikum wr.wb.” Kanaya mengakhiri pertemuan hari ini.
----------
Kanaya Naratama
Aku membereskan buku dan laptopku, saat sedang membereskan buku, tiba-tiba ada seorang yang menghampiri ku.
"Bawa mobil sendiri?" Tanya seseorang yang sepertinya tidak asing bagi ku.
"Nggak." Jawabku singkat, berusaha menghilangkan rasa gugup.
"Masih ada jam mengajar?" Tanya Al masih dengan ekspresi datarnya.
"Nggak ada." Jawabku.
"Ok." Jawabannya singkat.
"What?, Maksudnya apa coba?" Batinku heran melihat tingkah aneh Al.
Setelah membereskan buku-bukuku, aku segera menuju ruanganku. Namun saat keluar dari lift Nadin yang selesai mengajar menghampiri ku.
"Kanaya." Nadia berteriak dari kejauhan dan langsung menghampiri ku.
"Ya Allah, Nadin ada apa sih teriak-teriak? Untung gak ada orang." Gerutu ku pada Nadin.
"Sorry, takut kamu nggak dengar." Jawab Nadin santai.
"Baru selesai ngajar ya?" Tanyaku pada Nadin yang tengah membawa setumpuk kertas di tangannya.
"Iya, Nay anterin yuh ke Prodi Menejemen." Ajak Nadin.
"Ngapain?" Tanyaku.
"Udah ikut aja." Nadin memaksaku ikut ke Prodi Menejemen.
Aku pun mengikuti Nadin, saat berjalan melewati koridor ekonomi, aku melihat segerombolan cewek-cewek tengah berkerumun memperhatikan sesuatu. Aku yang penasaran segera bertanya pada Nadin yang sedang berceloteh di samping ku.
"Itu ada apa sih Din? Ada pameran ya?" Tanyaku pada Nadin.
Nadin menghentikan celotehannya dan menoleh ke arah yang ku tunjuk.
"Kalau itu mah udah jelas dan udah pasti." Jawabnya berbinar.
"Emang apa?" Tanyaku penasaran.
Sebelum Nadin menjawab pertanyaan ku, aku mendekati kerumunan cewek-cewek itu. Aku pun melihat Alfizam yang sedang duduk di gazebo depan fakultas ekonomi yang menjadi pusat dari kerumunan itu.
"Ya Allah, dia dikerumuni segitu banyak cewek." Batin ku dalam hati.
"Memang dia siapa?" Tanyaku pada Nadin, dengan menunjuk Alfizam yang tengah memainkan iPhone-nya.
Bukan pura-pura sok nggak tau si Alfizam, cuma penasaran aja, siapa si Alfizam sampai-sampai di kerumunin banyak cewek gitu.
"Oh My God Naya, kamu nggak tau siapa Dinnar itu?"
Aku menggelengkan gak tau siapa si Alfizam. Selain dia anaknya om Sam dan tante Marta.
"Kamu kan masih baru ya disini, pantesan nggak tau." Ujarnya
"Dia itu Alfizam Dinnar Agustaf." Beritaunya.
"Iya, aku tau." Batinku dalam hati.
"Dia itu pangeran kampus ini."
What? Pangeran? Fix aku melongo seketika, setelah mendengar ucapan Nadin.
"Pangeran kampus? Maksudnya apa Din?" Tanyaku penasaran.
"Lihat dong Nay, dia super tampan gitu, dia juga calon pewaris kerajaan bisnis keluarga Agustaf, tapi bukan hanya itu..." Nadin menjeda ucapannya.
"Emang apa lagi?" Tanyaku semakin penasaran.
"Dia itu pinter banget, di usia yang belum genap 21 tahun dia udah menjadi CEO di kerajaan bisnis keluarga Agustaf, dia juga tegas dan nggak main-main kala membuat rival bisnisnya mundur teratur." Jelas Nadin panjang lebar.
Iya sih, dia kan sejak SMA udah di ajang terjun ke dunia bisnis sama om Sam. Kok aku baru ngeh ya kalo Al itu sesempurna itu. Tampan, kaya, mapan, idola kaum hawa banget. Kayaknya aku emang harus menolak perjodohan ini. Aku sadar diri kok, aku mah apa atuh.
"Dia itu keren abis Nay, jarang banget deh bisa denger suaranya." Sambung Nadin.
"Oh, ya udah yuk, katanya mau ke Prodi Menejemen." Sahutku.
"Kamu nggak minat? Kamu kan belum nikah kamu juga gak punya pacar kan?"
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Nadin, nggak mungkin kan aku bilang kalo kita di jodohin.
