"Jika kamu adalah perjalanan paling jauh untukku, semoga ujungnya berakhir indah, ya."
----------
Kanaya Naratama
Eh? Pencuri?
Tapi dia seperti nggak asing deh, aku pandangi orang yang berjalan mendahului ku itu, walaupun cuma bagian belakang yang bisa ku lihat, aku sudah tau siapa dia.
"Alfizam." Gumam ku lirih.
"Al, ada perlu ya?" Tanyaku, aku pun menghentikan langkahku.
Al hanya diam dan terus melangkahkan kakinya. Aku berlari kecil menyusul langkahnya yang panjang-panjang. Aku hampir lupa kalau Al kan gak ngomong sama sembarang orang, dan tante Marta juga pernah bilang kalo dia itu dingin kayak es batu.
"Hei Al terimakasih tapi aku bisa sendiri kok." Aku berusaha menarik tas laptopku kembali, tapi Al sama sekali gak bergeming, aku sudah menarik kuat-kuat tasku tapi percuma saja.
"Al, sebenarnya kamu mau apa sih?" Tanyaku kesal. Tuh kan nggak dijawab lagi.
Aku pun mengikutinya hingga sampai ke sebuah mobil yang terparkir di depan kampus. Alfizam segera membuka pintu penumpang untukku.
"Masuk." Ujarnya singkat.
"Eh, nggak usah, aku naik taksi aja." Aku berusaha mengambil tas laptopku yang masih ada ditangannya.
"Aku antar pulang." Katanya masih dengan ekspresi datarnya.
"Tapi...."
"Udah masuk." Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, Al udah terlebih dahulu memotong ucapanku. Dia juga langsung memasukkan tas laptopku ke dalam mobilnya.
"Ya Allah, nih anak kalo bukan anaknya om Sam udah aku cakar-cakar wajahnya yang tampan itu." Gerutuku dalam hati.
Aku pun langsung masuk ke dalam mobil, saat di dalam mobil sudah ada Alvaro yang duduk di kursi kemudi.
"Hai, Bu dosen calon kakak ipar." Sapa Varo tiba-tiba.
"Eh Varo, mau pulang ya?" Tanyaku.
"Iya mbak, tadi bang Helga telfon katanya suruh nganter mbak Naya pulang." Jelas Varo yang langsung mengemudikan mobil.
"Oh" Jawabku singkat.
Alfizam dan Alvaro itu kakak beradik, tapi herannya sifat mereka beda 180°. Kalau Varo yang ceria dan banyak bicara sedangkan Alfizam, sumpah dia itu datar kayak triplek plus dingin kayak es batu.
"Mbak bawa apa itu?" Tanya Varo melihat paper bag yang aku bawa.
"Oh, ini coklat, kamu mau?" Tanyaku pada Varo.
"Nggak, aku nggak suka coklat, emang dari siapa kok keliatannya banyak banget?"
" Entahlah, tiba-tiba udah ada di mejaku pas aku selesai ngajar, mau di buang mubazir, mana coklatnya mahal-mahal lagi." Balasku.
"Paling dari penggemar mbak Naya atau mungkin dari calon suami mbak." Goda Varo yang kulihat dia melirik ke arah Al.
"Nggak lah." Sanggah ku pada Varo.
"Tapi mbak suka kan?"
"Iya lah, ini kan....."
"Kesukaan kamu." Al memotong ucapanku.
"Sok tau deh Lo bang." Varo melirik Al yang sedang memainkan iPhone-nya.
"Bodo."
"Jangan-jangan Lo yang......"
Sebelum Varo menyelesaikan ucapannya, Al sudah terlebih dahulu menyentil kening Varo.
"Awww" Varo memegangi keningnya yang terasa sedikit sakit.
Melihat tingkah kedua kakak beradik itu, aku hanya geleng-geleng kepala.
----------
Karena ada urusan yang harus Varo selesaikan, ia tidak bisa ikut mengantar Kanaya pulang. Varo baru saja mendapat telfon yang mengharuskan dirinya segera ke cafe barunya.
"Mbak Naya, maaf ya nggak bisa anterin mbak pulang, ada yang harus aku urus di cafe." Varo segera menghentikan mobilnya setelah tiba di sebuah cafe kekinian yang sedang banyak pengunjung.
"Terus aku pulang sama siapa dong Ro." Kanaya sedikit khawatir kalo dia harus diantar pulang Dinnar. Siap-siap senam jantung, kalau hanya berdua dengan Dinnar.
"Biar diantar bang Dinnar, ya bang?" Varo melirik abangnya namun Dinnar hanya diam.
"Tapi....."
"Tenang mbak, bang Dinnar nggak bakalan macem-macem, entar kalau macem-macem, aduin aja sama bang Helga. Palingan juga di gantung di Monas." Gurau Varo yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Dinnar.
Setelah Varo masuk ke dalam cafe, Dinnar segera melajukan mobilnya. Selama dalam perjalanan hanya ada keheningan, tidak ada obrolan sama sekali. Namun sesekali Dinnar melirik Kanaya, terlihat Kanaya sedang memainkan Hpnya. Dinnar pun tersenyum melihat Kanaya.
Tapi selang beberapa menit mobil yang dikendarai Dinnar dan Kanaya tiba di sebuah pusat perbelanjaan. Saat menyadari mobil sudah berhenti, Kanaya segera memasukkan Hpnya ke dalam tas.
"Eh, udah sampai ya?" Kanaya bertanya pada Dinnar namun saat menyadari dimana dia berada ia bingung, pasalnya bukan di depan rumah malah berada di depan sebuah pusat perbelanjaan.
"Kok...." Kanaya menghentikan ucapannya saat tau Dinnar sudah keluar dari mobil.
Kanaya melihat Dinnar keluar dari mobil kemudian berjalan dan membukakan pintu untuknya. Matanya terpesona dengan pemandangan yang ada di depannya. Sosok laki-laki dengan tubuh tinggi atletis dibalut dengan pakaian khas eksekutif muda dan tak lupa dengan kacamata hitam yang menambah kadar ketampanannya. Dan 100% bakal menghipnotis wanita yang melihatnya tak terkecuali dirinya.
"Hello…." Dinnar melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kanaya.
"I-iya, ada apa?" Tanya Kanya gugup.
"Kenapa bisa grogi gini sih, fokus Nay fokus." Batin Kanaya dalam hati.
"Turun." Perintah Dinnar.
Kanaya pun turun dari mobil, masih dengan perasaan gugup tapi juga bingung. Kenapa ada disini bukanya pulang ke rumah.
"Ayo." Ajak Dinnar, walaupun masih irit ngomong tapi kali ini sudah sedikit berekspresi.
"Kemana? Bukannya kamu mau nganter aku pulang ya?" Walaupun masih gugup, Kanaya memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Ada urusan yang harus aku selesaikan, nanti aku antar pulang. Aku sudah izin om Diga, kalo nanti kamu pulang sedikit terlambat." Jelas Dinnar.
Kanaya mengikuti langkah Dinnar. "Kenapa kamu dibelakang ku? Kamu bukan sekertaris ku, jadi berjalan di sampingku." Kanay mempercepat langkahnya dan mensejajarkan langkahnya dengan Dinnar.
"Kamu itu calon istri ku, Kanaya Naratama." Batin Dinnar.
Sampai di dalam pusat perbelanjaan itu, Kanaya dibuat takjub. Pasalnya semua karyawan yang berpapasan memberi hormat pada laki-laki yang berada disampingnya itu.
Terlihat Dinnar menghampiri seorang laki-laki, dan mereka terlihat sedang ngobrol serius, Kanaya pun hanya bisa menunggu. Saat menunggu Kanaya dibuat kesal oleh orang-orang disekitar. Tak hanya pengunjung tapi tingkah karyawan pun membuat mood Kanaya buruk.