"Ayo Din." Aku menarik tangan Nadin.
Dan saat aku hendak pergi, terlihat mata Alfizam nampak menyadari keberadaan ku yang memang nggak jauh darinya. Dan sebuah senyuman manis tersungging di bibirnya.
"Ya Tuhan." Jerit Nadin histeris.
"Kenapa Din?" Tanyaku panik.
"Kamu gak liat Nay?" Tanyanya.
"Lihat apaan sih?"
"Dinnar senyum barusan, beruntung banget bisa lihat senyumnya. Dia itu jarang senyum, senyumnya nggak ke sembarang orang."
"Kamu suka ya sama dia?" Tanyaku pada Nadin.
"Siapa juga yang nggak suka sama dia, bahkan primadona kampus ini aja terang-terangan nyatain cinta sama Dinnar, tapi sayangnya diabaikan sama si Dinnar." Ujar Nadin.
"Tapi terlalu banyak cewek cantik yang mau sama dia, aku cukup jadi fansnya aja lah." Tambah Nadin.
Ya Allah, apa yang bakalan terjadi kalo ada yang tau kalo kita dijodohin apalagi sampai jadi menikah. Mungkin setiap hari aku bakalan dapet teror dari fansnya Alfizam.
Setelah urusan Nadin selesai, aku pun langsung kembali ke ruangan ku, begitu juga dengan Nadin yang kembali ke ruangannya.
Aku mengernyit bingung saat melihat sebuah paper bag di meja ku. Perasaan aku nggak bawa atau memesan sesuatu deh. Aku buka paper bag itu, dan ternyata isinya coklat dan bunga. Karena aku penasaran siapa yang meletakkan coklat itu, aku pun bertanya pada dosen lain yang ruangannya di sebelahku. Namun tidak satu pun dosen yang tau. Bodo amat lah, siapapun terimakasih ya, coklatnya.
Dengan perasaan bahagia karena mendapat coklat, aku pun keluar kampus hendak mencari taksi. Aku berjalan menyusuri koridor yang terlihat lengang. Aku terkejut saat tas laptopku tiba-tiba berpindah ke tangan orang lain.
"Eh?, pencuri?"
Bersambung......
"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."----------Kanaya NaratamaEh? Pencuri?Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia."Alfizam." Gumam ku lirih."Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku. Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu."Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja."Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan n
"Salah satu kelebihan mu terletak pada kebaikan hatimu & senyum tulus mu."***** Kanaya menatap kesal orang-orang di sekitarnya yang tengah fokus memperhatikan seseorang dengan tatapan lapar plus nakal. Ya, siapa lagi kalo bukan orang yang sedang bersamanya yang menjadi pusat perhatian kaum hawa yang tengah berkunjung ke pusat perbelanjaan itu."Dia artis bukan sih? Tampan banget.""Cowok gue tuh.""Itu pemilik pusat perbelanjaan ini." Ujar seorang karyawati yang sedang melayani pembeli."Ganteng banget, tubuhnya sexi banget, pengen ku jadiin simpanan." Para ibu-ibu pun tak kalah terpesona dengan Dinnar, sampai tidak ingat suami di rumah."Kalu yang begitu, gue mau jadi sugar baby nya." Ujar seorang cewek berpakaian puti abu-abu, yang membuat hati dan telinga Kanaya panas. Saat Kanaya larut dalam kekesalannya, tiba-tiba seseorang membisikan
"Percayalah, waktu akan menyembuhkan kita melalui pelukan hangat orang-orang yang menyayangi kita."***** Sudah satu Minggu semenjak pertemuan keluarga Naratama dan keluarga Agustaf berlangsung. Malam ini sesuai kesepakatan, Kanaya dan Dinnar harus memberi keputusan tentang perjodohan itu. Malam ini Sam dan Marta yang tidak lain adalah orang tua Dinnar sudah tiba di kediaman keluarga Naratama. Setiba di Indonesia mereka langsung datang ke rumah keluarga Naratama. Saat mereka sedang bercengkrama di ruang keluarga, Dinnar dan Varo datang yang langsung membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Helga."Assalamualaikum." Ucap Dinnar dan Varo bersama."Waalaikumsalam." Jawab mereka yang berada di ruangan kompak."Dinnar, Varo apa yang terjadi sama kalian?" Sam terkejut melihat wajah kedua p