Bersambung......
"Salah satu kelebihan mu terletak pada kebaikan hatimu & senyum tulus mu."***** Kanaya menatap kesal orang-orang di sekitarnya yang tengah fokus memperhatikan seseorang dengan tatapan lapar plus nakal. Ya, siapa lagi kalo bukan orang yang sedang bersamanya yang menjadi pusat perhatian kaum hawa yang tengah berkunjung ke pusat perbelanjaan itu."Dia artis bukan sih? Tampan banget.""Cowok gue tuh.""Itu pemilik pusat perbelanjaan ini." Ujar seorang karyawati yang sedang melayani pembeli."Ganteng banget, tubuhnya sexi banget, pengen ku jadiin simpanan." Para ibu-ibu pun tak kalah terpesona dengan Dinnar, sampai tidak ingat suami di rumah."Kalu yang begitu, gue mau jadi sugar baby nya." Ujar seorang cewek berpakaian puti abu-abu, yang membuat hati dan telinga Kanaya panas. Saat Kanaya larut dalam kekesalannya, tiba-tiba seseorang membisikan
"Percayalah, waktu akan menyembuhkan kita melalui pelukan hangat orang-orang yang menyayangi kita."***** Sudah satu Minggu semenjak pertemuan keluarga Naratama dan keluarga Agustaf berlangsung. Malam ini sesuai kesepakatan, Kanaya dan Dinnar harus memberi keputusan tentang perjodohan itu. Malam ini Sam dan Marta yang tidak lain adalah orang tua Dinnar sudah tiba di kediaman keluarga Naratama. Setiba di Indonesia mereka langsung datang ke rumah keluarga Naratama. Saat mereka sedang bercengkrama di ruang keluarga, Dinnar dan Varo datang yang langsung membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Helga."Assalamualaikum." Ucap Dinnar dan Varo bersama."Waalaikumsalam." Jawab mereka yang berada di ruangan kompak."Dinnar, Varo apa yang terjadi sama kalian?" Sam terkejut melihat wajah kedua p
"Cinta itu bak sebuah benih tanaman, jangan kamu tanam di sembarang hati. Tanamlah benih cintamu di hati yang humus dan lembut. Bukan di hati yang cadas dan tandus."----------Kanaya Naratama"Dinnar, Kanaya bagaimana keputusan kalian?" Ayah menatap ke arah Dinnar dan ke arah ku bergantian meminta jawaban. Aku dan Alfizam saling bertatap mata, aku tidak bisa mengartikan tatapan itu."Dinnar." Ayah meminta Al untuk mengutarakan jawabannya."Emm, lady first." Dengan expresi datarnya Al melihat ku, memintaku untuk menjawab duluan. Apa-apaan coba, nggakjentel banget kan, masak aku duluan yang mesti jawab. Kayaknya emang aku harus menolak perjodohan ini deh."Fine." Jawabku sebal pakai banget. Aku meli
"Bersama orang yang tepat hal rumit menjadi sederhana, dan hal sederhana menjadi bermakna."-----------Kanaya Naratama"Sudah lama nunggu ya?" Suara khas mengalun merdu, mendadak membuat jantungku melompat-lompat nggak karuan. Aku melotot melihat sosok yang berada di depan ku saat ini. What? Ngapain Alfizam ada di sini? Tunggu-tunggu, temannya kak Helga?Jangan-jangan yang di maksud temannya kak Helga itu si Alfizam. Ya Allah, kak Helga udah ngerjain aku deh, pokoknya awas tuh kak Helga, sampai rumah tak gantung di gapura depan komplek.Aduh, ini si Alfizam pakai senyum segala, bikin susah nafas deh."Ka-kamu kok ada disini?" Tanyaku gugup. Gimananggak gugup coba kalo ada cowok tampan model kayak gini sedang tersenyum dihadapan kita."Kamu yang jemput aku kan?" Tanyanya lembut"Hah." Aku bingung dan cuma bengong, pasalnya kak Hel
"Bukan tentang siapa yang datang dengan kesempurnaannya, tapi tentang ia yang menerima ketidak sempurnaan mu."---------- Kanaya menuruni tangga rumahnya untuk bergabung sarapan dengan kedua orang tuanya."Morning Ayah dan bunda ku sayang." Sapa Kanaya sembari mencium pipi ayah dan bundanya."Morning sayang." Ucap orang tuanya kompak."Kakak beneran nggak pulang Bun?" Kanaya duduk di samping ayahnya."Nggak sayang, tadi malam lembur, soalnya besok kakak sudah mulai tidak masuk kantor.""Perasaan baru kemarin kamu tinggal di Jogja, eh sekarang pulang-pulang sudah mau nikah aja." Ayah Diga mengelus pucuk kepala Kanaya."Thanks yah." Kanaya menghambur ke pelukan ayahnya."For?" Tanya ayah Diga."Everything, maaf Naya belum bisa membalas apa yang sudah ayah dan bunda berikan kepada Naya, maaf juga Naya belum bisa menjad
"Untuk apapun tujuan hidupmu, jangan saling tunggu, jangan saling tinggalkan baiknya saling temani."---------- Hari Jum'at ba'da shalat Jum'at, momen yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari pernikahan antara Dinnar dan Kanaya. Terlihat MC mulai membuka acara, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Tidak lupa sebelum ijab qobul, penghulu memberikan beberapa nasehat pernikahan yang ditujukan untuk kedua mempelai. Dinnar sudah berada diruang keluarga Naratama, ya ruang keluarga yang sudah disulap sedemikian rupa khusus untuk pernikahan mereka. Berbeda dengan Kanaya terlihat duduk ditepi ranjang dengan perasaan cemas dan tegang bercampur jadi satu. Beberapa kali ia memainkan jemari manisnya di atas kebaya panjangnya. Bunda yang menemaninya, berusaha menenangkan kegelisahan hati putri tercintanya menunggu ijab qobul.
"Menemukan pasangan bukan hanya tentang menemukan cinta, tapi tentang menemukan Ia yang menemani mu beribadah bersama sembari terus memperbaiki diri untuk menggapai ridho-Nya hingga ujung usia."---------- Dinnar dan Kanaya bersalaman pada keluarga mereka. Dan mulai detik itu kehidupan panjang seumur hidup akan mereka jalankan. Pandangan Dinnar menyapu setiap sudut ruangan. Dilihatnya satu persatu keluarganya dan keluarga Kanaya. Acara semakin meriah seiring berjalannya waktu. Semua keluarga Dinnar dan keluarga Kanaya berkumpul disini termasuk keluarga para sepupu-sepupunya. Terlihat binar-binar tatapan raut wajah bahagia semua orang. Termasuk eyang Kanaya, nenek dan kakek Dinnar yang kini ada di sana, yang kini duduk bersama Diga, Kayla, Sam dan Marta di meja makan besar khusus
"Kita akan mengerti dengan sendirinya, bahwa jodoh bukan tentang yang terbaik, tetapi yang menerima kita dengan baik. Karena yang menurutmu baik belum tentu dapat menerimamu dengan baik."---------- Esoknya, pagi-pagi sekali aku sudah menyiapkan keperluan Al. Aku belajar melakukan apa yang diberitahukan bunda dan tante Marta. Bukan hanya apa yang suka dilakukan Al, tapi juga apa yang tidak suka dilakukan Al. Waktu yang singka membuat kita belum mengetahui kebiasaan masing-masing. Hari ini aku dan Al harus mengantarkan eyang ke bandara. Eyang ingin pulang ke Jogja, entah kenapa eyang nggak mau tinggal lebih lama disini."Sayang, nanti habis dari bandara langsung ke rumah ya, soalnya besok mama sama papa mau nganter nenek pulang ke Bali." Aku melihat Al memperhatikan ku yang sedang memakai jilbab di depan