"Cinta itu bak sebuah benih tanaman, jangan kamu tanam di sembarang hati. Tanamlah benih cintamu di hati yang humus dan lembut. Bukan di hati yang cadas dan tandus."----------Kanaya Naratama"Dinnar, Kanaya bagaimana keputusan kalian?" Ayah menatap ke arah Dinnar dan ke arah ku bergantian meminta jawaban. Aku dan Alfizam saling bertatap mata, aku tidak bisa mengartikan tatapan itu."Dinnar." Ayah meminta Al untuk mengutarakan jawabannya."Emm, lady first." Dengan expresi datarnya Al melihat ku, memintaku untuk menjawab duluan. Apa-apaan coba, nggakjentel banget kan, masak aku duluan yang mesti jawab. Kayaknya emang aku harus menolak perjodohan ini deh."Fine." Jawabku sebal pakai banget. Aku meli
"Bersama orang yang tepat hal rumit menjadi sederhana, dan hal sederhana menjadi bermakna."-----------Kanaya Naratama"Sudah lama nunggu ya?" Suara khas mengalun merdu, mendadak membuat jantungku melompat-lompat nggak karuan. Aku melotot melihat sosok yang berada di depan ku saat ini. What? Ngapain Alfizam ada di sini? Tunggu-tunggu, temannya kak Helga?Jangan-jangan yang di maksud temannya kak Helga itu si Alfizam. Ya Allah, kak Helga udah ngerjain aku deh, pokoknya awas tuh kak Helga, sampai rumah tak gantung di gapura depan komplek.Aduh, ini si Alfizam pakai senyum segala, bikin susah nafas deh."Ka-kamu kok ada disini?" Tanyaku gugup. Gimananggak gugup coba kalo ada cowok tampan model kayak gini sedang tersenyum dihadapan kita."Kamu yang jemput aku kan?" Tanyanya lembut"Hah." Aku bingung dan cuma bengong, pasalnya kak Hel
"Bukan tentang siapa yang datang dengan kesempurnaannya, tapi tentang ia yang menerima ketidak sempurnaan mu."---------- Kanaya menuruni tangga rumahnya untuk bergabung sarapan dengan kedua orang tuanya."Morning Ayah dan bunda ku sayang." Sapa Kanaya sembari mencium pipi ayah dan bundanya."Morning sayang." Ucap orang tuanya kompak."Kakak beneran nggak pulang Bun?" Kanaya duduk di samping ayahnya."Nggak sayang, tadi malam lembur, soalnya besok kakak sudah mulai tidak masuk kantor.""Perasaan baru kemarin kamu tinggal di Jogja, eh sekarang pulang-pulang sudah mau nikah aja." Ayah Diga mengelus pucuk kepala Kanaya."Thanks yah." Kanaya menghambur ke pelukan ayahnya."For?" Tanya ayah Diga."Everything, maaf Naya belum bisa membalas apa yang sudah ayah dan bunda berikan kepada Naya, maaf juga Naya belum bisa menjad
"Untuk apapun tujuan hidupmu, jangan saling tunggu, jangan saling tinggalkan baiknya saling temani."---------- Hari Jum'at ba'da shalat Jum'at, momen yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari pernikahan antara Dinnar dan Kanaya. Terlihat MC mulai membuka acara, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Tidak lupa sebelum ijab qobul, penghulu memberikan beberapa nasehat pernikahan yang ditujukan untuk kedua mempelai. Dinnar sudah berada diruang keluarga Naratama, ya ruang keluarga yang sudah disulap sedemikian rupa khusus untuk pernikahan mereka. Berbeda dengan Kanaya terlihat duduk ditepi ranjang dengan perasaan cemas dan tegang bercampur jadi satu. Beberapa kali ia memainkan jemari manisnya di atas kebaya panjangnya. Bunda yang menemaninya, berusaha menenangkan kegelisahan hati putri tercintanya menunggu ijab qobul.
"Menemukan pasangan bukan hanya tentang menemukan cinta, tapi tentang menemukan Ia yang menemani mu beribadah bersama sembari terus memperbaiki diri untuk menggapai ridho-Nya hingga ujung usia."---------- Dinnar dan Kanaya bersalaman pada keluarga mereka. Dan mulai detik itu kehidupan panjang seumur hidup akan mereka jalankan. Pandangan Dinnar menyapu setiap sudut ruangan. Dilihatnya satu persatu keluarganya dan keluarga Kanaya. Acara semakin meriah seiring berjalannya waktu. Semua keluarga Dinnar dan keluarga Kanaya berkumpul disini termasuk keluarga para sepupu-sepupunya. Terlihat binar-binar tatapan raut wajah bahagia semua orang. Termasuk eyang Kanaya, nenek dan kakek Dinnar yang kini ada di sana, yang kini duduk bersama Diga, Kayla, Sam dan Marta di meja makan besar khusus